Wednesday, April 20, 2016

Cara mudah memahami kegunaan Hukum Taurat



Pendahuluan
Hukum Taurat adalah hukum yang ditulis pada zaman Perjanjian Lama. Dengan kedatangan Yesus Kristus ke dalam dunia, maka dimulailah sebuah zaman yang baru yaitu zaman Perjanjian Baru. Dan bagi orang Kristen, kitab-kitab yang termasuk dalam Perjanjian Baru terasa lebih popular dibandingkan dengan Perjanjian Lama. Lagipula, secara judul penamaan saja, kita pembaca Alkitab cenderung jadi berpikir: “Jika sudah ada Perjanjian yang Baru, lalu mengapa kita masih membaca Perjanjian yang Lama?” Tulisan sederhana di bawah ini mencoba untuk menyampaikan salah satu kegunaan Hukum Taurat yang terdapat di dalam Perjanjian Lama bagi orang-orang Kristen yang hidup di zaman Perjanjian Baru.  

Kegunaan Hukum Taurat
Di suatu sore di hari libur, saya belum lama bangun dari tidur siang yang nyaman di rumah, ketika istri mengajak saya jalan-jalan ke Mall yang terletak tidak jauh dari rumah saya. Karena tidak ada kesibukan, maka saya pun menyetujui usul itu dan menyambutnya dengan gembira. Dengan hanya berkaus santai dan celana pendek saya pun berangkat ke Mall. Menjelang pulang setelah puas jalan-jalan, istri saya melihat ada pelayanan gratis untuk memeriksa kadar kolesterol pada salah satu toko yang ada di mall tersebut, lalu iapun mengusulkan agar saya diperiksa saja, sekedar iseng ingin tahu hasilnya.

Betapa terkejutnya saya ketika hasil tes kolesterol tersebut ternyata tinggi sekali, begitu tingginya hingga mencapai angka tertinggi yang ada di alat tersebut. Sejak saat itupun pikiran saya diselimuti oleh semacam awan mendung yang cukup mengganggu.

Tapi bukan tentang kolesterol saya ingin menulis, yang ingin saya katakan adalah bahwa dalam artian tertentu, hasil tes kolesterol dapat disamakan dengan hukum Taurat. Hasil tes kolesterol hanya memberi tahu pada saya berapa batas kolesterol yang dapat dikatakan sehat dan berapa jauh saya telah menyimpang dari batasan tersebut. Hasil tes kolesterol tidak dimaksudkan untuk menolong atau memampukan saya untuk melewati batas itu. Dibutuhkan tindakan lain untuk bisa menempatkan diri saya di bawah ambang batas yang diberikan hasil tes tersebut.

Roma 7:7 berbunyi: “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: "Jangan mengingini!"

Hukum Taurat jelas tidak bersalah dan tidak bermasalah. Hukum Taurat adalah mulia, bahkan Yesus pun berkata : “Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” (Matius 5:18)

Tuhan Yesus memandang Hukum Taurat sebagai Hukum yang berharga, mengapa? Sebab Hukum Taurat berasal dari Tuhan Allah sendiri. Hukum Taurat adalah standar yang ditetapkan Allah bagi manusia. Oleh karena itu jelaslah, Hukum Taurat itu tidak bersalah serta tidak bermasalah. Justru masalahnya ada pada kita.

Pertama, kita bermasalah karena ternyata berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Hukum Taurat, kita ditemukan telah jauh menyimpang. Seperti hasil tes kolesterol saya yang telah memberi tahu saya tentang betapa jauh saya telah menyimpang, demikian pula Hukum Taurat telah memberi tahu pada kita manusia tentang betapa jauh kita telah menyimpang dari standar yang ditetapkan Allah.

Bukan suatu kebetulan, saya pikir, bahwa dosa di dalam bahasa aslinya berarti meleset, atau tidak tepat sasaran, atau menyimpang. Kita telah menyimpang dari yang Tuhan harapkan. Hukum Taurat itulah patokannya.

Kedua, kita bermasalah karena ternyata kita manusia masih suka berpikir bahwa kita bisa diselamatkan karena segala prestasi kita dalam memenuhi segala tuntutan dalam Hukum Taurat itu.

