Thursday, December 25, 2025

Beberapa pandangan mengenai Perjamuan Kudus

Matius 26:26-28 26 Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." 27 Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. 28 Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.


 

Berbeda dengan Gereja Katolik Roma yang mengakui hingga sebanyak tujuh sakramen di dalam gereja mereka, Gereja Kristen Protestan dan Pentakosta hanya mengakui dua sakramen saja, yaitu sakramen Baptis dan sakramen Perjamuan Kudus.

Namun dalam tulisan ini, yang akan saya bahas hanyalah mengenai Perjamuan Kudus saja, yaitu dimana kita akan mencoba melihat dan merenungkan tentang peristiwa apakah yang sesungguhnya terjadi di dalam seremonial atau sakramen Perjamuan Kudus itu?

Dari penelusuran yang saya lakukan, saya mendapati bahwa mencoba memahami apa yang terjadi di dalam peristiwa Perjamuan Kudus ternyata bukanlah merupakan perkara yang mudah. Hal itu terlihat dari munculnya beberapa pandangan di antara para teolog, dan antara pandangan dari teolog yang satu dengan pandangan dari teolog yang lain, terdapat berbagai perbedaan. Dan hingga hari ini, masing-masing teolog itu melahirkan aliran yang terus berjalan secara berbeda satu sama lain.

Tercatat ada 5 pandangan terhadap Perjamuan Kudus, di sepanjang sejarah gereja, yaitu:

  • ·       Transubstansiasi : dianut oleh gereja Katolik Roma
  • Consubstansiasi : dikemukakan oleh Martin Luther
  • Memorialism : dikemukakan oleh Zwingly
  • Reformed : dikemukakan oleh John Calvin
  • Misteri Ilahi: dianut dalam gereja Ortodoks Timur, dengan Yohanes Krisostom sebagai tokohnya

Tetapi dari 5 pandangan itu, dapat dikatakan hanya 4 pandangan saja yang paling populer dan lebih dapat diartikulasikan sebagai bahan pengajaran bagi kita orang Kristen, sedangkan pandangan ke 5 yaitu pandangan Misteri Ilahi merupakan pandangan yang mungkin agak sulit untuk dibicarakan karena pandangan ini memiliki begitu banyak unsur misteri di dalamnya. Bukankah apabila segala sesuatu tinggal tetap sebagai misteri, maka hal itu menjadi lebih sulit untuk dibicarakan?

Oleh karena itu, berikut ini, kita akan fokus pada ke 4 pandangan lainnya yang disebutkan tadi. Kita akan mencoba melihat satu persatu aspek-aspek apa saja yang ada di dalam masing-masing pandangan tersebut.

Transubstansiasi

Berasal dari dua perkataan, yaitu Trans dan Substansiasi, atau Substansi.

Trans artinya berpindah atau mengalami perbuahan. Pada awalnya istilah ini untuk menggambarkan perpindahan barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain. Perpindahan memakai istilah Trans. Sedangkan pelabuhan memakai istilah Port. Sehingga perpindahan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain disebut sebagai Transport.

Pada perkembangannya, istilah transport tersebut dipakai secara umum (general) sebagai model perpindahan dengan menggunakan kendaraan dari satu tempat ke tempat lain. Titik awal dan titik akhir perpindahan sudah tidak harus berupa pelabuhan dalam arti harafiah, melainkan dapat menjadi titik atau tempat apa saja. Dari rumah ke sekolah, dari kantor ke pasar dan lain sebagainya. Setiap ada perpindahan yang memakai kendaraan tertentu, maka kita memahaminya sebagai transportasi.

Substansi berarti bahan atau materi yang ada di dalam suatu benda, apakah itu benda padat, benda cair ataupun gas.

Oleh karena itu, Transubstansiasi dapat dimaknai sebagai adanya perubahan benda atau perubahan bahan, atau perubahan materi, atau perubahan substansi. Dari sebuah materi yang sebelumnya terbuat dari bahan A, berubah menjadi materi yang terbuat dari bahan B.

Perjamuan kudus menurut sudut pandang penganut teori Transubstansiasi adalah suatu peristiwa dimana terjadi perubahan substansi dari roti dan anggur, menjadi substansi yang lain. Dari yang semula roti, berubah menjadi daging. Dari yang semula anggur, berubah menjadi darah.

Pandangan seperti ini dianut oleh gereja Katolik Roma hingga sekarang. Mereka mengacu pada perkataan dalam Injil Yohanes 6:55-56, yang berbunyi: 55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. 56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.

