Tuesday, October 3, 2017

Eksposisi dari kisah Kain dan Habel



Kejadian 4:1-16

4:1 Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain; maka kata perempuan itu: "Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN." 4:2 Selanjutnya dilahirkannyalah Habel, adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani. 4:3 Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; 4:4 Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, 4:5 tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram. 4:6 Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? 4:7 Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." 4:8 Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke padang." Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia. 4:9 Firman TUHAN kepada Kain: "Di mana Habel, adikmu itu?" Jawabnya: "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" 4:10 Firman-Nya: "Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah. 4:11 Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. 4:12 Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi." 4:13 Kata Kain kepada TUHAN: "Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung. 4:14 Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku akan tersembunyi dari hadapan-Mu, seorang pelarian dan pengembara di bumi; maka barangsiapa yang akan bertemu dengan aku, tentulah akan membunuh aku." 4:15 Firman TUHAN kepadanya: "Sekali-kali tidak! Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat." Kemudian TUHAN menaruh tanda pada Kain, supaya ia jangan dibunuh oleh barangsiapapun yang bertemu dengan dia. 4:16 Lalu Kain pergi dari hadapan TUHAN dan ia menetap di tanah Nod, di sebelah timur Eden.



Lukisan Yesus Kristus Tersalib. Klik disini.

Pendahuluan

Kisah Kain dan Habel merupakan kisah yang cukup populer di dalam Alkitab. Bahkan anak-anak sejak di Sekolah Minggu pun sudah berkesempatan untuk mendengar kisah ini.

Meskipun demikian, kisah ini tidak jarang menimbulkan beberapa pertanyaan yang tidak terlalu mudah untuk dijawab. Misalnya:
-
Apakah Kain dan Habel adalah kisah yang sungguh terjadi?
-
Darimana istri Kain?
-
Mengapa Allah tidak berkenan atas persembahan Kain?
-
Jika anak Adam dan Hawa hanya Kain dan Habel, mengapa Kain takut dibunuh oleh orang lain?
-
Kapankah orang-orang itu dilahirkan? Sebelum Kain ataukah sesudah Kain?
-
Apa arti dari ”dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya” ?
-
Tanda apakah yang di taruh Tuhan atas Kain agar ia tidak dibunuh?
-
Apa maksud istilah di sebelah timur Eden?

Mungkin tidak semua dari pertanyaan tersebut akan terjawab di dalam tulisan ini. Oleh karena itu nantinya pertanyaan-pertanyaan tersebut akan saya buatkan jawabannya dalam bentuk artikel tersendiri. Sementara tulisan ini sendiri akan lebih berfokus untuk membahas ayat demi ayat serta lebih menitikberatkan pada struktur tulisan serta kaitan-kaitan antar teks di dalamnya.


Struktur dan tokoh dalam perikop ini:


Di manakah fokus dari perikop ini?

Apabila kita membaca perikop ini mulai dari ayat 1 hingga ayat 16, maka saya kira kita akan mendapati bahwa Kain adalah subjek utama dari perikop ini. Ayat 1 menjelaskan tentang kelahiran Kain, sedang ayat 16 menjelaskan tentang kepergian Kain dari hadapan TUHAN.

Saya berpendapat bahwa fokus atau titik pusat dari perikop ini adalah pada ayat 8 dan 9. Alasan saya yang pertama adalah karena ketika kita baca dengan seksama maka terasa sekali bahwa semua ayat dari 1 sampai ayat ke 7, seakan berpuncak atau mencapai titik kulminasi di ayat 8 dan 9 ini. Sedangkan semua ayat dari 10 hingga 16 adalah hasil dari segala sesuatu yang terjadi di ayat 8 dan 9 tersebut.

Alasan saya yang kedua adalah karena jika kita baca, ayat 8 dan 9 ini, terasa sekali adanya interaksi yang intens di antara ketiga tokoh dalam perikop ini, yaitu antara Kain dan Habel, antara Habel dan TUHAN, serta antara TUHAN dan Kain. Tidak sulit untuk membayangkan seolah ada segitiga komunikasi di antara mereka semua. Kain membunuh Habel, Habel (melalui bahasa figuratif darah) berseru kepada TUHAN, maka TUHAN datang bertanya kepada Kain.

Alasan saya yang ketiga adalah karena tema dosa yang diungkapkan dalam ayat 8 dan 9 tersebut. Sehingga perikop ini terlihat sangat sesuai dari segi tema apabila dibandingkan dengan tema dari perikop atau pasal sebelumnya. Dalam Pasal 3 kita tahu bahwa tema utamanya adalah kejatuhan manusia ke dalam dosa. Dalam Pasal 4 ini, kita baca bahwa dosa Kain, keturunan Adam dan Hawa, mengalami peningkatan di dalam segi kekejaman dan ketidak perduliannya pada dosa tersebut.

Jika pada pasal 3 kita baca bahwa dosa Adam dan Hawa adalah tidak taat pada Allah dalam hubungan dengan makanan. Maka di dalam ayat 8 kita membaca bahwa Kain telah melakukan pembunuh terhadap seseorang. Dan bukan suatu kebetulan jika perikop ini menegaskan bahwa orang yang dibunuh tersebut adalah saudaranya sendiri. Ungkapan berkali-kali tentang hubungan saudara di antara Kain dan Habel jelas dimaksudkan oleh penulis Kitab ini untuk memperlihatkan suatu tingkat kekejian yang besar dari peristiwa pembunuhan tersebut.

Jika pada pasal 3 kita baca bahwa Adam dan Hawa merasa ketakutan kepada TUHAN setelah mereka melakukan dosa, maka pada pasal 4 ayat 9 kita lihat betapa tidak takutnya Kain. Ia bahkan terlihat menjawab seenaknya atau sekenanya saja tanpa ada rasa penyesalan ataupun  takut kepada Tuhan. Kain bahkan menganggap pembunuhan terhadap Habel adiknya itu sebagai sekedar lelucon saja.

Jika pada pasal 3 kita lihat bahwa Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa karena dibujuk oleh si Iblis. Maka pada pasal 4 ini, kita tidak melihat ada siapapun yang membujuk Kain untuk berbuat dosa. Ia sudah pada dirinya sendiri memiliki unsur dosa yang disalurkan lewat pembunuhan. Bahkan pada pasal 4 ini, kita melihat bahwa Allah sendiri sudah mencoba menghentikan Kain melalui nasihat agar ia tidak berbuat lebih jauh di dalam kejahatan. Tetapi bahkan nasihat Allah ini pun sama sekali tidak diindahkannya. Kejahatan Kain jelas sekali jauh lebih besar dari apa yang dilakukan oleh Adam dan Hawa.

Kemiripan kisah Kain dan Habel dengan kisah Adam dan Hawa
 
Meskipun ada beberapa perbedaan antara Pasal 3 dan Pasal 4, namun ada pula beberapa kemiripan di antara kisah Kain dan Habel dengan kisah Adam dan Hawa.

