Oleh: Izar Tirta
Dalam tulisan sebelumnya kita melihat
bagaimana sikap Kain yang penuh kebencian, baik kepada Tuhan maupun kepada
sesamanya. Hasrat membunuh di dalam diri manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa
sudah sedemikian besar sehingga nasihat Tuhan pun diabaikan. [Baca juga: Mengapa manusia tega membunuh sesamanya? Klik disini.]
Dalam tulisan ini kita akan melihat lebih jauh
tentang Betapa rusaknya jalan pikiran seseorang yang sudah jatuh ke dalam dosa.
Bukan saja mereka tidak ingin memikul tanggungjawab, melainkan secara aktif
mereka berusaha melemparkan kesalahan itu ke pundak orang lain, bahkan ke
pundak Tuhan jika memungkinkan.
Waktu Adam jatuh ke dalam dosa, Adam juga
menyalahkan Tuhan karena telah menempatkan Hawa di sisinya. “Gara-gara
perempuan kiriman-Mu ini aku terjatuh,” demikian Adam mencoba memprotes Tuhan.
Ada semacam benang merah antara kejadian yang
satu dengan kejadian yang lain, antara peristiwa Adam dan peristiwa Kain, yaitu
kecenderungan dari manusia berdosa untuk menyalahkan Tuhan atas segala
kekacauan yang telah dibuatnya sendiri.
Sebagai kakak, tentu sudah selayaknya Kain
bertindak sebagai penjaga bagi adiknya yang lebih muda. Namun jangankan menjaga
adiknya dari bencana, Kain justru adalah sumber bencana itu sendiri. Kain bukan
saja telah membunuh, ia juga dengan entengnya berdusta kepada Tuhan. Agaknya
bukan saja hati Kain yang telah menjadi gelap, melainkan pikirannya pun telah
menjadi gelap gulita. Kelakuan Kain ini sungguh amat mirip dengan gambaran
Tuhan Yesus tentang iblis yang merupakan pembunuh dan bapa segala dusta.
Penulis Kitab Kejadian telah berhasil membawa
pembacanya melihat bagaimana dosa mula-mula yang barangkali terlihat begitu
“sederhana” kini telah berkembang sedemikian mengerikan dalam kurun waktu yang
tidak lama, hanya dalam satu generasi berikutnya. (Sebetulnya tidak ada
yang sederhana dari suatu keberdosaan di hadapan Tuhan. Fakta bahwa dosa Adam
dan Hawa terlihat sederhana oleh orang jaman sekarang, hanya membuktikan betapa
dalamnya dunia kita ini telah jatuh.) [Baca juga: Apakah semua orang pada dasarnya baik? Klik disini.]
Firman-Nya: "Apakah
yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah. (Kej 4:10). Pertanyaan Tuhan kali ini lebih merupakan sebuah ungkapan
penyesalan atau kekecewaan yang mendalam atas buruknya keadaan pada waktu itu.
Dan Sang Penanya meminta kepada sang pelaku untuk merenungkan konsekuensi buruk
yang akan segera datang akibat perbuatannya tersebut.
Darah yang berteriak dalam kalimat ini tentu
saja merupakan bahasa figuratif untuk menggambarkan bahwa orang yang mati
terbunuh itu keberadaannya tidak begitu saja tanpa jejak. Walau pun wujudnya
tidak terlihat, orang itu bisa datang ke hadirat Allah untuk meminta
bantuan-Nya.
Kata “berteriak” di sini melukiskan betapa
kerasnya atau betapa urgent-nya permohonan akan pertolongan tersebut. Sang
korban bukan berbisik malu-malu kepada Allah melainkan berteriak karena sadar
bahwa ia telah diperlakukan secara tidak adil dan ia yakin bahwa Allah adalah
sumber segala keadilan yang pasti akan melakukan tindakan yang sewajarnya. Dan
Allah Yang Mahaadil tidak mungkin gagal mendengar atau memperhatikan permohonan
tersebut.
Jadi walaupun sang korban sudah tiada di dunia
ini, bukan berarti ketidakadilan yang ia terima akan sama sekali sirna atau tak
terperhatikan dari dunia. Walaupun nama Habel berarti sia-sia, walaupun hidup
Habel terlihat seperti sia-sia, tetapi di hadapan Allah seruan keadilan Habel
tidak akan sia-sia.
