![]() |
| Yesus Kristus Sang Anak Allah |
Kita cukup familiar dengan gambaran Tuhan Yesus sebagai Anak Allah atau Son of God. Akan tetapi, pengertian apakah yang dapat kita gali dari konsep Son Of God ini?
Konsep ke-Anak Allah-an ini sebetulnya bukan hanya milik kekristenan semata-mata, melainkan sebuah aspirasi yang cukup umum bagi banyak kebudayaan. Kaisar Cina maupun Kaisar Romawi juga mengenal konsep anak langit (Son of Heaven), artinya masyarakat dari budaya cina maupun romawi sudah terbiasa untuk menganggap para kaisar itu sebagai “anak alllah.”
Dari dua fakta di atas, kita mendapati bahwa konsep “anak allah” ini, ternyata sudah menjadi sesuatu yang bersifat inherent di dalam diri manusia. Ada semacam kebutuhan dalam diri manusia, yang tidak selalu disadari, akan sosok pribadi tertentu yang kita anggap sebagai wakil dari Tuhan. Itu sebabnya, kita semua, dari berbagai lapisan usia bahkan, memiliki banyak idola, orang yang kita puja-puja. Entah itu seorang selebriti, seniman, tokoh masyarakat, tokoh agama atau bahkan hewan dan benda-benda tertentu, yang kita anggap dapat menjadi semacam pengantara atau mediasi bagi manusia kepada Allah, ataupun perwakilan Allah kepada manusia. [Baca juga: Siapakah yang menjadi idola kita. Klik disini.]
Kisah menara Babel juga merupakan konsep mediasi. Menara tersebut berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara manusia dengan langit, yaitu tempat dimana Tuhan berada. Akan tetapi konsep menara Babel ini merupakan konsep mediasi yang dibuat oleh manusia sendiri, sebagai suatu dorongan dari dalam diri sendiri. [Baca juga: Siapakah pendiri Menara Babel? Klik disini.]
Fakta bahwa konsep “anak allah” itu sudah ada di dalam berbagai kebudayaan lain, pada gilirannya malah menimbulkan tuduhan kepada Alkitab, yaitu sebagai sebuah karya copycat yang diambil dari kebudayaan lain. Tentu saja tuduhan yang dilontarkan itu bersifat atau bertujuan agak negatif, yaitu ingin menurunkan kredibilitas dari Alkitab itu sendiri.
Bagi saya, kesimpulan yang disebtukan di atas, merupakan cara pandang yang terlalu negatif, sebab Alkitab sendiri tidak menyatakan bahwa segala sesuatu yang disampaikan di dalamnya adalah suatu konsep yang sama sekali baru. Pada kenyataannya, tidak sedikit konsep yang ada di dalam Alkitab, yang merupakan konsep yang diambil dari kebudayaan yang sudah ada sebelumnya. Ambil contoh misalnya konsep Logos. Istilah tersebut bukan istilah yang semata-mata ada di dalam Alkitab. Kebudayaan Yunani sudah mengenal konsep Logos. Alkitab hanya memakai konsep itu, untuk menunjuk kepada Logos yang sejati, yaitu Yesus Kristus. Atau contoh lain, konsep juruselamat, yang sudah dikenal oleh orang Romawi sebelum Kristus lahir. Bagi orang Romawi, kaisar adalah sang juruselamat, karena berhasil menyelamatkan Romawi dari bangsa yang bar-bar, dari berbagai perang dan berhasil membangun ekonomi Romawi menjadi sebuah kekuatan yang besar. Penulis Alkitab seperti Lukas, memakai konsep juruselamat ini untuk memperkenalkan dunia pada juruselamat yang bahkan lebih tinggi dari kaisar, yaitu Yesus Kristus.
Jadi memakai kebudayaan yang sudah ada, tidak menurunkan derajat kebenaran Alkitab. Demikian pula dengan konsep anak allah ini. Sekalipun dunia sudah mengenal konsep anak allah, bukanlah suatu kesalahan apabila kini kita mengarahkan pandangan kita kepada Anak Allah yang sejati, yaitu Yesus Kristus.
Dalam Injil Markus ada polemik dimana Kristus berhadapan langsung dengan kuasa kekaisaran. Markus 5 bicara tentang orang yang dirasuki oleh roh jahat, yang menamakan dirinya Legion, suatu istilah yang sangat khas Romawi, sekaligus sebagai semacam perwakilan dari kekuatan dan kekuasaan Romawi. Iblis bisa menyebut Tuhan Yesus sebagai Anak Allah yang mahatinggi. Tetapi disini terlihat bahwa manusia suka diperbudak oleh anak allah, yaitu Kaisar. Kristus Anak Allah yang sejati, datang untuk menghadirkan kerajaan-Nya yang dilandaskan pada kasih, Ia datang untuk membebaskan manusia dari perbudakan anak-anak allah yang palsu tersebut. Tuhan Yesus menghentikan kekuasaan ideologi dunia, Legion di usir ke luar, lalu masuk ke dalam babi. Tanah itu kini telah dibebaskan dari ideologi yang keliru. Tetapi ironisnya, manusia justru lebih suka dikuasai dan diperbudak oleh kerajaan palsu, oleh kuasa yang palsu. Tidak semua orang memang bisa melihat kerajaan Allah, hanya orang yang lahir baru saja yang diberi kemampuan untuk melihat keindahan kerajaan Allah. Jaman sekarang banyak orang sadar bahwa dirinya diperbudak oleh sosial media, tetapi meski sadar, mereka tidak sudi meninggalkan sang tiran yang memperbudak itu, sebalinya mereka menerima diri diperbudak, bahkan sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan.