Kisah Adam dan Hawa diawali dengan nuansa positif yang penuh kebaikan. Kisah Kain dan Habel pun demikian. Kisah Adam dan Hawa melibatkan unsur Iblis yang mengawasi mereka. Kisah Kain dan Habel juga memperlihatkan adanya unsur kejahatan yang mengintip mereka. Kedua kisah tersebut juga mengungkapkan adanya peringatan pendahuluan dari Allah akan konsekuensi dosa sebelum tindakan berdosa itu dilakukan. Kisah Adam dan Hawa berpuncak pada dosa, kisah Kain dan Habel pun demikian. Kisah Adam dan Hawa berakhir dengan hukuman atau kutukan dan pengusiran mereka dari Taman Eden. Kisah Kain dan Habel pun berakhir dengan hukuman atau kutukan dan pengusiran atau kepergian Kain dari hadapan TUHAN.

Pembahasan atas ayat demi ayat:

4:1a Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain;

Kata “kemudian” dalam ayat ini menjelaskan bahwa kisah Kain dan Habel adalah kelanjutan dari kisah sebelumnya, yaitu kisah orang tua mereka, Adam dan Hawa. Dan karena kisah ini merupakan kelanjutan, maka sangat dimungkinkan jika kisah ini memiliki keterkaitan pula dalam hal tema yang dibahas di dalamnya dengan kisah Adam dan Hawa tersebut.

Jika keberadaan Adam dan Hawa di dunia ini berasal dari peristiwa-peristiwa yang tidak lazim (menurut ukuran kita sekarang), dimana Adam dibentuk dari tanah sedangkan Hawa dibentuk dari tulang rusuk Adam, maka keberadaan Kain dan Habel diawali dari peristiwa biologis yang (bagi pandangan kita saat ini) merupakan peristiwa yang sungguh-sungguh natural. Adam bersetubuh dengan Hawa untuk mendapatkan keturunan, sama seperti semua orang lain yang ada di dunia ini jika ingin mendapatkan keturunan dari darah daging mereka sendiri.

Persetubuhan yang terjadi antara Adam dan Hawa ini dapat kita lihat dari dua sisi. Pertama dari sisi fisik atau kedagingan manusia, Adam dan Hawa dilukiskan sebagai dua orang yang mengalami ketertarikan atau kebutuhan seks akan satu sama lain. Kedua dari sisi spiritual, kita tahu bahwa persetubuhan itu adalah suatu cara pula untuk mereka memenuhi mandat dari Tuhan ketika menciptakan mereka, yaitu agar mereka beranak cucu di muka bumi ini. Jadi kita lihat di sini bahwa pada mulanya seks pun diciptakan oleh Allah, untuk tujuan yang baik dan sesuai dengan rencana-Nya.

Perlu pula kita perhatikan bahwa manusia pertama yang lahir dari persetubuhan antara Adam dan Hawa terjadi setelah peristiwa kejatuhan ke dalam dosa, sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh keturunan yang lahir dari Adam dan Hawa ini pun pasti termasuk ke dalam kelompok manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Sehingga di dalam diri mereka, yaitu Kain dan Habel, telah ada bibit-bibit atau sifat-sifat keberdosaan manusia. Alkitab tidak mengindikasikan adanya keturunan Adam dan Hawa yang dilahirkan selama mereka berada di Taman Eden. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa Kain inilah manusia pertama yang lahir dari hasil persetubuhan tersebut. Terlihat jelas disini, bahwa penulis kitab Kejadian ingin memberi penegasan pada pembacanya bahwa semua manusia pada dasarnya adalah keturunan dari nenek moyang yang sudah jatuh ke dalam dosa.

4:1b maka kata perempuan itu: "Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN."
Perhatikan di sini bahwa Hawa merasa amat bersyukur dengan kehamilan dan kelahiran anak laki-lakinya tersebut. Meskipun Hawa telah jatuh ke dalam dosa, namun di dalam anugerah Tuhan, Hawa masih bisa melihat kelahiran tersebut sebagai hadiah atau pertolongan dari TUHAN.

[Baca juga: Sebuah kisah pembunuhan tragis atas nama agama. Klik disini ]
 
Selain itu, perlu kita ingat bahwa pada waktu tersebut Hawa adalah orang pertama yang menjadi saksi bagaimana proses kelahiran seorang manusia. Bagi kita di zaman sekarang, hal tersebut tentu merupakan sesuatu yang lumrah sekali, tetapi bagi Hawa hal tersebut sangat mungkin benar-benar terasa seperti melihat sebuah keajaiban. Hawa menyadari bahwa tanpa pertolongan dari TUHAN atau Yahweh maka tidak mungkin dirinya sebagai manusia yang telah jatuh ke dalam dosa itu dapat mengeluarkan atau menghasilkan atau seolah-olah “menciptakan” manusia yang baru. Ada rasa takjub di dalam kalimat tersebut dan juga rasa kagum.

Kalimat dari Hawa ini dapat pula kita pandang sebagai ucapan syukur dari Hawa kepada Tuhan, yang ia panggil dengan nama pribadi-Nya, karena sekalipun Tuhan sudah menghukum dia dengan rasa sakit bersalin, namun dia tetap selamat dan bayinya pun berhasil selamat. Selain itu, ucapan syukur Hawa juga sangat mungkin berkaitan erat dengan ucapan Tuhan sendiri kepada Hawa yaitu bahwa keturunan Hawa akan menghancurkan kepala si ular. Di dalam keterbatasannya sebagai manusia, Hawa mungkin mengira bahwa keturunannya yang pertama inilah yang akan menjadi penggenap dari janji Tuhan tersebut.

Dalam bahasa Ibrani perkataan Hawa adalah: קָנִ֥יתִי אִ֖ישׁ אֶת־ יְהוָֽה׃
Dibaca: Qaniti is et Yahweh.
Yang diterjemahkan: Aku telah mendapatkan seorang laki-laki dari Yahwe.

Tidak sedikit penafsir yang melihat ketekaitan antara Qaniti dalam kalimat ini dengan nama Kain sendiri, yang dalam bahasa aslinya tertulis Qayin (קַ֔יִן). Sehingga ada yang melihat bahwa arti dari nama Kain sendiri adalah “mendapatkan” atau acquire dalam bahasa Inggris. Sementara Gerhard Von Rad justru melihat bahwa nama Qayin itu sama artinya dengan tombak atau spear, sebagaimana tertulis di dalam 2 Sam 21:16 yang berbunyi: “Yisbi-Benob, yang termasuk keturunan raksasa--berat tombaknya tiga ratus syikal tembaga dan ia menyandang pedang yang baru--menyangka dapat menewaskan Daud.” Kata tombak dalam ayat tersebut adalah קֵינוֹ֙ (baca: qenow) yang memiliki kemiripan dengan nama Kain yang ditulis קַ֔יִן

Namun terlepas dari apa pendapat Von Rad tersebut, mayoritas penafsir sebenarnya saat ini masih belum dapat meyakini secara pasti apakah makna di balik nama Kain itu sendiri. Makna dari nama Kain bukan berasal dari arti nama tersebut, namun berasal dari ungkapan Hawa atas kelahiran Kain, sebagaimana dapat kita baca di dalam kalimat di atas.

Hal lain yang dapat kita perhatikan dari kalimat Hawa tersebut adalah bahwa sebenarnya istilah yang dipakai adalah “seorang laki-laki” (a man) untuk merujuk kepada Kain bukan memakai istilah “anak laki-laki” sebagaimana yang digunakan oleh LAI (dalam bahasa Ibrani, anak laki-laki adalah דיֶלֶ yang dibaca: yeled) . Hal ini mungkin sekali karena Hawa melihat bayi itu bukan terutama dalam kondisinya sebagai bayi, tetapi terutama dalam statusnya sebagai wakil dari umat manusia yang telah menjadi pengharapan baru, setelah kejatuhan Adam dan Hawa sendiri.