Setiap manusia memiliki suatu ego atau sifat ke-aku-an. Dan melalui sifat inilah kita lebih cenderung untuk mengasihi diri sendiri, memperhatikan diri sendiri, mementingkan diri sendiri dan lain sebagainya yang berpusat pada diri sendiri.

Dalam artian tertentu sebenarnya tidak salah juga jika kita mengasihi diri kita, justru adalah salah jika kita membenci diri sendiri. Mengapa kita membenci diri sendiri, jika Allah justru amat mengasihi diri kita dan rela mati untuk menebus kita? Bahkan perintah Yesus adalah “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Matius 22:39 Artinya, jika kita gagal mengasihi diri kita apa adanya, maka betapa sulitnya kita untuk belajar mengasihi orang lain bukan? Untuk kita mampu mengasihi orang lain dengan baik, maka paling tidak kita perlu tahu apa artinya memandang diri sendiri sebagai makhluk yang dikasihi, benar? Benar, tapi sayangnya kita seringkali mudah tergelincir di dalam hal ini. Tergelincirnya adalah, kita jadi terlalu asyik mengasihi diri sendiri sampai tidak perduli lagi pada orang lain. Kejatuhan kita ke dalam dosa adalah penyebab mengapa kita tidak bisa lagi mengasihi diri sendiri secara seimbang. Kita telah menyimpang bahkan di dalam hal mengasihi diri sendiri ini.

Karena begitu mengasihi diri sendiri, kita akhirnya mengesampingkan segala hal yang tidak enak tentang diri kita. Termasuk ketika suara hati nurani kita mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres tentang diri kita. Akhirnya, kita manusia berusaha meredam rintihan suara hati itu dengan rupa-rupa perbuatan baik yang kita pikir akan membuat diri kita menjadi baik. Seringkali ini cukup berhasil, kita senang jika menganggap atau dianggap lebih baik dan lebih rohani daripada orang lain bukan? Tetapi sesungguhnya ini adalah perasaan yang menipu. Dosa sudah mencemari diri kita begitu rupa sehingga seringkali muncul dalam perasaan-perasaan nyaman yang semu seperti itu.

Semua agama-agama dunia mengajarkan pada para pemeluknya untuk berbuat baik. Ini tentu saja baik. Berbuat baik adalah baik, menganjurkan orang lain untuk berbuat baik, juga baik. Tetapi sayangnya, Alkitab mengajarkan pada kita bahwa berbuat baik saja tidak akan cukup untuk membuat kita menjadi baik.

Roma 3:20 mengatakan: “Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.”

Agama-agama dunia membuat standar tentang apa yang dikatakan baik, lalu mereka mencoba mengikuti standar itu agar mereka dapat menjadi baik dan diterima dengan baik oleh Allah sebagai orang baik. Tetapi berdasarkan Roma 3:20 di atas kita tahu bahwa usaha manusia dalam mengejar penerimaan Allah yang demikian adalah usaha menjaring angin saja layaknya.

Apakah sejauh ini anda melihat permasalahan yang saya coba angkat? Manusia menyukai hukum yang tidak mampu menyelamatkan dia dan menolak satu-satunya obat yang disediakan untuk menyelamatkan nyawanya. Inilah permasalah kedua yang saya coba ketengahkan tadi.

Saya butuh obat untuk menyembuhkan saya dari kadar kolesterol yang tinggi. Hasil tes kolesterol hanya bertugas untuk memberi tahu saya bahwa saya telah menyimpang dari standar yang seharusnya. Hasil tes kolesterol saya tidak mampu dan memang tidak dimaksudkan untuk mampu menyembuhkan saya.

Demikian pula,

Kita butuh obat untuk menyembuhkan diri kita dari penyakit dosa. Hukum Taurat hanya bertugas untuk memberi tahu kita bahwa kita telah menyimpang dari standar yang ditetapkan Allah. Hukum Taurat tidak mampu dan memang tidak dimaksudkan untuk mampu menyembuhkan kita dari dosa. Anda lihat paralelnya?