Kristus datang untuk membebaskan kita dari perbudakan yang dihadirkan oleh para kaisar yang palsu, sehingga dapat menikmati keindahan kerajaan Allah. Ia mengajak kita juga untuk berpartisipasi dalam kerajaan Allah itu. Kita bahkan diingatkan bahwa sebetulnya kita ini adalah warga dari Kerajaan Allah, yang diberi kesempatan untuk menikmati kepemimpinan dari Kristus. Kehadiran Yesus Krsitus sebagai son of God adalah lambang dari kehadiran Kerajaan Allah.
Tetapi orang lebih suka dikuasai oleh Kaisar, karena ketika Kritus datang, orang malah menderita kerugian. Itu sebabnya manusia tidak serta merata secara otomatis menerima Kristus sebagai Son of God. Ini adalah peperangan ideologi antara Son of God dengan para sons of gods. [Baca juga: Dalam hal apakah iblis dikatakan berbahaya? Klik disini.]
Istilah Son of God di dalam ajaran Kristen, bukan sekedar sebutan saja, sebab Iblis pun bisa menyebut Yesus sebagai Son of God. Yang diharapkan dari kita sebagai orang Kristen adalah mengenal apa artinya memperlakukan Tuhan Yesus sebagai Son of God.
Dewasa ini ada banyak kebangkitan dari agama-agama pagan, yang sangat mungkin merupakan indikasi bahwa kekristenan sudah tidak lagi menawarkan/menghadirkan naratif Kerajaan Allah. Padahal di dalam Kristus, jawaban atas pertanyaan: “Siapakah yang akan mewakili kita dan memediasi hubungan kita dengan Allah?” sudah diberikan.
Suatu saat bisa saja kita masuk ke dalam post religious era. Kekristenan pun bisa berubah menjadi Christless Christianity. Hal ini bisa terjadi, ketika kita tidak sadar bahwa Kristus adalah Anak Allah yang mengundang kita untuk berbagian di dalamnya. Pada saat itu, orang akan lebih suka dengan piaraan babinya, dengan status quonya yang sudah nyaman berkat kebaikan kaisar palsu. [Baca juga: Manusia lebih suka pada kesementaraan ketimbang kekekalan. Klik disini.]
Waktu Tuhan Yesus datang Ia menghadirkan good news, pembebasan dari perbudakan. Tetapi apakah kita mengerti bahwa good news itu berarti kita harus kehilangan sesuatu, ada harga yang harus dibayar? Ataukah kita mau good news, tetapi mau juga dengan legion yang tetap memerintah, mau juga dengan kekaisaran, sekalipun kekaisaran itu menghadirkan opresion?
Tuhan Yesus adalah Son of God, artinya Dia yang memiliki pengenalan yang otoritatif akan Allah. Dan hanya Dia yang mampu menyatakan secara paling jelas, tentang siapakah Allah. Penekanan dalam Injil Yohanes adalah peran Tuhan Yesus sebagai Anak Allah memberikan penyataan paling otoritatif tentang siapakah Bapa.
Tetapi seringkali pembaca Injil Yohanes lebih fokus pada pesan bahwa Yesus Kristus itu sama dengan Allah, akibatnya mereka marah dan menganggap Tuhan Yesus telah menghujat Allah. Padahal penekanan yang mau disampaikan oleh Injil Yohanes adalah bagaimana Kristus mampu membawa manusia untuk mengenal Allah yang sejati. Pengenalan akan Bapa tidak mungkin dapat terjadi tanpa kehadiran Kristus, sebab Dia-lah sang pengantara satu-satunya, Dialah Son of God yang sejati. Tanpa Son Of God ini, maka manusia tidak mungkin bisa mengenal Allah. Mengapa harus lewat kristus? Sebab Dialah satu-satunya Anak Alah yang sejati.
Fatherhood of God adalah sebuah konsep yang berbicara tentang keberanian untuk datang kepada Bapa, bukan takut seperti budak, tetapi takut seperti seorang anak pada Bapa. Kita ini adalah anak-anak Allah sehingga boleh menyebut Allah sebagai Bapa. Allah bukan polisi yang suka mencari-cari kesalahan manusia.
Dalam narasi kerajaan Allah yang dihadirkan oleh Kristus, mamang Dia sendirilah The Son of God. Tetapi melalui Dia, kita pun diundang untuk menjadi children of God (anak-anak Allah). Ajaran dunia hanya menekankan emperor sebagai anak allah, tidak ada yang lain, tetapi melalui Kristus, semua orang percaya diadopsi pula untuk menjadi anak-anak Allah. Kehadiran Kristus itu, telah membawa kita untuk memiliki jati diri sebagai sons of God pula
Tuhan Yesus memiliki hati yang begitu luas sehingga Ia tidak keberatan jika kita pun dijadi sebagai anak Allah. Tuhan Yesus tidak malu menyebut kita sebagai saudara. Ini bukan identitas yang sekedar nama saja, sebab jika sekedar nama maka iblis pun bisa melakukannya, tetapi merupakan suatu identitas baru yang ada kaitannya dengan kehiduapn yang baru, ada meaning, ada story, ada calling yang baru di dalam identitas yang baru ini.
Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita. Amin.