4:2 Selanjutnya dilahirkannyalah Habel, adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani.
Berbeda dengan Kain yang kelahirannya dituturkan secara lebih lengkap dengan memasukkan informasi mengenai betapa bersyukurnya orang tua Kain atas pertolongan Tuhan, kelahiran Habel dituturkan dengan sangat singkat. Tidak ada penjelasan tambahan selain bahwa ia disebut sebagai adik Kain. Hal ini semakin menguatkan dugaan kita bahwa tokoh sentral dari perikop ini memang adalah Kain, bukan Habel.

[Baca juga: Makna kelahiran Habel. Klik disini]
 
Adapun penyebutan “adik Kain” dalam kalimat tersebut, dapat dilihat sebagai suatu penegasan atau kontras atau dapat pula berupa ironi untuk menjelaskan betapa buruknya pembunuhan yang dilakukan Kain kepada adiknya itu.

Nama Habel atau הָ֑בֶל (dibaca Hebel, bukan Habel) sendiri di dalam bahasa Ibrani memiliki arti yang kurang menarik yaitu “tindakan yang kosong” (to act emptily) atau “sia-sia” (vain). Tidak ada penjelasan yang rinci mengenai mengapa Hawa memberi nama adik Kain dengan nama yang memiliki arti sedemikian menyedihkan. Ada penafsir yang menduga bahwa nama Habel di berikan karena kisah hidupnya yang memang seolah-olah menyedihkan. Habel mati dengan cara yang mengerikan yaitu dibunuh oleh saudaranya sendiri. Selain itu, Habel juga tidak pernah disebutkan sebagai memiliki keturunan sebelum ia mati dibunuh. Akan tetapi bagi saya dugaan ini kurang tepat sebab bagaimana sang orang tua bisa mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi dimasa mendatang? Tentu saja bayi diberi nama pada saat ia lahir. Jika nama Habel diberikan karena melihat segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, maka bukankah seolah-olah nama itu diberi setelah yang bersangkutan sendiri meninggal? Tentu saja hal ini akan aneh sekali. Atau hal ini akan menimbulkan dugaan bahwa Habel bukanlah tokoh yang benar-benar hidup melainkan seorang tokoh rekayasa dari penulis Kitab Kejadian saja.
 
Saya sendiri berpendapat bahwa Habel bukanlah tokoh rekaan seorang penulis melainkan nama dari seorang manusia yang benar-benar pernah hidup di dunia. Nama tersebut adalah memang merupakan nama yang diberikan oleh orang tuanya ketika ia lahir. Adapun dugaan tentang mengapa ia diberi nama Habel, yaitu bahwa mungkin sekali orang tua Habel telah merasa putus asa setelah melihat tingkah pola Kain kakaknya yang ternyata tidak seperti yang diharapkan semula. Mungkin dalam kondisi perasaan negatif semacam itulah, Adam atau Hawa memberi nama bayi mereka yang kedua. Namun hal inipun sebenarnya hanya sebatas dugaan saja dan belum dapat dipastikan kebenarannya. Satu hal yang dapat kita tarik kesimpulan dari hal ini setidaknya adalah bahwa penulis kitab Kejadian tidak menganggap hal tersebut penting untuk diketahui. Apa yang terjadi pada Habel itulah yang barangkali jauh lebih penting untuk disimak oleh para pembacanya.

Terlihat jelas bahwa penulis Kitab Kejadian lebih mengarahkan pembacanya untuk melihat pekerjaan dari Kain dan Habel, sebab pertama, pekerjaan tersebut memiliki kaitan dengan kisah sebelumnya, yaitu kisah Penciptaan. Kedua, melalui pekerjaan itulah Kain dan Habel mengalami interaksi dengan Tuhan.

Habel dilukiskan sebagai gembala kambing sedangkan Kain menjadi petani. Jika kita baca kembali kisah Penciptaan, kita akan melihat bahwa kedua pekerjaan tersebut sebenarnya juga merupakan wujud nyata dari perintah Tuhan kepada Adam dan Hawa yaitu untuk mengelola bumi ciptaan Tuhan ini dan untuk berkuasa atas binatang-binatang ciptaan Tuhan.

[Baca juga: Arti penting pekerjaan manusia di hadapan Tuhan. Klik disini]

Saya yakin bahwa disini penulis Kitab Kejadian tidak bermaksud untuk membeda-bedakan mana pekerjaan yang lebih penting dan mana pekerjaan yang kurang penting. Kedua pekerjaan tersebut adalah sama-sama merupakan mandat dari Tuhan dalam mengelola ciptaan-Nya. Dan melalui kedua pekerjaan tersebut Kain dan Habel memiliki kesempatan yang sama untuk memuliakan Tuhan. Singkatnya, menjadi gembala kambing ataupun menjadi petani, hal itu sama spiritualnya.

4:3 Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan;
Penulis Kitab Kejadian tidak merinci tentang berapa lama waktu yang dimaksudkan tersebut. Agaknya hal tersebut bukan fokus yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembacanya. Fokus penulis di sini adalah apa yang Kain akan lakukan. Yang pasti, periode waktu tersebut berakhir di masa ketika Kain sudah siap mempersembahkan hasil dari tanahnya, yang dapat pula berarti terjadi pada akhir masa panen.

Sebagai seorang petani, tentu Kain memperoleh hasil dari tanah yang ia kelola tersebut. Dan di sini kita lihat Kain mempersembahkan hasil yang ia peroleh tersebut kepada Tuhan. Sangat mungkin sekali praktik penyembahan semacam ini diajarkan oleh orang tua Kain, yaitu Adam dan Hawa. Kita tidak membaca praktik semacam ini dilakukan pada pasal-pasal sebelum Pasal 4, tetapi kita dapat menduga bahwa Kain belajar hal tersebut dari orang tuanya dan sangat mungkin bahwa Tuhan sendirilah yang mula-mula mengajarkan hal tersebut kepada Adam dan Hawa.

Dalam bahasa aslinya tertulis demikian:
וָֽיָּבֵ֨א קַ֜יִןוַ מִפְּרִ֧י הָֽאֲדָמָ֛ה מִנְחָ֖ה לַֽיהוָֽה׃
Yang dibaca: Wayyabe Qayin miperi ha adamah minechah leYahweh
Diterjemahkan menjadi: Dan Kain membawa buah dari tanah persembahan kepada Yahwe.

Dari kalimat ini saja, kita mungkin tidak akan mendapatkan adanya permasalahan di dalam diri Kain. Bahkan dari tinjauan sementara, kita dapat memperoleh kesimpulan bahwa Kain adalah orang yang melakukan pula ritual persembahan kepada Yahwe sebagai bentuk hubungan dia dengan sosok yang Ilahi. Mungkin dari sini kita dapat melihat bagaimana profil keluarga yang pertama ada di bumi dalam menjalankan ibadahnya kepada Tuhan.

4:4 Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu,
Pada saat yang (diperkirakan) bersamaan dengan persembahan yang diberikan oleh Kain, Habel pun memberikan persembahannya kepada Tuhan. Namun berbeda dengan persembahan Kain, persembahan Habel berasal dari binatang, bukan dari tanah. Hal ini tentu saja wajar, mengingat Habel sendiri adalah seorang gembala kambing.

