Monday, July 4, 2022

Semua orang menyeleweng, semua tidak berguna

Renungan singkat dari Roma 3:12


Banyak orang di dunia ini tidak merasa bahwa hidupnya berada dalam bahaya yang serius. Di satu sisi, mereka merasa tidak begitu religius atau suci seperti tokoh-tokoh agama, tetapi di sisi lain mereka juga merasa tidak begitu jahat seperti para perampok, pemerkosa, pembunuh, koruptor dan lain-lain kejahatan. Akibatnya, secara umum orang merasa bahwa diri mereka baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dicemaskan, tidak ada yang perlu diubah, tidak ada yang perlu ditambahkan. Padahal tidak demikian adanya.

 

Baca Juga:
Tidak ada yang berakal budi, tidak ada yang mencari Allah. Klik disini.
Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Klik disini.

Sebab ketika diperhadapkan dengan standar Tuhan, ternyata semua orang tidak memiliki kualitas perbuatan yang baik di mata Tuhan. Firman-Nya berbunyi: “Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak” (Roma 3 : 12)

Mungkin kita tidak suka membaca kalimat seperti yang tertera di dalam ayat tersebut di atas. Ada kesan bahwa ayat ini terlalu menuduh kita sebagai orang yang tidak baik. Akan tetapi, kita mungkin perlu bertanya, mengapa Alkitab dapat mengatakan hal seperti itu? Apa yang dimaksud dengan perbuatan baik menurut Alkitab?

Perlu kita pahami bahwa untuk sebuah perbuatan disebut baik, maka ada standar-standarnya sendiri di dalam masyarakat, dan standar antara kelompok masyarakat yang satu bisa berbeda dengan standar dari kelompok masyarakat yang lain.

Contoh: bagi masyarakat Jawa adalah tidak baik jika orang bersendawa setelah makan, tetapi berbeda sekali dengan orang Batak, bersendawa[1] akan dianggap sebagai penghormatan dan menunjukkan rasa puas. Contoh lain lagi: Seorang suami umumnya akan mengamuk jika istrinya ditiduri orang. Tetapi berbeda dengan orang Eskimo, seorang tuan rumah bangsa Eskimo akan merasa bangga bila tamunya berkenan tidur dengan istrinya, demikian pula tamu itu akan merasa dihormati jika tuan rumah juga mau tidur dengan istrinya. Contoh lagi deh: Wanita mana yang mau dimadu bukan? Betapa sakit hatinya seorang istri yang mengetahui suaminya memiliki istri lain. Tetapi berbeda dengan di Afrika, ada suku tertentu di sana yang kaum istrinya akan merasa sedih dan malu jika suaminya hanya memiliki satu orang istri. Sebab orang lain akan memandang suaminya itu sebagai laki-laki yang tidak jantan. Mereka justru bangga jika suaminya memiliki banyak istri (berminat ke Afrika?).

Dari contoh-contoh ini jelaslah bahwa apa yang baik menurut standar daerah tertentu, bisa menjadi hal yang buruk bagi daerah lain, demikian pula sebaliknya.

Tetapi hal yang disebutkan di atas, tidak akan menjadi masalah bagi kita apabila kita tidak melanggar standar daerah tersebut[2]. Dan nampaknya keberagaman standar itu tidak menjadi masalah bagi kehidupan manusia pada umumnya. Tetapi yang jadi masalah adalah, hidup manusia bukan hanya berhenti di dunia ini. Suatu saat hidup kita akan berakhir dan kita akan menghadap Sang Pencipta, yang juga memiliki standar-Nya sendiri.

Dan karena semua orang pada akhirnya harus berurusan dengan Dia[3], maka semua orang pasti akan terkena masalah sebab tanpa basa-basi Alkitab sudah menyatakan bahwa: “Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak”

Jika kita tidak setuju dengan budaya Jawa, kita bisa pindah dari daerah yang sarat berbudaya Jawa ke daerah lain. Jika kita tidak suka dengan budaya Afrika, kita juga bisa pindah ke negara lain yang tidak menerapkan kebudayaan seperti di Afrika. Tetapi masalahnya, jika kita tidak setuju dengan standar yang ditetapkan oleh Tuhan, lalu kemana lagi kita bisa pindah? [Baca juga: Pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati. Klikdisini.]

Dalam tulisan-tulisan sebelumnya, saya sudah pernah membahas tentang kondisi manusia yang secara objektif sudah mengalami kerusakan; baik statusnya, akal budinya maupun kehendaknya. Melalui tulisan kali ini dijelaskan pula bahwa perbuatannya pun dipandang tidak baik. Maka habislah sudah harapan yang ada di dalam diri manusia. Tidak ada yang dapat diharapkan dari dalam diri manusia. Yang ada hanya kehancuran dan hukuman kekal yang menunggu setelah kematian kita[4].

Selanjutnya Alkitab menampilkan potret manusia seperti ini: Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, dan jalan damai tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu” (Roma 3:13-18)

Sebuah potret yang menyeramkan bukan? Selama ini, kita ternyata seperti seorang buruk rupa yang menipu diri sendiri dengan mengaku cantik, ketika tanpa pertimbangan yang matang mengatakan bahwa kita adalah orang baik-baik.

Rasul Yohanes menulis : “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita”. (1 Yoh 1:8)

Di manakah perbuatan baik yang sering kita bangga-banggakan itu? Seharusnya kita malu berbuat demikian dan mengaku seperti Nabi Yesaya yang mengatakan : “Demikianlah kami sekalian seperti orang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor.” (Yesaya 64:6) Nabi Yesaya benar, segala kesalehan kita hanya seperti kain kotor di hadapan Allah, sama sekali tidak layak untuk dipersembahkan.