Obat bagi sakit kolesterol saya adalah obat yang saya beli di Glodok. Tetapi obat bagi penyakit dosa kita adalah penebusan oleh Yesus Kristus di atas kayu salib.

Sekalipun obatnya sudah tersedia, karena saya sudah beli, saya tetap harus menelan obat itu agar ia benar-benar memberi manfaat bagi saya. Demikian pula, sekalipun kematian dan kebangkitan Yesus sudah tersedia, kita tetap harus menerima penebusan Yesus itu agar benar-benar dapat memberi keselamatan pada kita. Dan kita menerimanya dengan iman.

Saya telan obat itu, maka saya (dimungkinkan) untuk sembuh.
Kita terima Yesus, maka kita (pasti) diselamatkan. Apakah semua ini jelas? Saya harap begitu.

Ngomong-ngomong, sudah cukup lama sejak pergi ke Mall itu, saya coba memerangi permasalahan kolesterol saya, tapi sampai hari ini hasilnya tidak menggembirakan, dan saya sudah agak bosan memikirkan hal itu. Tetapi persoalan keselamatan, karena dikerjakan oleh Yesus secara sempurna, maka saya boleh mempercayakan diri saya pada karya tersebut. Tidak ada jaminan bahwa saya akan sembuh dari kolesterol, tetapi Yesus menjamin kita bahwa keselamatan yang Ia berikan itu akan menjadi milik kita selamanya. Kiranya Tuhan memberkati.

Siapakah Rasul Tomas?


Renungan Alkitab dari Injil Yohanes 20:24-28

Abstrak
Siapakah Rasul Tomas? Benarkah ia adalah seorang yang ragu-ragu? Mengapa Tomas sulit percaya bahwa Yesus Kristus sudah bangkit? Pelajaran apa yang dapat kita peroleh dari kisah Rasul Tomas? Tulisan singkat berikut ini mencoba memperkenalakan kita pada sosok Rasul Tomas. Semoga tulisan ini dapat membantu siapa saja untuk lebih mengenal tokoh rasul dalam Alkitab baik untuk perenungan pribadi maupun untuk digunakan sebagai bahan khotbah mengenai tokoh Rasul Tomas.


Pendahuluan
 
Kasihan rasul Tomas. Gereja sepanjang sejarah, bahkan sampai hari ini, seringkali meng-identikkan namanya dengan keraguan-raguan. Tomas si peragu, begitulah kita memberi cap kepada rasul yang satu ini. Dan seringkali pula sifat ragu-ragu atau keraguan ini kita asosiasikan sebagai sesuatu yang negatif semata-mata. Oleh karena itu, sebelum kita terlanjur selamanya punya persepsi yang kurang baik terhadap Tomas dan sifat keraguan-raguannya, mari kita lihat lebih jauh peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan Tomas dan sifat pribadinya serta bagaimana tanggapan Tuhan Yesus terhadap hal tersebut. [Baca juga: Iman Kristen memiliki dasar yang teguh. Klik disini.]


Tomas adalah orang yang beriman sungguh
 
Sekalipun Tomas sering disebut sebagai si peragu, namun sebenarnya dia bukanlah orang yang tidak beriman atau kurang beriman. Yohanes  11:16 mencatat respon iman Tomas yang luarbiasa terhadap Yesus, demikian: Lalu Tomas, yang disebut Didimus, berkata kepada teman-temannya, yaitu murid-murid yang lain: "Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia."

Di sini kita melihat bahwa Tomas sama sekali tidak ragu-ragu. Kalimat tersebut terucap dari mulut Tomas sebagai respon terhadap kata-kata Yesus yang mengajak mereka untuk pergi ke tempat Lazarus yang sudah meninggal. [Baca juga: Apa yang dimaksud dengan iman? Klik disini.]

Sama halnya dengan murid-murid yang lain, Tomas tidak memahami sepenuhnya apa yang dimaksud oleh Yesus melalui kata-kata itu, apakah Yesus ingin mengajak murid-murid-Nya pergi ke tempat Lazarus dalam arti ke dunia orang mati? Atau apa? Tomas tidak mengerti, tetapi ia menyuarakan keyakinannya untuk tetap ikut Yesus, bahkan ia telah rela sekalipun harus mati bersama Dia.