Bukan dari jenisnya saja persembahan Habel dan Kain berbeda, Alkitab melukiskan bahwa persembahan Habel adalah anak sulung kambing dan lemak-lemaknya. Sedangkan persembahan Kain hanya disebutkan buah dari tanah saja. Ada penjelasan yang lebih banyak terhadap persembahan Habel ini dibandingkan dengan persembahan dari Kain. Persembahan Habel diberi penjelasan yang mengindikasi bahwa persembahan tersebut memiliki nilai kualitatif yang lebih tinggi dibandingkan persembahan Kain.

Ini berbanding terbalik dengan penjelasan atas kelahiran mereka. Pada waktu mereka dilahirkan, Kain dijelaskan secara lebih banyak dari Habel. Tetapi pada saat mereka mempersembahkan sesuatu, persembahan Habel dijelaskan lebih banyak dari persembahan Kain.

Mengapa perbedaan ini menjadi penting? Hal ini menjadi penting, karena selain adanya penjelasan atas jenis dan kualitas dari persembahan Habel tersebut, ada pula penjelasan mengenai respon Allah terhadap persembahan tersebut. Dan respon yang diberikan oleh Allah, dalam hal ini disebut dengan nama-Nya yaitu Yahwe, adalah positif. Yahwe mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu. Ini suatu kalimat yang sangat penting yang ingin disampaikan oleh penulis kitab Kejadian kepada pembacanya. [Baca juga: Mengapa Tuhan menerima persembahan Habel tetapi menolak persembahan Kain? Klik disini]

Penulis kitab Kejadian ingin agar pembaca mengetahui bahwa Habel, yang namanya berarti sia-sia itu, yang kelahirannya mungkin tidak dianggap penting itu, ternyata diperkenan oleh Yahwe sendiri atas dasar persembahan yang ia berikan. Secara langsung atau tidak langsung, sang penulis ingin menyampaikan pula bahwa cara manusia memandang seseorang bisa sangat berbeda dengan cara Tuhan memandang. Apa yang manusia anggap penting, dapat saja tidak penting bagi Tuhan, demikian pula sebaliknya.

4:5 tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.
Bagaimana Habel dan Kain dapat mengetahui persembahan siapa yang diindahkan dan persembahan siapa yang tidak diindahkan, tidak ada suatu keterangan yang diberikan oleh penulis Kitab Kejadian. Namun ada seorang Yahudi bernama Theodotion yang tinggal di Efesus pada sekitar tahun 150 M. Ia menguasai budaya Helenisme dan turut menterjemahkan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani dan dalam penerjemahannya terhadap Kejadian 4:4 dan 5 ini, Theodotion menerjemahkan kata diindahkan dengan istilah epurisen yang berarti ”He burnt” atau “Ia membakar.” Dari sini kita dapat memperkirakan atau membuat dugaan yang mungkin lebih mendekati kebenaran yaitu bahwa Habel dan Kain dapat mengetahui perkenanan Allah atas persembahan mereka melalui terbakar atau tidak terbakarnya persembahan tersebut.

Berbeda dengan Habel, Kain justru tidak mendapat perhatian dari Yahwe, baik dirinya maupun persembahannya. Banyak penafsir yang mengatakan hal ini disebabkan karena persembahan Habel lebih dianggap sebagai pengorbanan sejati dimana seekor binatang harus dikorbankan dan mati mengalirkan darah. Sementara persembahan Kain tidak berupa sesuatu yang mengalirkan darah. Saya pribadi tidak setuju dengan hal ini. Kain seorang petani, hasil dari pekerjaannya memang berupa hasil tanaman, bagaimana mungkin kita berharap akan ada darah yang keluar dari tanaman tersebut? Jika kita berpandangan soal ada atau tidak adanya darah sebagai dasar perkenanan Tuhan, maka tanpa sadar kita ingin mengatakan bahwa pekerjaan Kain sudah salah sejak semula. Padahal berdasarkan teks-teks yang kita baca sejak Kejadian Pasal 1 hingga Pasal 3, Allah tidak pernah mempermasalahkan soal pekerjaan sebagai pengelola tanah tersebut. Komentar Allah tentang pekerjaan yang berhubungan dengan tanah adalah bahwa semenjak manusia jatuh ke dalam dosa maka tanah itu kini tidak akan mudah lagi untuk dikelola karena semak dan duri akan turut keluar dari tanaman yang manusia usahakan.

Jika bukan karena faktor darah, lalu karena apa?

Berdasarkan teks yang disampaikan oleh penulis Kitab Kejadian, kita dapat menyimpulkan bahwa kualitas persembahan Habel lebih baik daripada kualitas persembahan Kain. Sementara Kain mempersembahkan buah dari tanah, yang tidak diberi keterangan apa-apa oleh penulis Kitab, Habel justru memberikan persembahan yang terbaik untuk Tuhan, yang dijelaskan oleh penulis Kitab dengan ungkapan “anak sulung kambing domba yaitu lemak-lemaknya.” (Sebetulnya lebih tepat jika diterjemahkan “anak sulung kambing domba beserta lemaknya”)

Dalam bahasa aslinya tertulis demikian:
וְהֶ֨בֶל הֵבִ֥יא גַם־ה֛וּא מִבְּכֹרֹ֥ות צֹאנֹ֖ו וּמֵֽחֶלְבֵהֶ֑ן    
Di Baca: WaHebel hebe gam-hu mibekorot zonow umechelebehen
Yang diterjemahkan menjadi: Dan Habel membawa pula yang sulung dari ternaknya dan lemaknya (dapat pula diterjemahkan: yang sulung dari ternaknya dan yang tambun/gemuk)

Persembahan Kain tidak diindahkan Tuhan karena Kain tidak memberi yang terbaik, sedangkan persembahan Habel diindahkan Tuhan karena Habel telah memberikan yang terbaik untuk Tuhan. Inilah pesan yang ingin disampaikan oleh penulis Kitab Kejadian pada bagian ini.

Secara khusus, penulis Kitab Kejadian menggambarkan bagaimana suasana hati Kain, yaitu menjadi sangat panas dan mukanya menjadi muram. [Baca juga: Mengapa Kain menjadi marah kepada Habel? Klik disini]

Bahasa aslinya adalah:
וַיִּ֤חַר לְקַ֙יִן֙ מְאֹ֔ד
Dibaca: Wayihar leQayin meod
Yang berarti: Dan Kain menjadi sangat marah
Atau dapat pula diterjemahkan: Dan Kain menjadi sangat terbakar (oleh amarah)

Ditinjau dari sudut pandang kita sebagai manusia, rasanya kita bisa berkata bahwa hal ini wajar. Bagaimana mungkin seseorang dapat merasa gembira ketika melihat orang lain memperoleh pengakuan yang baik sementara diri kita sendiri tidak diakui bukan? Apalagi pengakuan tersebut datang dari Allah sendiri.

Tetapi disini, kita diajak melihat bahwa kemarahan hati Kain yang tidak merasa dihargai oleh Tuhan itu sebetulnya berawal dari diri Kain sendiri yang lebih dulu tidak menghargai Tuhan.