Kelemahan dari pandangan Transubstansiasi

Sebagai orang Kristen, saya menganggap pandangan dari gereja Katolik tersebut memiliki kelemahan yang mendasar. Mereka sepertinya telah memahami ayat dalam Yohanes 6 tadi dari sudut pandang yang semata-mata literal. Padahal sewajarnya ungkapan tersebut harus dilihat sebagai sebuah ungkapan metafora saja.

Jadi menurut saya, pandangan Transubstansiasi ini, terlalu menekankan pada aspek fisikalitas dari roti dan daging, serta dari anggur dan darah, sehingga kurang melihat dari aspek spiritualitasnya, sebagaimana yang dipahami oleh pandangan Reformed.

Saya yakin, bahwa perkataan dalam Yohanes 6 tadi, pasti bukan harus dimaknai secara literal, sebab aktivitas memakan daging dan darah manusia, sekalipun manusia itu adalah Yesus Kristus, sudah pasti merupakan tindakan kanibalisme yang tentu bertentangan dengan nafas dari keseluruhan Kitab Suci itu sendiri.

Berikut ini adalah beberapa ayat dalam Alkitab yang melihat tindakan memakan daging manusia sebagai tindakan yang tidak seharusnya terjadi.

Imamat 26:27-29 27 Dan jikalau kamu dalam keadaan yang demikianpun tidak mendengarkan Daku, dan hidupmu tetap bertentangan dengan Daku, 28 maka Akupun akan bertindak keras melawan kamu dan Aku sendiri akan menghajar kamu tujuh kali lipat karena dosamu, 29 dan kamu akan memakan daging anak-anakmu lelaki dan anak-anakmu perempuan.

Dalam ayat-ayat dari Imamat di atas, tindakan memakan daging anak merupakan dampak dari hukuman Tuhan kepada umat yang tidak mau mendengarkan Tuhan serta hidup bertentangan dengan Dia.

Ulangan 28:53 Dan engkau akan memakan buah kandunganmu, yakni daging anak-anakmu lelaki dan anak-anakmu perempuan yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhmu kepadamu.

Dalam ayat dalam Ulangan ini, sekali lagi diungkapkan bahwa tindakan memakan daging anak-anak merupakan akibat dari penghukuman Tuhan kepada umat-Nya. Tindakan tersebut merupakan tindakan yang sudah sangat putus asa di tengah-tengah penderitaan dan kelaparan yang menghimpit umat Tuhan karena ketidaktaatan mereka.

Yeremia 19:8-9 8 Aku akan membuat kota ini menjadi kengerian dan menjadi sasaran suitan. Setiap orang yang melewatinya akan merasa ngeri dan bersuit karena segala pukulan yang dideritanya. 9 Aku akan membuat mereka memakan daging anak-anaknya laki-laki dan daging anak-anaknya perempuan, dan setiap orang memakan daging temannya, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhnya kepada mereka dan oleh orang-orang yang ingin mencabut nyawa mereka.

Gambaran di dalam kitab Yeremia juga masih sama dengan apa yang sudah pernah diungkapkan oleh Imamat maupun Ulangan dan bahkan di dalam Ratapan 2:20 (silahkan dibaca sendiri).

Yehezkiel 5:9-10 9 Oleh karena segala perbuatanmu yang keji akan Kuperbuat terhadapmu yang belum pernah Kuperbuat dan yang tidak pernah lagi akan Kuperbuat. 10 Sebab itu di tengah-tengahmu ayah-ayah akan memakan anak-anaknya dan anak-anak memakan ayahnya dan Aku akan menjatuhkan hukuman kepadamu, sedang semua yang masih tinggal lagi dari padamu akan Kuhamburkan ke semua penjuru angin.

Kitab Yehezkiel juga memperlihatkan pola yang sama, yaitu tindakan memakan anak atau memakan anggota keluarga sebagai sebuah bentuk penghukuman Tuhan kepada umat, karena adanya ketidaktaatan yang membuat Tuhan murka.

Dari sekian banyak ayat Firman Tuhan yang kita kumpulkan, kita dapat menyimpulkan bahwa sangatlah tidak cocok apabila kita melakukan tindakan memakan roti dan anggur, yang kemudian berubah menjadi tubuh dan darah Tuhan Yesus, dalam sebuah sakramen yang kita kenal sebagai Perjamuan Kudus. Sebab kematian Tuhan Yesus merupakan kematian yang bersifat pengorbanan untuk menebus dosa, sebuah tindakan mulia yang terukur dan terencana oleh Tuhan Yesus sendiri, dan dengan hasil yang positif, yaitu keselamatan dan pertumbuhan spiritualitas umat.

Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan tindakan memakan tubuh anak-anak karena didorong oleh tindakan putus asa di dalam kelaparan hebat yang disebabkan oleh hukuman Tuhan kepada umat yang berdosa tersebut, bukan?

Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa pandangan yang mengatakan bahwa roti dan anggur berubah secara substansi menjadi daging dan darah merupakan pandangan yang memiliki arah yang tidak sesuai dengan prinsip pengajaran di dalam Alkitab.

Kelebihan dari pandangan Transubstansiasi

Meskipun mempunyai kelemahan, tetapi pandangan Transubstansiasi masih memiliki kelebihannya pula, yaitu adanya penekanan pada kehadiran Kristus yang nyata di dalam Ibadah. Hal ini sangat penting untuk menjadi bagian dari iman kita. Sebab iman kita bukan berpijak pada sesuatu yang kosong, melainkan pada sesuatu yang nyata. Gereja Katolik Roma ingin menekankan bahwa di dalam peristiwa Perjamuan Kudus, kehadiran Tuhan Yesus sungguh amat nyata, yaitu di dalam roti dan anggur yang telah berubah menjadi tubuh dan darah Kristus.

Consubstantiation/Consubstansiasi

Pandangan ini diusulkan oleh Martin Luther (1483-1546). Istilah Consubstansiasi terdiri dari dua kata, yaitu Cons yang berarti: bersama-sama, dengan, with. Dan Substansiasi atau Substansi yang berarti bahan atau materi atau zat yang terdapat di dalam suatu benda.

Di dalam pandangan Consubstansiasi ini, roti tetap roti, anggur tetap anggur, tidak ada perubahan zat sebagaimana yang dipercayai oleh penganut Transubstansiasi. Akan tetapi tubuh Tuhan Yesus diyakini hadir bersama-sama, hadir di dalam roti yang dimakan oleh jemaat dan hadir pula di dalam anggur yang diminum. Dalam istilah Luther, tubuh dan darah Kristus itu hadir secara “in, with and under.” Tubuh dan darah Kristus hadir “di dalam, bersama-sama dan di bawah roti” dan anggur tersebut.

Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan in, with and under tadi, Martin Luther memakai analogi besi yang dipanaskan di dalam api hingga membara kemerahan. Besi tadi masih hadir sebagai besi, api juga hadir sebagai api, tetapi mereka hadir bersama-sama secara dipersatukan, menjadi besi yang merah membara.

Luther juga bahkan menyinggung persamaan dalam peristiwa roti dan anggur ini dengan dwi nature dari Yesus Kristus yang 100% adalah Allah tapi sekaligus 100% adalah juga Manusia.

Kelemahan dari pandangan Consubstansiasi

Meskipun roti tidak berubah menjadi daging, namun ada kesan bahwa tubuh itu benar-benar hadir secara fisik, secara “in, with and under” dengan roti. Sehingga ketika kita memakan roti itu, maka kita juga seakan-akan memakan tubuh Tuhan secara jasmani. Akibatnya, pandangan ini, walau terkesan lebih baik dari pandangan Transubstantia, namun pada dasarnya cukup memiliki kesamaan.

Kelebihan dari pandangan Consubstansiasi

Sama seperti Transubstantia, pandangan Consubstantia ini juga menekankan arti penting dari kehadiran Kristus yang nyata di dalam ibadah.

Memorialism

Pandangan Memorialism, dipopulerkan oleh Zwingly (1484-1531). Agaknya Zwingly mendasarkan teologi Perjamuan Kudus-nya ini pada: Lukas 22:19 Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku."

Zwingly memahami Perjamuan Kudus sebagai sebuah seremoni peringatan terhadap Tuhan Yesus, yaitu saat:

  • ·       memecahkan roti bersama para murid, makan bersama (fellowship)
  • tubuhnya terpecah di kayu salib (pengorbanan)

Kelemahan dari pandangan Memorialism:

Pandangan Memorialism ini kurang atau bahkan tidak menekankan pada kehadiran Kristus secara nyata dalam ibadah. Pandangan ini cenderung menekankan pada aspek pengingat (reminder) saja, merenung serta mengenang perbuatan yang pernah dilakukan oleh Tuhan Yesus.

