Thursday, June 9, 2022

Pada hari engkau memakannya pastilah engkau mati

Renungan singkat dari Kejadian 2:16,17
Apa yang dimaksud dengan “mati” dalam Kejadian 2:17?
Mengapa setelah memakan buah itu, Adam dan Hawa tidak segera mati?



Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia : “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kejadian 2:16,17)

 

Pada tulisan yang berjudul Realitas Keberdosaan Manusia [Klik disini.] kita sudah membicarakan bahwa manusia telah melanggar ketentuan yang diberikan oleh Tuhan. Mereka memakan buah yang terlarang itu. Tetapi yang mungkin membuat kita bertanya adalah: bahwa setelah memakan buah terlarang tersebut, ternyata manusia tidak segera mati, bahkan Adam mencapai umur 930 tahun. Mengapa bisa terjadi seperti ini?

Apakah Tuhan telah keliru berbicara? Apakah benar yang dikatakan oleh iblis kepada Hawa (Kejadian 3:4) bahwa “Sekali-kali kamu tidak akan mati”? Sekarang ini, kita semua yang hidup di planet bumipun sudah ada di dalam kutukan dosa dan tidak seorangpun dari kita yang tidak berdosa, tetapi bukankah kita masih dapat hidup hingga sekarang? Mengapa manusia tidak segera mengalami kematian? Kalau begitu, apa yang dimaksud oleh Tuhan dengan kata “mati” dalam ayat tersebut?

Tentu saja Tuhan tidak mungkin keliru ketika berkata bahwa manusia akan mati apabila memakan buah terlarang tersebut, akan tetapi kematian yang dibicarakan oleh Tuhan di dalam ayat tersebut, bukan pertama-tama berbicara tentang kematian secara badaniah sebagaimana yang pada umumnya kita bayangkan, melainkan terutama berbicara tentang terputusnya hubungan antara manusia dengan Allah.

Jika kita membaca Kejadian pasal 1 dan 2, kita dapat melihat suatu hubungan yang terjalin akrab antara Allah dengan manusia. Manusia dapat bergaul bebas dengan Allah tanpa halangan, tanpa perantara. Tetapi kondisi itu berubah, ketika dilukiskan dalam Kejadian pasal 3 manusia jatuh ke dalam dosa. Semenjak moment kejatuhan tersebut maka manusia segera lari dan bersembunyi dari hadirat Allah (Kej 3:8). Manusia tidak berani lagi untuk berada dekat dengan Allah. Manusia berusaha menjauh dari Dia. Relasi itu telah sirna.

Secara fisik memang manusia tampak masih baik-baik saja. Mereka tidak sakit, dan juga tidak segera mati. Tetapi ada sesuatu yang sungguh-sungguh telah berubah. Sesuatu yang sungguh-sungguh terdampak langsung oleh perbuatan memakan buah tersebut. Dan sesuatu yang berubah dengan cepat itu adalah relasi antara manusia dengan Allah.

Tetapi perlu kita perhatikan disini bahwa sekalipun manusia yang pertama-tama merusak hubungan dengan Allah, tetapi justru Allah-lah yang terlebih dahulu berinisiatif untuk kembali berhubungan dengan manusia. Allah yang lebih dahulu membuka komunikasi, Allah yang lebih dahulu mencari. Dan bahkan Allah pula yang berupaya mencari jalan pendamaian atas kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia.

Dari sini saja kita sudah melihat sebuah indikasi bahwa rusaknya hubungan tersebut harus dipulihkan oleh Allah sendiri. Manusia tidak memiliki kesanggupan untuk memperbaiki relasi dengan Allah yang telah ia rusak. Manusia cenderung lari dari Allah. Dibutuhkan tindakan Allah untuk terjalinnya kembali sebuah komunikasi dengan manusia. [Baca juga: Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan. Klikdisini.]

Lebih lanjut kita tahu bahwa Allah mengusir manusia yang telah berdosa itu, ini juga merupakan indikasi terputusnya hubungan sosial antara manusia dan Allah. Secara hubungan antar pribadi (personal relationship), manusia sudah jauh, secara hubungan sosial (yang berhubungan dengan tempat atau lokasi atau habitat) manusia juga sudah terpisah. Allah terpaksa mengusir manusia karena Allah adalah kudus, tidak bernoda, tidak bercacat, sempurna. Manusia dalam keadaan sebelum jatuh ke dalam dosa, dapat tinggal di dalam habitat Allah. Tetapi setelah jatuh ke dalam dosa, tidak ada lagi kelayakan untuk tinggal bersama Allah.

Bukan hanya dua hal yang disebutkan di atas saja yang rusak, yaitu hubungan antar pribadi (hilangnya keakraban) dan hubungan sosial (yaitu terpisahnya tempat hidup), tetapi keinginan dan kemampuan untuk kembali kepada Allah pun ternyata tidak dimiliki manusia pasca kejatuhan. Kondisi ini membuat manusia berada di dalam situasi yang rusak secara menyeluruh (total depravity). Kondisi inilah yang sebenarnya dimaksudkan Allah ketika Dia berbicara tentang “mati”. Kondisi inilah yang secara sederhana disebut sebagai mati rohani.

Di sisi lain, manusia secara fisik juga mengalami kematian, di atas saya katakan bahwa Adam berumur 930 tahun, lama sekali ia hidup bukan? Akan tetapi, pahamilah bahwa Allah tidak menciptakan Adam untuk mati. Allah ingin Adam hidup selamanya, jadi bukan 900 tahun atau 500 atau 80 tahun tetapi selamanya. Dosalah yang telah membuat dia tidak mampu bertahan hidup di lingkungan yang telah terkutuk ini. Dan semakin lama, ketika dosa semakin bertambah, umur manusia pun semakin lama semakin pendek.

 

Kesimpulan

Ketika Allah berkata bahwa manusia akan mati, maka pastilah manusia itu akan mati. Tidak sepatutnya kita meragukan perkataan Allah. Kalaupun ada kejadian di dalam kehidupan ini yang seolah-olah tidak sesuai dengan apa yang Allah katakan, maka hal itu disebabkan karena kita yang kurang memahami perkataan Allah, bukan karena perkataan-Nya itu keliru.

Kita bersyukur bahwa di dalam keadaan yang mati dan sedang menuju kematian kekal itu, manusia diberi pengharapan oleh Tuhan kita untuk memperoleh jalan keselamatan melalui Yesus Kristus. Sudahkah kita mengenal Dia?

 

Baca juga:

Ada 8 Alasan mengapa Tuhan Yesus datang ke dunia sebagai Manusia. Klik disini.

Dimensi Kasih Allah. Klik disini.

 

Tuhan Yesus memberkati. (Oleh: Izar Tirta).