Penulis Kitab Kejadian ingin melukiskan pada kita sebuah gambaran dari seorang manusia, atau keturunan manusia, yang telah jatuh ke dalam dosa. Kain tidak menghargai Tuhan, lalu menjadi marah kepada Tuhan karena Tuhan menghargai Habel yang dari perbuatannya terbukti telah menghargai Tuhan. Bukankah hal itu cukup mengerikan apabila kita renungkan?

Bahwa Kain tidak menghargai Tuhan saja sudah merupakan suatu kesalahan, kini lebih lagi ketika Kain merasa marah kepada orang yang menghargai Tuhan lebih daripada dirinya, bukankah itu berarti kesalahannya justru menjadi bertambah? Alih-alih ia merasa malu atau menyesal atau bahkan bertobat, Kain justru menjadi marah. Dan bukankah lebih baik jika Kain marah kepada dirinya sendiri atas keteledoran tersebut? Sebentar lagi kita akan tahu bahwa ia bukan marah pada dirinya sendiri, melainkan justru marah kepada adiknya, dan sangat mungkin bahwa sebenarnya ia juga marah kepada Tuhan.

Penulis Kitab Kejadian ingin kita mengerti, bahwa orang yang sudah jatuh ke dalam dosa bukan saja gagal melihat siapa sebenarnya Tuhan, tetapi mereka juga bahkan gagal dalam melihat siapa sebenarnya dirinya sendiri.

4:6 Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?
Inilah pertama kali akhirnya Tuhan membuka suara untuk berbicara kepada Kain. Penulis Kejadian tidak merincikan dengan cara apa Tuhan berbicara, apakah secara langsung? Apakah melalui nasihat orang tuanya? Melalui mimpi? Ataukah melalui suara hati dari Kain sendiri?

Saya sendiri berpendapat bahwa dalam bagian ini, Tuhan berbicara secara langsung kepada Kain. Alasan saya yang pertama adalah karena Tuhan sudah pernah melakukan pembicaraan secara langsung kepada Adam dan Hawa. Mengapa sulit untuk membayangkan bahwa Tuhan juga akan berbicara langsung kepada Kain.

Alasan saya yang kedua adalah karena sejak kisah ini bergulir, Adam dan Hawa sama sekali tidak muncul ke dalam kisah. Penulis Kejadian tidak menghadirkan mereka secara langsung sama sekali. Hanya jejak-jejak mereka saja yang terlihat misalnya dari bagaimana mereka berespon atas kelahiran bayi, bagaimana mereka menamai anak-anak mereka dan bagaimana mereka (mungkin sekali) mengajarkan cara beribadah kepada Tuhan. Namun dari semua jejak-jejak orang tua di dalam diri pribadi anak-anak ini, penulis Kejadian telah menunjukkan bahwa mereka telah gagal membentuk salah seorang anak mereka itu. Sehingga rasanya agak kurang cocok jika pada bagian ini kita berpikir bahwa mereka memberi nasihat kepada anak mereka.

Alasan ketiga adalah cara penulis menyampaikan pertanyaan Tuhan kepada Kain pun cukup unik dan tidak bisa dilepaskan dari cara penulis menggambarkan tokoh-tokoh sebelumnya dalam hal mengajukan pertanyaan. Dalam Pasal 3 misalnya, kita melihat Iblis bertanya kepada Hawa melalui media ular dengan tujuan untuk menjatuhkan Hawa ke dalam dosa. Maka dalam pasal 4 ini sebagai kontrasnya, kita melihat Allah bertanya kepada Kain tanpa media makhluk lain untuk tujuan menghentikan (mencegah) Kain dari perbuatan yang lebih buruk lagi.

Memperlihatkan kontras antara satu bagian dengan bagian lain dari Alkitab adalah hal yang cukup sering terjadi di Alkitab, apalagi di Perjanjian Lama. Jika Iblis berbicara secara tidak langsung kepada Hawa, maka sangat mungkin di bagian ini Allah berbicara secara langsung kepada Kain. Jika Iblis ingin menjatuhkan Hawa, maka pada bagian ini Allah ingin mencegah Kain dari kejatuhan yang lebih dalam. Kontras bukan? [Baca juga: Apa yang Tuhan katakan kepada Kain sebelum pembunuhan itu terjadi? Dan mengapa? Klik disini]

Sangat menarik jika kita memperhatikan pula isi dari pertanyaan Tuhan kepada Kain. Pertanyaan tersebut tentu bukan pertanyaan yang timbul akibat ketidaktahuan. Allah Mahatahu, Ia tidak bertanya sesuatu karena Ia tidak tahu. Pertanyaan Tuhan kepada Kain lebih merupakan nasihat kepada Kain untuk introspeksi diri. Hal ini mengingatkan kita pada pertanyaan Tuhan kepada Adam “Dimanakah engkau Adam?” Pertanyaan yang pada dasarnya juga merupakan pertanyaan introspeksi untuk Adam.

Isi dari pertanyaan itu dalam bahasa aslinya adalah:
לָ֚מָּה חָ֣רָה לָ֔ךְ וְלָ֖מָּה נָפְל֥וּ פָנֶֽיךָ׃
Dibaca: Lammah charah lak. Walammah naphelu paneka
Yang diterjemahkan: Mengapa engkau terbakar (oleh amarah)? Dan mengapa wajahmu jatuh?

Istilah “wajah jatuh “memang bukan istilah yang kita kenal sehari-hari. Dalam bahasa Indonesia istilah ini diterjemahkan menjadi wajah yang muram. Tetapi istilah jatuh yang dipakai disini sengaja saya tampilkan untuk memperlihatkan semacam hubungan timbal balik dalam kata-kata. Karena amarah naik, maka wajah turun (jatuh). Mungkin nuansa dari kalimat ini akan lebih jelas jika kita baca kelanjutan dari kalimat Tuhan kepada Kain.

4:7a Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?
Dalam bahasa aslinya:
הֲל֤וֹא אִם־טִיתֵּיב֙ שְׂאֵ֔ת
Dibaca: Halow im-teytiv seet
Diterjemahkan: Tidakkah engkau, jika engkau melakukan yang baik, akan naik? (wajahnya)

Jadi saya sengaja menerjemahkan secara agak harafiah dari kata-kata tersebut agar nuansa kata-katanya lebih terlihat. Jika engkau naik dalam amarah, wajahmu jatuh (turun). Jika engkau berbuat baik, wajahmu naik. Memang terdengar agak aneh jika dibaca menurut pengertian kita orang Indonesia, tetapi itulah yang coba disampaikan oleh penulis yaitu bahwa kebahagiaan Kain terletak dari perbuatannya sendiri. Ia tidak bahagia, karena hatinya sedang marah. Padahal jika ia berbuat baik maka tentu ia akan merasa bahagia.

Saya mencoba mencari tahu bagaimana seorang Yahudi sendiri memahami kalimat ini. Dan rupanya di dalam Kitab Targum (semacam kitab kamus yang berisi penjelasan atas bahasa Ibrani Alkitab ke dalam bahasa Aramaik sehari-hari) ada penjelasan mengenai kalimat tersebut yaitu demikian: “Tidakkah jika engkau memperbaiki kelakuanmu, engkau akan diampuni?”

Jadi kita sekarang sudah memiliki dua macam terjemahan yaitu terjemahan harafiah yang memperlihatkan semacam pertukaran kata-kata (wajah jatuh dan wajah naik). Dan terjemahan ke dalam bahasa pengertian orang Yahudi sehari-hari. Semoga kedua terjemahan tersebut dapat memperkaya pengertian kita.

