Tantangan yang dihadapi Paulus di Roma |
Mengapa Paulus menulis surat kepada jemaat Roma?
Kita tahu bahwa setiap penulis Penjanjian Baru tergerak untuk menyampaikan sesuatu kepada jemaat, karena mereka melihat ada persoalan di dalam jemaat.
Para rasul menyampaikan ajaran kepada jemaat bukan karena mereka terlalu banyak waktu luang sehingga mencoba mengisi waktu dengan mengajar. Para rasul juga bukan mengajar karena mereka ingin mendapatkan uang. Para rasul itu mengajar dan menulis surat kepada jemaat karena mereka mengasihi Tuhan dan mereka melihat bahwa jemaat yang dikasihi Tuhan itu sedang membutuhkan pertolongan, agar mereka tidak sesat dan pada akhirnya meninggalkan Tuhan.
Jemaat Roma yang berasal dari keturunan Yahudi merasa kecewa melihat sikap Tuhan yang seolah-olah lebih memberkati orang Kristen yang bukan berasal dari keturunan Yahudi seperti orang Romawi dan orang Yunani misalnya.
Mengapa jemaat Roma yang keturunan Yahudi itu merasa kecewa? Mereka merasa kecewa sebab melihat jumlah mereka yang semakin menyusut, kalah dibandingkan dengan jumlah jemaat Kristen yang non-Yahudi tadi. Orang Kristen Yahudi yang sebelumnya mayoritas, kini menjadi minoritas sebagai akibat dari diusirnya mereka dari Roma oleh Kaisar Klaudius (Kis 18:2).
Dalam anggapan mereka, bukankah orang Yahudi adalah bangsa pilihan Allah, dan bukankah sebagai orang Kristen pun mereka adalah umat pilihan Allah juga? Mereka melihat diri mereka sangat istimewa, bangsa pilihan Allah dan umat pilihan Allah sekaligus. Di atas bumi tidak ada golongan manusia yang begitu istimewa seperti ini, bukan?
Oleh karena itu, mereka kemudian bertanya-tanya, mengapa mereka harus mengalami kondisi yang agak memalukan seperti itu? Mengapa Tuhan menambah jumlah orang Kristen dari keturunan lain, tetapi membiarkan orang Kristen keturunan Yahudi malah menyusut dan jadi minoritas di Roma? Mengapa Tuhan bersikap pilih-pilih kasih seperti ini?
Demi mengajar jemaat Yahudi yang seperti inilah Paulus menulis surat Roma, agar jemaat di tempat itu berhenti menyalahkan Tuhan dan kembali melihat segala sesuatu dari perspektif yang benar, yaitu perspektif Tuhan semata-mata. Jemaat Kristen Yahudi di Roma harus melihat siapakah Kristus, siapakah diri mereka dan siapakah orang Kristen lain di hadapan Tuhan. Sehingga dengan demikian mereka bisa berhenti melihat diri sendiri terlalu istimewa hingga meremehkan orang lain dan bahkan sampai berani menyalahkan Tuhan pula.
Merasa istimewa dan merasa lebih baik daripada orang lain
Jemaat Yahudi di Roma merasa lebih istimewa karena mereka mempunyai Taurat, sementara bangsa-bangsa lain tidak. Taurat yang sesungguhnya merupakan pemberian yang berharga dari Tuhan, kini disalah mengerti oleh orang Yahudi sebagai suatu identity marker, yang membuat mereka seolah lebih istimewa dari bangsa lain.
Atas kekeliruan itu, rasul Paulus memberi penjelasan bahwa Taurat memang berharga sebab Taurat adalah Firman Tuhan, dan bahwa bangsa Israel pun adalah orang yang berharga di mata Tuhan sebab kepada bangsa inilah Tuhan telah mempercayakan Firman-Nya.
Akan tetapi bangsa Israel seharusnya sadar, bahwa Taurat itu diberikan dengan tujuan untuk dibaca, diajarkan kepada orang lain dan untuk ditaati. Taurat tidak dimaksudkan untuk dipakai sebagai alat kebanggaan, apalagi sampai menjadi sarana untuk menjelek-jelekkan orang lain yang tidak menerima Taurat. Seharusnya, jika bangsa Israel sadar bahwa hanya kepada mereka Taurat telah diberikan, maka mereka juga sadar akan tanggungjawab untuk mengajar bangsa lain, memperkenalkan siapakah Tuhan yang sejati kepada bangsa lain.
Seharusnya bangsa Israel sadar bahwa keistimewaan mereka bukan terletak pada diri mereka sendiri, melainkan terletak pada Pribadi Tuhan yang mau memilih bangsa ini sebagai alat untuk memperkenalkan Diri-Nya pada dunia. Seharusnya bangsa Israel menerima status itu sebagai tanggungjawab yang harus dipikul. Sepatutnya bangsa Israel menjadi rendah hati di hadapan Tuhan, bukan malah menjadi sombong seperti itu.