Biasanya sifat berani dan sikap cepat dalam berespon sering kita asosiasikan dengan Petrus, namun justru Tomas-lah yang sebenarnya dicatat pertama kali sebagai murid yang menyuarakan sikap keberanian semacam ini.

Jelas sekali, ini adalah tindakan orang yang mengasihi Yesus dan memandang Dia sebagai sahabat.
Seorang sahabat seperti Tomas, rela mati bersama-sama Yesus, sahabatnya. Jelas sekali, ini adalah tindakan seseorang yang beriman, yaitu berani melangkah bersama Tuhan, sekalipun ia tidak tahu atau tidak memahami persis kemana Tuhan akan membawanya.

Berapa banyak dari kita yang punya sikap semacam ini? Kita dengan mudah menuduh Tomas sebagai peragu, tetapi apakah kita juga memperhitungkan sikap tegas yang ditunjukkan dalam peristiwa ini? Berapa sering dalam hidup kita muncul sikap seperti ini? Dari Tomas, kita belajar bahwa kita harus berani ikut Tuhan sekalipun ada harga yang harus dibayar. Dan tidak jarang harganya adalah mahal sekali.


Tomas adalah orang yang suka berpikir (merenung) dan mempertanyakan segala sesuatu sehubungan dengan imannya
 
Yohanes  14:5 mencatat pula peristwa yang berkenaan dengan Tomas, demikian: Kata Tomas kepada-Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?"

Di sini kita melihat sosok Tomas sebagai orang yang suka memikirkan perkataan Yesus. Waktu mereka mau pergi ke tempat Lazarus, Tomas ikut, mati pun ia rela, pokoknya ikut. Tetapi sekarang, dia bingung, karena Yesus sedang berbicara tentang suatu tujuan yang ia tidak ketahui. Ia rela ikut, ia rela pergi, tapi ia masih bingung mau pergi kemana? Tomas tidak suka menyembunyikan perasaan bingungnya atau ketidaktahuannya. Ia adalah orang yang suka berpikir serta siap melakukan tindakan-tindakan praktis dan pada saat itu, Tomas ingin sekali memperoleh jawaban atas ketidakmengertiannya. Tomas suka bertanya-tanya, ia suka berpikir logis.

Seringkali orang menganggap iman adalah suatu kepercayaan yang buta. Seringkali orang berpikir bahwa iman Kristen bukanlah iman yang logis, sehingga kita takut bertanya ini dan itu, karena takut dianggap orang yang tidak beriman. Padahal tidak demikian.
Iman Kristen adalah iman yang harus kita pahami, artinya kita tahu apa yang kita percayai. Iman Kristen adalah iman yang harus kita terima, sekalipun kita tidak mungkin memahami sepenuhnya.

Tidak salah mempertanyakan sesuatu sehubungan dengan iman kita. Yesus menjawab pertanyaan Tomas.

Tomas adalah orang yang punya iman. Tomas adalah orang serius, namun Tomas akhirnya diliputi keragu-raguan, mengapa? Karena ia seperti juga murid yang lain, mengalami kekecewaan. Segala sesuatu ternyata tidak terjadi seperti yang ia bayangkan. Yesus adalah sahabatnya. Yesus adalah tumpuan harapannya. Sekarang Yesus mati. Dan Tomas merasa kecewa. Tomas kecewa karena tumpuan harapannya telah dicabut dengan begitu kasar dan ia belum terlalu mengerti mengapa semua itu harus terjadi. Dan kekecewaan itu telah menggelapkan pandangannya terhadap segala sesuatu yang ia pernah ketahui tentang Yesus.


Tuhan Yesus ingin mengajar kita melalui Tomas
 
Pertama
 
Percayalah pada kata-kata Yesus, sekalipun fakta-fakta disekeliling kita membuat kita sulit untuk percaya. Tomas yang semula menunjukkan keteguhan hati (Yoh 11:16) akhirnya harus mengalami keraguan atas kebangkitan Yesus, karena apa yang terjadi pada Yesus memang amat sulit dicerna oleh akal manusia. Manusia mengharapkan Mesias. Manusia mempunyai bayangan atau anggapan terhadap seperti apa Mesias itu seharusnya. Tetapi manusia yang hidup pada zaman itu, yang hidup bersama-sama dengan Yesus, menjalani hidup ini bersama-sama seperti saudara atau sahabat, akhirnya harus melihat Yesus mati dengan cara yang amat mengenaskan. Ini sangat tidak mudah untuk dicerna, atau bahkan diterima oleh siapa pun.