4:7b Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya."
“Tetapi jika engkau tidak berbuat baik,” dalam bahasa aslinya:
וְאִם֙ לֹ֣א תֵיטִ֔יב
Dibaca: Weim lo tetiv
Diterjemahkan: Dan/tetapi jika tidak engkau melakukan yang baik
Atau jika menurut Targum: Dan jika engkau tidak memperbaiki kelakuanmu.

“Dosa sudah mengintip di depan pintu,” dalam bahasa aslinya:
לַפֶּ֖תַח חַטָּ֣את רֹבֵ֑ץ
Dibaca: Lapetah chattat rove
Diterjemahkan: Di pintu masuk dosa sedang berjongkok (berbaring).
Menurut Targum: Di pintu masuk liang kubur dosa sedang berbaring.

“Ia sangat menggoda engkau,” dalam bahasa aslinya:
וְאֵלֶ֙יךָ֙ תְּשׁ֣וּקָת֔וֹ
Dibaca: Wa eleika tesuqatow
Diterjemahkan: Dan terhadap keinginannya
Targum menerjemahkan sama seperti di atas, dengan tambahan keterangan: keinginan dosa yang bersifat konstan adalah agar engkau terjatuh.

“tetapi engkau harus berkuasa atasnya” dalam bahasa aslinya:
וְאַתָּ֖ה תִּמְשָׁל־ בּֽוֹ׃
Dibaca: Weatah timshal-bow
Diterjemahkan: sama seperti Alkitab LAI kita.

Bagian ini terus terang memang agak sulit kita pahami karena mengandung perkataan-perkataan yang rasanya sangat tidak umum bagi kita. Itu sebabnya saya berusaha menjelaskan dan menterjemahkan secara satu frasa demi satu frasa. Dan apabila kita baca kembali kalimat di atas maka barangkali secara bahasa sehari-hari kalimat tersebut dapat saya coba terjemahkan menjadi: “Mengapa engkau terbakar oleh amarah dan merasa tidak bahagia? Jika engkau memperbaiki kelakuanmu tentu engkau akan merasa bahagia. Tetapi jika engkau tidak memperbaiki kelakuanmu, maka ketahuilah bahwa dosa senantiasa menunggu engkau di depan pintu kuburmu dan ia sangat menginginkan engkau jatuh, dan engkau bertanggungjawab untuk mengalahkan keinginannya itu.”

Dari bagian ini kita belajar bahwa Allah menasihati Kain tentang:
  • Kegusarannya yang amat sangat itu adalah akibat ulahnya sendiri, bukan karena ulah adiknya, bukan pula karena Tuhan.
  • Jika ia tidak segera memperbaiki sikap, maka ia akan terjerat dosa yang lebih besar lagi.
  • Dan apakah dirinya akan terjerat dosa atau tidak terjerat, semua itu adalah tanggung jawab pribadinya sendiri.
4:8 Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke padang." Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia.
Dari kalimat ini penulis Kitab Kejadian ingin menunjukkan betapa mengerikannya kondisi spiritual seorang yang telah jatuh ke dalam dosa. Dalam ayat sebelumnya kita lihat bagaimana Allah mengajukan pertanyaan lalu setelah itu berpanjang-panjang lebar pula menasihati dan memperingatkan Kain. Dan apakah jawaban Kain atas nasihat tersebut? Tidak ada jawaban apa-apa sama sekali.

Kain sudah sangat amat tidak perduli lagi kepada Tuhan, sehingga ketika Tuhan berfirman pun Kain tidak mendengar. Bahkan ketika Tuhan mengajukan pertanyaan pun, Kain tidak menjawab sama sekali. Ini tentu berbeda dengan Adam dan Hawa ketika jatuh ke dalam dosa. Ketika Tuhan bertanya, Adam menjawab (walaupun jawabannya keliru). [Baca juga: Janganlah hendaknya kita mempersalahkan Tuhan. Klik disini]

Tuhan berfirman kepada Kain.
Kain berkata kepada Habel.
Tidak ada komunikasi sama sekali antara Kain dengan Tuhan. Begitu dingin. Sekaligus begitu panasnya terbakar oleh amarah.

Sesuai dengan nasihat dan peringatan dari Tuhan, Kain membiarkan dosa yang sudah menunggu di depan pintu itu untuk mengambil alih kendali atas dirinya. Kain meluapkan kemarahannya itu kepada adiknya bahkan tanpa peringatan sama sekali.

Habel tidak tahu bahwa ajakan ke padang itu bukanlah dalam rangka meningkatkan quality time dengan kakaknya. Perjalanan itu bukanlah perjalanan persahabatan atau persaudaraan, melainkan perjalanan kematian melalui cara kekerasan. Ini adalah kekerasan yang sungguh biadab, sebab Habel bahkan tidak diajak bertarung secara jantan oleh sang kakak. Penyerangan yang dilakukan Kain begitu tiba-tiba, tanpa peringatan, tanpa peraturan, sehingga Habel pun tidak memiliki persiapan apa-apa dalam menghadapi serangan tersebut. Dan karena itu, matilah ia terbunuh secara menyedihkan.

Inilah puncak dari kisah Kain dan Habel di mana dosa yang pertama dimulai oleh Adam dan Hawa, sudah berubah menjadi sangat ganas dalam kurun waktu yang berbeda satu generasi saja. Inilah kondisi kematian yang Tuhan katakan kepada Adam sebelum ia memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat itu. Ketika manusia ingin memutuskan sendiri apa yang baik dan apa yang jahat bagi dirinya, manusia akan mendapati bahwa keputusan mereka pada dasarnya memiliki kecenderungan yang jahat semata-mata. Mereka tidak berkuasa melawan dosa yang menarik mereka ke dalam perbuatan yang lebih jahat. Dan karena mereka tidak berkuasa, maka mereka disebut sebagai telah mati bagi diri sendiri dan hidup di bawah kuasa dosa.


4:9 Firman TUHAN kepada Kain: "Di mana Habel, adikmu itu?" Jawabnya: "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?"
Tuhan tidak menyerah walaupun telah dianggap sepi oleh Kain sebelumnya. Tuhan kembali membuka pembicaraan. Saya melihat sebuah pesan di sini, yaitu bahwa penulis Kitab Kejadian ingin pembacanya mengerti bahwa Tuhan adalah Pribadi yang berkomunikasi. Dia tidak diam, sekalipun manusia mendiamkan dan tidak memperdulikan Dia. Dia terus menyapa, menegur, menasihati dan mencoba berkomunikasi dengan manusia yang berdosa.

Pertanyaan Tuhan kepada Kain juga bukan merupakan pertanyaan yang didasarkan pada  kekurangpengetahuan. Tuhan ingin menguji Kain. Dan disini, penulis Kitab Kejadian mengungkapkan betapa Kain telah menjadi sedemikian tidak perdulinya pada apa yang dia perbuat. Ketika Adam jatuh ke dalam dosa, Adam dan Hawa merasa takut sehingga bersembunyi dari Tuhan. Ketika Kain melakukan pembunuhan, dia menganggap hal itu sebagai lelucon saja.