Semua orang adalah orang berdosa di hadapan Tuhan
Di hadapan Tuhan, orang yang tidak diberikan Hukum Taurat, adalah orang berdosa, sebab kepada mereka telah diberikan hati nurani. Mereka bersalah karena sekalipun nurani mereka tahu apa yang benar dan apa yang salah, mereka telah memilih apa yang salah dan apa yang tidak berkenan di hadapan Tuhan.
Tetapi disisi lain, bangsa Yahudi sebagai bangsa yang punya Taurat, juga merupakan bangsa yang berdosa, sebab sekalipun mereka memiliki Taurat, mereka ternyata tidak taat pada Taurat itu. Oleh karena itu, baik orang Yahudi maupun non-Yahudi semua sama-sama berdosa di hadapan Tuhan.
Inilah yang disebut sebagai universal unrighteousness atau universal sinfulness. Tidak ada seorang pun yang benar, sehingga tidak ada satu orang pun yang pantas mempertanyakan keadilan Tuhan. Sebab mempertanyakan tindakan Tuhan sama saja seperti mau menjadi hakim atas Tuhan. Sehingga seharusnya orang itu adalah sama benar atau bahkan lebih benar dari Tuhan. Faktanya, orang-orang seperti itu justru semakin berdosa di hadapan Tuhan.
Karena semua orang telah berdosa, dan sedang kehilangan kemuliaan Allah, maka semua orang pada dasarnya layak mendapat hukuman dari Tuhan. Bangsa Israel tidak patut merasa menjadi orang benar, sebab orang yang benar tidak akan mempertanyakan Tuhan, apalagi sampai menuduh Tuhan telah berlaku tidak adil. Orang yang benar seharusnya bersikap setia dan bergantung pada kesetiaan Tuhan.
Kesetiaan Tuhan dinyatakan melalui Injil-Nya.
Apa itu kesetiaan Tuhan? Kesetiaan Tuhan pada manusia yang berdosa adalah injil. Atas keberdosaan manusia, Tuhan akan memperlihatkan keadilan-Nya. Tetapi keadilan Tuhan dalam hal ini adalah Injil, dan bukan hukuman. Di dalam Injil itu nyata kebenaran Allah. Meskipun manusia tidak adil, berdosa, tetap Tuhan berkenan menyatakan kebenaran-Nya yaitu Injil baik bagi orang yang punya Taurat, maupun yang tidak punya Taurat.
Jadi Injil itu bukan hanya tentang jawaban bagi orang yang tidak yakin akan keselamatannya. Luther memang sempat bergumul di dalam keyakinan apakah Tuhan akan menyelamatkan atau tidak. Lalu kitab Roma ini membuat ia yakin. Tetapi aspek yang diliput oleh Roma ini jauh lebih luas dari sekedar menolong orang seperti Luther.
Tidak semua orang bergumul tentang hal yang sama, yaitu kekurangyakinan akan keselamatan. Orang Kristen berpikir bahwa cuma mereka yang punya keyakinan keselamatan, sedangkan orang di luar Kristen dianggap tidak ada keyakinan akan keselamatan. Tetapi Paulus sebelum menjadi pengikut Kristus, bukan orang yang tidak yakin akan keselamatan. Paulus justru sangat yakin pada kepercayaannya, makanya ia mencoba membasmi orang Kristen. Setelah berjumpa Kristus, Paulus yang yakin itu dibuat ragu-ragu lebih dahulu. Setelah itu barulah ia diberi keyakinan yang baru.
Paulus orang yang punya keyakinan yang kuat, hanya saja sebelumnya ia salah arah. Injil datang kepada Paulus untuk mengubah keyakinannya dari yang salah ke arah yang benar. Tantangan yang dihadapi Paulus di jemaat Roma adalah jemaat yang sangat dikuasai oleh perasaan self righteousness dan self pride yang tinggi. Sikap semacam ini membuat manusia tidak akan mengerti Injil.
Kita bisa saja merasa atau mengaku diri sebagai orang Kristen, tetapi tanpa adanya pertobatan dari self pride yang seperti ini, bagaimana kita bisa mengerti Injil keselamatan Kristus yang sejati? Kita akan menjadi orang yang sulit mengampuni, sehingga tidak mungkin bagi orang seperti itu dapat menghayati pengampunan dari Allah. Bagi orang yang self righteous, justru orang lainlah yang harus bertobat karena mereka terlihat selalu salah. Dan apabila sudah seperti ini, maka akan berakibat, orang Kristen itupun pasti akan sulit untuk bertobat.
Kiranya Tuhan Yesus menolong kita dari jeratan self righteous seperti ini. Amin.