Kita mudah men-judge Tomas sebagai peragu. Tetapi betapa mudahnya kita menjadi seorang peragu demi alasan-alasan yang lebih sepele dari Tomas. Kita mungkin ragu pada kekeristenan ketika melihat begitu banyak penderitaan di dunia ini. Kita mungkin ragu pada kekristenan ketika kita mengalami begitu banyak penderitaan. Kita mungkin ragu pada kekristenan ketika kita dikecewakan oleh sesama orang Kristen. Kita mungkin ragu pada kekristenan ketika seorang panutan kita digereja akhirnya jatuh ke dalam dosa. Kita mungkin ragu pada kekristenan ketika ada begitu banyak pengajaran yang seolah-olah lebih spektakuler, lebih ilmiah, lebih modern dan lebih masuk akal.

Bagaimana perasaan kita kira-kira jika dengan mata kepala sendiri, kita harus melihat Yesus mati berdarah-darah secara mengenaskan? Itulah pergumulan seorang Tomas.

Kedua
 
Yesus menghargai keragu-raguan yang jujur dan bersedia menolong mereka yang ragu untuk melewati momen itu. Dalam Markus 9:24 tercatat suatu kalimat yang terdengar agak aneh, namun jika kita memahami isi dibalik kalimat itu, kita akan merasa terhibur. Kalimat itu adalah : Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" Ini adalah ungkapan seorang ayah yang sedang mengalami pergumulan iman. Yaitu ketika keinginan kuat untuk percaya harus berbenturan dengan fakta kehidupan yang pahit. Fakta bahwa Yesus tidak meninggalkan orang-orang yang imannya rapuh dimakan pergumulan ini sungguh menghibur, karena kita tahu bahwa diri kitapun tidak luput dari hal-hal seperti itu.

Ketiga
 
Lebih baik ragu-ragu dan menyatakan keraguan itu daripada diam-diam tidak percaya. Yohanes  6:64 mencatat: Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya." Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia. Yudas tidak bergumul dalam iman seperti Tomas, ternyata permasalahannya adalah karena ia tidak memiliki iman sama sekali.


Perenungan
 
Apakah kita sudah memiliki iman seperti Tomas yang berani bayar harga untuk ikut Yesus? Apakah sampai hari ini kita masih memiliki banyak pertanyaan tentang iman? Jangan ragu untuk menanyakannya. Jangan malas untuk mencari jawabannya. Yesus menjawab. Yesus menolong. Seringkali kita tidak menemukan jawabannya bukan karena Allah terlalu bungkam, tetapi karena kita terlalu enggan untuk mencarinya. Apakah anda juga pernah mengalami kekecewaan karena segala sesuatu berjalan tidak seperti yang engkau harapkan? Belajarlah dari peristiwa Tomas ini. Belajarlah dari sikap Yesus terhadap keraguan Tomas. Yesus menghargai perasaan ragu-ragu itu. Dan bahkan Yesus menolong kita untuk melewatinya. Yesus mau menguatkan iman kita yang ragu. Semoga melalui semua ini, seperti Tomas kita juga bisa dengan segenap jiwa berkata: “Ya Tuhanku dan Allahku.” Dan Tomas ini, yang sering kita beri cap sebagai seorang yang ragu-ragu, ternyata kemudian menjadi seorang Rasul Yesus Kristus yang telah dengan gigih memberitakan Injil hingga jauh ke pedalaman India. Dan tradisi Kristen mempercayai bahwa Rasul Tomas kemudian menemui kematiannya di India sebagai martir Yesus Kristus yang setia. Berbahagialah kita yang percaya sekalipun tidak melihat. 

Tuhan Yesus memberkati. Amin. (Oleh: izar tirta).