Kain tentu berbohong pada Tuhan ketika ia mengatakan tidak tahu. Bukankah lebih baik jika ia mengaku bersalah saja? Kain bertingkah seolah-olah Tuhan adalah Pribadi yang dapat dibohongi. Agaknya bukan saja hati Kain yang telah menjadi gelap, melainkan pikirannya pun telah menjadi gelap gulita. [Baca juga: Hukuman Allah terhadap Kain. Klik disini]

Lebih dari itu, Kain malah kemudian mengejek Tuhan ketika ia balik bertanya “Apakah aku penjaga adikku?” Tentu sudah selayaknya Kain sebagai kakak juga bertindak sebagai penjaga. Namun dalam hal ini ia tidak menjaga sang adik, melainkan justru menjagalnya.

Penulis Kitab Kejadian telah berhasil membawa pembacanya melihat bagaimana dosa mula-mula yang barangkali “terlihat sederhana” kini telah berkembang sedemikian mengerikan dalam kurun waktu yang tidak lama (satu generasi kemudian).

4:10 Firman-Nya: "Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah.
Pertanyaan Tuhan kepada Kain, persis dengan pertanyaan Tuhan kepada Hawa ketika ia jatuh ke dalam dosa. Dan pertanyaan ini juga bukan merupakan pertanyaan yang meminta informasi dari yang ditanya. Pertanyaan ini lebih merupakan sebuah penyesalan atau kekecewaan yang mendalam atas buruknya keadaan pada waktu itu. Dan sang penanya meminta sang pelaku untuk merenungkan konsekuensi buruk yang akan segera datang akibat perbuatannya tersebut.

Darah yang berteriak dalam kalimat ini tentu saja merupakan bahasa figuratif untuk menggambarkan bahwa orang yang mati terbunuh itu keberadaanya tidak begitu saja hilang tanpa jejak. Orang tersebut masih ada dalam wujud yang tidak terlihat dan orang tersebut bahkan bisa datang kepada Allah untuk meminta bantuan-Nya. Sekaligus ungkapan “darah” di sini adalah untuk mengajarkan sebuah analogi bahwa jiwa dari makhluk hidup (bersifat spiritual) ada di dalam darahnya (bersifat fisikal).

Kata berteriak di sini adalah untuk melukiskan betapa kerasnya atau betapa urgent-nya permohonan akan pertolongan tersebut. Sang korban bukan berbisik malu-malu pada Allah melainkan berteriak karena sadar bahwa ia telah diperlakukan secara tidak adil dan ia yakin bahwa Allah adalah sumber segala keadilan yang pasti akan melakukan tindakan yang sewajarnya sebagai Allah yang adil. Dan Allah Yang Mahaadil tidak mungkin tidak mendengar atau gagal dalam memperhatikan permohonan tersebut.
 
Jadi walaupun sang korban sudah tiada di dunia ini, bukan berarti ketidakadilan yang ia terima akan sama sekali sirna atau tak terperhatikan dari dunia. Walaupun nama Habel berarti sia-sia, walaupun hidup Habel terlihat seperti sia-sia, tetapi di hadapan Allah seruan keadilan Habel tidak akan sia-sia.

4:11 Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu.
Dosa selalu membawa konsekuensi kutukan. Kain dibuang jauh dari tempat ia tinggal, dari tempat ia bekerja dan sekaligus dari tempat di mana ia membunuh adiknya.

Kain adalah orang pertama yang dikutuk oleh Allah. Dalam peristiwa kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa, yang mendapat kutukan adalah ular dan juga tanah, tetapi tidak kepada Adam dan Hawa sendiri. [Baca juga: Siapakah yang akan membunuh Kain sehingga ia begitu takut? Klik disini]

“Terbuang jauh dari tanah” di sini dapat dipahami secara dua arti, secara fisik, bagi Kain tidak akan tempat tinggal yang tetap yang akan menerima dia sebagai bagian dari tempat itu. Secara spiritual, bagi Kain tidak akan ada tempat berisitirahat. Jiwanya adalah jiwa yang tertolak, hilang, tidak terlindungi dan tidak mungkin beristirahat dengan tenang lagi.

Hal ini tentu saja berbeda dengan Habel, suara teriakannya diterima oleh Allah sekaligus menunjukkan bahwa Allah sendiri yang menjadi pembela bagi Habel, dan tanah tempat ia dibunuh pun menerima dia. Sekali lagi disini kita lihat sebuah bahasa figuratif untuk menunjukkan bahwa bagi Habel ada tempat peristirahatan yang tenang.

4:12 Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi."
Pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa, Adam diusir dari Taman Eden untuk mengusahakan tanah. Jadi setidaknya masih ada sebuah tempat yang menerima dia, yang menjadi tempat perlindungan dan tempat ia beristirahat. (Sekaligus penegasan bahwa pertanian bukanlah pekerjaan yang dibenci Tuhan.)

Kini pada saat Kain jatuh ke dalam dosa, Kain bahkan diusir dari tanah tempat ia bekerja. Ia harus lari dan mengembara di bumi ini. Sehingga kita dapat lihat bahwa bukan saja kadar dosa yang mengalami peningkatan di dalam Pasal 4 ini, melainkan kadar hukuman pun mengalami peningkatan.

4:13 Kata Kain kepada TUHAN: "Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung.
Akhirnya Kain menyampaikan sesuatu kepada Tuhan yang mungkin dapat dikatakan mendekati kebenaran. Sebelumnya Kain berkata-kata kepada Tuhan dengan sikap yang congkak dan sesuka hatinya saja. Kini setelah menyadari hukuman yang harus ia tanggung, barulah Kain dapat menyampaikan isi hatinya yang sebenarnya.

Hukuman atas dosa memang amat besar jika dipandang dari sudut pandang manusia itu sendiri. Tetapi sesungguhnya, dengan ukuran apakah kita menetapkan mana yang lebih besar dan mana yang sesuai? Sebagai manusia Kain tidak menyadari bahwa dosa yang ia lakukan adalah dosa yang sangat besar sehingga hukuman yang harus ia tanggung pun terlihat amat besar.

Perlu dicatat disini bahwa di dalam kalimat ini pun Kain sama sekali tidak menyampaikan rasa penyesalan atau memohon pengampunan. Ia hanya mengeluh karena hukuman yang dianggap terlalu berat sekaligus barangkali hal itu merupakan kritikan kepada sikap Tuhan yang dipandangnya telah berlaku kurang adil kepadanya.

4:14 Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku akan tersembunyi dari hadapan-Mu, seorang pelarian dan pengembara di bumi; maka barangsiapa yang akan bertemu dengan aku, tentulah akan membunuh aku."
Kain mengulang hukuman kepada dirinya sesuai dengan yang dikatakan oleh Tuhan kepadanya, sambil menambahkan sebuah frasa tentang semacam ketakutannya akan orang lain yang ia temui yang diyakininya akan membunuh dia.

Ini kalimat yang cukup sering jadi pertanyaan, karena apabila kita baca kisah ini dari Kejadian 1 hingga Kejadian 4, maka terkesan bahwa pada saat itu belum ada orang lain selain Kain, Adam dan Hawa. Jika demikian, lalu siapakah yang akan membunuh Kain?