Semakin dekat dengan Tuhan, seseorang sebenarnya justru akan makin merasa tidak layak dan sadar akan keberdosaannya, bukan sebaliknya. Mengapa? Sebab Tuhan adalah terang kehidupan yang sejati, melalui terang-Nya segala dosa kita akan nampak. Melalui terang-Nya jiwa kita akan ditelanjangi.

Suatu kali ada sekelompok mahasiswa yang berwisata di G. Bromo. Mereka berangkat pagi-pagi sekali dari penginapan ketika hari masih gelap dan tiba di lereng bukit yang berpasir. Sambil menunggu datangnya fajar, mereka bersenda gurau sambil bermain lempar-lemparan pasir. Mereka tertawa-tawa gembira sambil balas membalas lemparan pasir dari temannya. Akhirnya, fajar menyingsing dan sinarnya yang kuning-merah memancar menerangi kawasan itu. Betapa terkejutnya pemuda dan pemudi ini ketika mereka menyadari bahwa tempat mereka main lempar-lemparan pasir itu ternyata penuh kotoran kuda yang mulai mengering.

Hanya terang yang dapat mengusir kegelapan. Hanya dalam teranglah, kotoran menjadi nampak. Yesus berkata : “Akulah terang dunia, barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” (Yoh 8:12)

Tokoh-tokoh Alkitab yang berhadapan dengan Allah merasa tidak tahan, karena terang Allah segera menusuk jiwa mereka yang berdosa. Yesaya dengan ngeri berkata : “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis… namun mataku telah melihat Sang Raja! (Yes 6:5). Petrus gemetar ketika menyadari siapakah Yesus, sambil tersungkur ia berkata : “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa. (Lks 5:8).

Pada tahun 55 M, Paulus mengatakan dirinya paling hina di antara semua rasul (1 Kor15:9), tetapi tahun 60 ia sadar bahwa ia ternyata paling hina di antara semua anak Tuhan (Efesus 3:8). Baru tahun 65 M ia menyadari bahwa ia sebenarnya paling berdosa di antara semua orang berdosa (1 Tim 1:15).  Semakin bertambah usia, semakin bertambah banyak pelayanan yang dilakukan, tidak menjadikan Paulus semakin merasa diri sebagai orang suci. Sebaliknya ia semakin merasa sebagai orang yang sangat berdosa sehingga membutuhkan belas kasihan Tuhan.

Dekat dengan Tuhan membuat orang semakin sadar siapa dirinya sehingga tidak ada alasan sama sekali untuk sombong. Siapakah kita saat ini, sehingga mengira dapat datang ke Surga Tuhan dengan segala apa yang ada pada diri kita? Tanpa Kristus Yesus yang menyelamatkan kita, maka tidak ada harapan sama sekali bagi kita untuk luput dari hukuman Ilahi. Kiranya Tuhan menolong kita, kiranya Tuhan berbelas kasihan kepada kita.

Tuhan Yesus memberkati. Amin. (Oleh: izar tirta).


[1] “Bersendawa” bahasa sehari-harinya adalah bertahak, yaitu mengeluarkan udara dari perut yang penuh berisi makanan sambil mengeluarkan bunyi ..eerrghh (selamat mencoba..)

[2] Seorang gadis muda pernah bertanya kepada saya, “Boleh engga sih saya ngomong cinta duluan ke cowok yang lagi saya taksir? Saya jawab : “Bukan boleh engga boleh, masalahnya apakah itu wajar di lingkunganmu? Menyatakan apa yang kita rasakan adalah baik, tetapi kamu akan dipandang rendah jika hal tersebut tidak lumrah. Sebab secara umum, masyarakat Timur belum semua bisa menerima hal tersebut, beda dengan masyarakat Barat.”

[3] Tidak menjadi soal jika saya tidak berhasil memenuhi standar hidup orang Inggris, karena saya toh tidak hidup di Inggris. Tidak menjadi soal jika saya tidak berhasil memenuhi standar hidup orang Jepang, karena saya tidak akan hidup dan tinggal di Jepang, tetapi akan jadi masalah jika saya tidak memenuhi standar Tuhan, karena suatu saat saya harus bertemu dengan Dia. Demikian juga semua orang lain di dunia.

[4] Siapakah di antara kita yang sungguh yakin bahwa perbuatan kita benar-benar baik; secara motivasi, secara kualitas, secara tujuan, secara fungsi, secara standar jika ditinjau dari sudut Allah? Jangankan dari sudut pandang Allah, dari sudut pandang manusia saja kita akan malu jika sungguh-sungguh mengenal diri kita. Saya berusaha mempelajari Psikologi dari buku-buku, karena berkaitan erat dengan profesi saya, dan saya menemukan bahwa ada begitu banyak cacat di dalam perilaku kita sehari-hari. Padahal itu baru ditinjau dari sudut Psikologi, ngeri rasanya membayangkan jika masalah ini ditinjau dari sudut pandang Allah. Kenyataan bahwa ada banyak orang yang merasa bahwa hidupnya baik-baik saja justru adalah fakta tentang betapa parahnya keadaan manusia. (Masih ingat dengan Adam ketika pertamakali berbuat dosa? Dia ketakutan setengah mati dan lari dari Allah. Kemanakah sekarang perasaan semacam itu di dalam diri kita??)