Namun persoalannya adalah, apabila peristiwa Perjamuan Kudus hanya sebagai unsur pengingat, maka kurang ada alasan yang kuat bagi jemaat untuk hadir bersama-sama digereja, sebab untuk mengingat perbuatan Tuhan, pada dasarnya bisa dilakukan di mana saja. Secara bersama-sama di gereja boleh, secara sendiri-sendiri di rumah pun tidak apa. Sehingga kurang ada makna yang mendalam bahwa Perjamuan Kudus ini merupakan peristiwa yang spesial, sakral, komunal dan spiritual.

Sebagai perbandingan, pandangan Transubstansia dan Consubstansia, meskipun memiliki kelemahan yang mendasar, tetapi memiliki kelebihan yaitu menekankan pada kehadiran Kristus yang nyata di dalam ibadah. Sehingga hal ini menjadi dorongan yang besar bagi jemaat untuk turut hadir di gereja bersama-sama dengan umat percaya yang lain. Sebab bagaimana mungkin kita bisa melakukan perjamuan Kudus sendirian di rumah, apabila Yesus Kristus sendiri diyakini sebagai Dia Yang Hadir di dalam ruang ibadah?

Lagipula, apabila kita hanya bermaksud untuk mengingat, maka sebetulnya tidak ada suatu urgensi untuk secara aktual memakan roti dan meminum anggur. Kita bisa mengingat Tuhan Yesus sambil menyaksikan peristiwa tersebut tanpa ada urgensi untuk ikut makan dan ikut minum. Atau kita bisa mengingat Tuhan Yesus sambil berkumpul dan menikmati makanan lain yang terasa lebih cocok dengan selera. Roti mungkin diganti menjadi nasi, sedangkan anggur diganti dengan minuman lain yang lebih sesuai dengan lidah orang Indonesia.

Mengganti roti dengan makanan lain, atau anggur dengan minuman lain, mungkin tidak dapat dikatakan sebagai dosa, sebab iman Kristen bukanlah iman legalis, yang sangat bergantung pada aspek lahiriah seperti itu. Akan tetapi jika roti dan anggur kita tinggalkan demi menyesuaikan diri dengan selera makan dan minum orang Indonesia atau demi tujuan kepraktisan, maka lambat laun kita akan semakin kehilangan makna dari hidup dan pengorbanan Tuhan Yesus. Roti dan anggur memiliki simbolisasinya sendiri, serta memiliki sejarahnya sendiri, sehingga rasanya sangat tidak tepat apabila kita sembarangan saja mengganti ke dua elemen tersebut dengan makanan kita sehari-hari.

Reformed

Pandangan yang ke 4 adalah pandangan dari aliran gereja Reformed, yaitu pandangan yang dikemukakan oleh John Calvin (1509-1564).

Terlepas dari aliran gereja apa yang sedang kita ikuti ibadahnya saat ini, saya pikir tidak ada salahnya bagi seseorang untuk belajar melihat peristiwa Perjamuan Kudus melalui kacamata Reformed, sebab menurut saya, pandangan ini merupakan penggambaran yang dapat dikatakan paling lengkap serta paling mendekati maksud dari Alkitab.

Menurut pandangan Reformed, roti tetaplah roti, anggur juga tetap anggur. Tidak ada perubahan substansi seperti yang dipahami para penganut pandangan Transubstantia. Ketika jemaat menerima roti atau hosti, maka yang dimakan adalah benar-benar roti, benar-benar makanan. Dan ketika jemaat menerima anggur, maka yang diminum adalah benar-benar anggur, benar-benar merupakan minuman. Sehigga dalam hal ini, tidak ada persoalan mengenai tindakan memakan daging manusia atau meminum darah manusia.

Di sisi lain, bagi penganut pandangan Reformed, perayaan Perjamun Kudus di gereja juga bukanlah sekedar sebuah peringatan saja, sebagaimana yang dipahami oleh kaum Memorialism, sebab pandangan Reformed juga sangat menekankan pada kehadiran Tuhan Yesus yang nyata di dalam ibadah, yaitu kehadiran secara spiritual, sebuah kehadiran yang tidak terlihat oleh mata (non-visible), tetapi benar-benar nyata.

Jadi disatu sisi, ada kehadiran yang bersifat jasmaniah (atau fisikal atau materi), atau kehadiran yang terlihat oleh mata (Visible), yaitu melalui roti dan anggur tersebut. Tetapi ada pula kehadiran yang bersifat rohaniah atau non-visible itu tadi. Roti dan anggur yang bersifat jasmani serta visible itu, menjadi jembatan atau batu loncatan kepada sesuatu yang invisible, yaitu tubuh Tuhan secara rohani.