Kemungkinan yang paling besar adalah Adam atau Hawa sendiri yang membalas kematian anak mereka itu. Kemungkinan yang lain adalah bahwa kisah ini memang tidak ditulis dalam time frame yang dapat dengan mudah kita ukur. Penulis Kitab Kejadian tidak merincikan berapa tahunnya kejadian pembunuhan ini terjadi sejak Adam dan Hawa memiliki anak pertama mereka? Mungkin saja sementara kisah ini bergulir dan menjadi fokus utama sang penulis Kitab, Adam dan Hawa sudah memiliki anak-anak lain yang tidak dikisahkan secara khusus. Sehingga saudara-saudara Kain yang lain itulah yang akan turut membalaskan kematian Habel.

Kemungkinan yang lain lagi adalah bahwa Kain melihat potensi di masa depan, yaitu ketika keturunan Adam sudah menjadi semakin banyak. Dalam perasaan berdosa yang coba ditutup erat-erat, agaknya Kain tidak bisa menghindar dari perasaan takut terhadap hukuman yang akan menimpa dia, sekalipun hal itu belum dan belum tentu terjadi.

4:15 Firman TUHAN kepadanya: "Sekali-kali tidak! Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat." Kemudian TUHAN menaruh tanda pada Kain, supaya ia jangan dibunuh oleh barangsiapapun yang bertemu dengan dia.
Sulit untuk membayangkan kalimat ini sambil melupakan adanya anugerah Tuhan bahkan kepada orang yang telah terhukum.

Bagaimana kita menafsirkan kalimat ini sambil melepaskan unsur anugerah Tuhan? Kain yang adalah seorang pendosa yang dihukum oleh Tuhan pun, ternyata masih memperoleh anugerah dari Tuhan. Ketakutan Kain bahwa kejahatannya akan dibalas dengan pembunuhan pula kini ditepis oleh janji Allah bahwa Kain tidak akan dibunuh oleh barangsiapa yang bertemu dengan dia.

Walaupun Kain menganggap nyawa Habel adiknya itu begitu murah sehingga dengan mudah dilengapkan, namun disini kita lihat bahwa nyawa Kain pun disini tetap dianggap sebagai sesuatu yang berharga oleh Tuhan. Hal itu terlihat dari ungkapan bahwa orang yang membunuh Kain akan dibalas hingga tujuh kali lipat. [Baca juga: Apa artinya Kain pergi dan menertap di tanah Nod? Klik disini]

Kita tidak pernah tahu tanda apa yang ditaruh Tuhan pada Kain, dan agaknya penulis kitab Kejadian pun tidak merasa hal itu penting untuk diketahui oleh pembacanya. Istilah “tanda” yang dipakai dalam kalimat tersebut, sama dengan istilah yang dipakai untuk matahari sebagai tanda dari siang, bulan sebagai tanda dari malam. Istilah tersebut juga muncul pada saat Musa memperlihatkan berbagai mukjizat kepada Firaun sebagai suatu tanda penyertaan Allah. Singkatnya, apapun tanda yang diberikan kepada Kain, tanda itu dapat dengan mudah dikenali oleh orang yang melihatnya.

Cukuplah bagi kita para pembaca mengetahui bahwa melalui tanda itu Tuhan tetap memberi dia perlindungan selama masih hidup di dunia ini. Penyakit mungkin akan membunuh Kain, atau proses penuaan secara alami, tetapi tidak dengan pembunuhan. Itulah janji Tuhan.

4:16 Lalu Kain pergi dari hadapan TUHAN dan ia menetap di tanah Nod, di sebelah timur Eden.
Kisah Kain dan Habel berakhir dengan nuansa yang sedih, yaitu ketika Kain pergi dari hadapan Tuhan. Siapakah yang dapat hidup tanpa Tuhan? Dan jika kita memahami Tuhan sebagai Dia yang Mahaada, bagaimanakah seseorang dapat pergi dari hadapan-Nya?

Tentulah ini merupakan bahasa figuratif untuk menjelaskan bahwa sekalipun Tuhan itu Mahaada dan Mahatahu, hubungan antara Tuhan dan Kain secara relasi pribadi sudah tidak ada lagi. Kain tidak akan pernah lagi pergi ke hadirat Tuhan, pun Tuhan tidak akan lagi menegur Kain dengan Firman-Nya ataupun kehadiran-Nya. Masing-masing seolah berjalan sendiri-sendiri tanpa relasi apapun.

Kain pergi ke sebuah daerah bernama Nod (נֹ֖וד) yang dalam bahasa Ibrani berarti mengembara, suatu gambaran jiwa seseorang yang pergi dari hubungan pribadi dengan Tuhan.

“Menetap di tanah Nod,” dalam bahasa aslinya adalah:
וַיֵּ֥שֶׁב בְּאֶֽרֶץ נ֖וֹד
Dibaca: Wayesef beerez nod
Diterjemahkan menjadi: Dan menetap di tanah mengembara (atau nama tempat Nod)

Yang cukup menarik bagi saya disini adalah perpaduan antara kata “menetap” dan kata “Nod” atau “mengembara” itu sendiri. Bukankah jika seseorang mengembara maka ia tidak bisa menetap? Atau seorang yang menetap pada dasarnya sudah tidak mengembara lagi?

Saya melihat “seni pengaturan kata-kata” di sini sengaja dilakukan oleh penulis Kitab Kejadian untuk menjelaskan bahwa kondisi ke-pengembara-an Kain bersifat menetap atau permanen. Kain dilukiskan akan mengembara selamanya tanpa tempat untuk menetap, mengadu atau bahkan sekedar beristirahat.

Penutup
Secara singkat dapat dikatakan bahwa kisah Kain dan Habel mengajarkan kita tentang:
  • Keberdosaan manusia dapat meningkat secara singkat dan drastis.
  • Kain adalah keturunan dari ular yang kelak akan menjadi musuh dari keturunan si perempuan.
  • Tuhan menghukum setiap dosa.
  • Tuhan adalah Allah yang berkomunikasi sekalipun kepada orang yang berdosa.
  • Di dalam penghukuman pun, Tuhan masih dapat menunjukkan anugerah yang bersifat umum.

Kisah Kain adalah gambaran dari jiwa seorang manusia yang berdosa. Betapa mengerikannya dosa itu bagi jiwa manusia karena melalui dosa manusia terpisah dari sesamanya dan bahkan dari Tuhannya. Tanpa anugerah dari Yesus Kristus, tidak mungkin seorang manusia dapat mengalahkan dosanya sendiri.

Semoga tulisan ini dapat membantu dalam memperkaya sudut pandang kita selama ini terhadap kisah Kain dan Habel yang cukup populer tersebut, serta semakin mengingatkan kita tentang perlunya seorang Juruselamat bagi umat manusia. Tuhan memberkati.

Baca juga:

Mengapa manusia begitu haus akan pengakuan sehingga, seperti Kain, mereka dapat melakukan perbuatan keji untuk alasan-alasan yang terbilang sepele? Mari membaca renungannya disini.

Kain tidak hidup di dalam kesulitan selamanya. Siapa bilang orang yang dikutuk Tuhan hidupya di dunia langsung bangkrut? Alkitab menjelaskan bahwa setelah pergi dari hadapan Tuhan, kehidupan Kain justru menjadi makmur dan memiliki keturunan yang berhasil. Mengapa bisa demikian? Apa yang dapat kita pelajari dari hal tersebut? Mari membaca renungannya disini.

Ketika manusia mulai mengenal Allah secara pribadi. Klik disini.

Apakah yang lebih penting daripada kekayaan? Klik disini

Download Gratis Eskposisi Kisah Kain dan Habel