Maka sekarang,
terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk
menerima darah adikmu itu dari tanganmu. (Kej 4:11)
Kain adalah manusia pertama yang secara
langsung dikutuk oleh Allah. Dalam peristiwa kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam
dosa, yang mendapat kutukan adalah ular dan juga tanah, tetapi kutukan itu
tidak diarahkan langsung kepada Adam dan Hawa sendiri, mereka dihukum, tetapi
tidak sampai dikutuk. Dalam peristiwa Kain, ia sendiri yang mendapat kutukan
tersebut dari Yang Mahakuasa. Allah tidak akan melepaskan seorang pembunuh dari
hukuman.
Kain adalah orang yang benar-benar terbuang. Jangankan
Tuhan mau menerima Kain, bahkan tanah pun tidak bersedia menerima dia.( Ini
adalah suatu ungkapan tentang betapa marahnya alam semesta terhadap perbuatan
manusia yang begitu keji. Bahkan Habel yang telah mati itu pun masih diterima
kucuran darahnya, tetapi Kain telah ditolak bahkan ketika ia masih bernafas.
Apabila engkau mengusahakan
tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu;
engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi." (Kej 4:12)
Pada waktu Adam
jatuh ke dalam dosa, Adam diusir dari Taman Eden untuk mengusahakan tanah. Jadi
setidaknya masih ada sebuah tempat yang menerima dia, yang menjadi tempat
perlindungan dan tempat ia beristirahat.
Kini pada saat
Kain jatuh ke dalam dosa, Kain bahkan diusir dari tanah tempat ia bekerja.
sehingga ia harus lari dan mengembara di dunia. Dalam gambaran ini kita lihat
bahwa bukan saja kadar dosa yang mengalami peningkatan, kadar hukuman pun
mengalami peningkatan. Kain yang pongah itu pun, pada akhirnya sadar juga akan
betapa buruknya situasi yang sedang ia hadapi.
Meskipun Tuhan
terlihat sabar kepada para pendosa dan terbuka untuk memberi kesempatan kepada
mereka untuk berbalik, namun Alkitab mengajarkan bahwa Tuhan adalah Hakim Yang Mahaadil. Ia tidak terus menerus akan mentolerir dosa dan kejahatan. Pada
waktunya, Tuhan pasti akan menjatuhkan hukuman kepada orang yang berdosa. Allah
bukanlah Allah yang baik, jika Ia bahkan tidak mampu bersikap adil. Sementara
di sisi lain, Allah juga bukan Allah yang baik, jika Ia tidak berminat
menyelamatkan orang-orang yang berdosa.
Jadi, di satu
sisi mengasihi, tetapi di sisi lain Ia harus menghukum orang yang berdosa.
Dengan cara apakah Allah menyelesaikan dilema yang rumit ini? Alkitab mengajarkan
bahwa Allah menyelesaikan dilema tersebut di dalam diri Yesus Kristus.
Yesus Kristus
mati di kayu salib untuk menanggung dosa-dosa manusia dan Ia bangkit untuk
memberi manusia hidup yang kekal, supaya barangsiapa yang percaya kepada-Nya
akan diselamatkan, tetapi barangsiapa yang tidak percaya, maka orang itu tetap
berada di bawah hukuman. (Yoh 3:16 dan 18)
Orang yang percaya adalah orang yang menyadari
keberdosaannya, memohon ampun kepada Tuhan dan bersedia untuk belajar sebagai
murid yang taat di bawah kaki Tuhan Yesus. Orang yang percaya, bukanlah orang
yang sempurna, mereka adalah orang yang punya kelemahan, keterbatasan dan
bahkan bisa jatuh pula ke dalam dosa. Tetapi orang percaya juga bukan orang
yang sama sekali tidak memikirkan kehendak Tuhan atau sama sekali tidak
berusaha untuk hidup menyenangkan hati Tuhan. Orang yang sungguh percaya
ditandai dengan sikapnya yang berubah terhadap dosa, terhadap Alkitab,
terhadap relasi dengan Yesus.
Kain berdosa, dan Tuhan menjatuhkan hukuman. Apakah kira-kira respon Kain terhadap hukuman tersebut? Akankah dia sadar dan bertobat? Kita akan membahas respon Kain tersebut dalam tulisan selanjutnya.
Tuhan Yesus memberkati. Amin.