Oleh karena itu, pada waktu kita makan roti dan minum anggur, maka di satu sisi roti dan anggur itu bersatu dengan tubuh kita, sedangkan di sisi yang lain, roh kita pun dipersatukan dengan Tubuh Kristus yang rohani, sehingga melalui peristiwa ini, kita mengalami sebuah peristiwa yang sangat besar dan agung, yang disebut sebagai union with Christ. Peristiwa persatuan tubuh rohani kita dengan tubuh rohani Tuhan Yesus bukan saja merupakan sebuah peristiwa besar, tetapi juga peristiwa yang unik, spesial dan sangat sakral. Sehingga sangat disayangkan apabila ada seorang jemaat yang melewatkan peristiwa ini bersama-sama dengan umat percaya lain di dalam komuitas gereja.

Sebagai umat percaya, kita sering disebut pula sebagai tubuh Kristus. Hal itu dapat kita lihat di dalam sebuah peristiwa di mana Saulus menganiaya gereja, maka Tuhan Yesus sendiri menampakkan diri di hadapan Saulus serta berkata: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? (Kis 26:14)

Di sini kita melihat adanya suatu kesamaan tubuh antara tubuh jemaat dan tubuh Yesus Kristus, sehingga ketika Saulus menganiaya tubuh jemaat, maka Tuhan Yesus pun merasakannya dan menganggap bahwa aniaya yang dilakukan Saulus itu telah dilakukannya juga kepada Dia.

Bagaimana kita menanggapi hal ini? Tentu saja kita tidak dapat melihat kesatuan tubuh jemaat dan tubuh Tuhan ini dari sudut pandang yang jasmani bukan? Kita hanya dapat melihat kesatuan tubuh semacam itu dari suduh pandang yang rohani.

Sekarang mari kita lihat kembali ke dalam peristiwa Perjamuan Kudus. Semua orang percaya berkumpul di gereja, sebagai tubuh Kristus, lalu Kritus hadir secara spiritual bersama jemaat dan hadir pula secara jasmani di tengah-tengah jemaat, yaitu diwakilkan oleh roti dan anggur yang akan mereka makan. Sungguh merupakan gambaran peristiwa yang lengkap dan sesuai dengan konteks ayat Firman manapun.

Hal seperti ini, tentu sangat jauh berbeda dengan pandangan Memorialism yang hanya menekankan pada aspek mengingat atau mengenang saja. Memang mengenang atau mengingat pun sudah merupakan perbuatan yang baik, tetapi ada kejadian yang jauh lebih dalam, lebih bermakna, lebih khusus di dalam peristiwa Perjamuan Kudus, jika kita melihat dari sudut pandang Reformed.

Sakramen Perjamuan Kudus menjadi sesuatu yang sangat spesial di dalam pandangan Reformed, karena peristiwa ini begitu lengkap, aspek fisikal dan spiritual, jasmaniah dan rohaniah kita sebagai orang Kristen, tersentuh semua melalui Perjamuan Kudus tersebut.

Selain itu, penting pula untuk dicatat bahwa menurut pandangan Reformed, di dalam seremoni Perjamuan Kudus, maka bukan Tuhan Yesus yang secara spiritual turun ke bumi, melainkan diri kitalah yang (secara spiritual)  diangkat ke sorga untuk makan bersama dengan Tuhan. Hal ini diangkat dari sebuah prinsip yaitu bahwa semenjak Tuhan Yesus naik ke sorga, maka hingga saat inipun Tubuh Tuhan Yesus tetapi ada di sorga, hingga suatu hari ini Dia akan turun kembali ke bumi.

Penutup

Kiranya melalui penuturan tentang berbagai pandangan dari Perjamuan Kudus ini, kita kembali merenungkan akan pemahaman kita selama ini. Pandangan yang manakah yang kita anut selama ini? Meskipun setiap orang bebas untuk memilih bagaimana cara mereka memahami Perjamuan Kudus, tetapi adakah suatu kemungkinan, setelah membaca ini, kita mengubah sudut pandang kita yang lama dan belajar untuk merangkul pandangan baru yang didasarkan pada tafsiran Alkitab yang lebih lengkap?

Kiranya Tuhan Yesus memberkati dan menolong kita. Amin.

 

Catatan:
Membahas Perjamuan Kudus membutuhkan waktu dan materi yang lebih banyak sehingga di waktu mendatang kita tentu akan perlu melanjutkan pembahasan tentang Perjamuan Kudus ini. Tetapi untuk itu, saya akan menuangkannya di dalam tulisan yang berbeda.