Tuesday, April 21, 2020

Eksposisi singkat Kejadian 4:13: Hukuman Tuhan terhadap Kain

Oleh: Izar Tirta

 
Dalam tulisan sebelumnya kita sudah membahas bagaimana Tuhan menjatuhkan hukuman kepada Kain atas pembunuhan yang telah ia lakukan. Meskipun pada awalnya Kain sama sekali tidak peduli pada apa yang Tuhan katakan atau tanyakan, tetapi pada akhirnya Kain tidak dapat mengesampingkan fakta bahwa Tuhan adalah Dia yang Mahakuasa. Ketidakpedulian Kain pada eksistensi Tuhan tidak begitu saja mampu meluputkan dia dari kenyataan bahwa Tuhan tetap mampu menjangkau dia, dengan kutukan dan hukuman.

Dalam kehidupan riil di zaman kita sekarang, tidak sedikit orang yang bersikap seperti Kain. Mereka tidak peduli pada eksistensi Tuhan. Mereka tidak peduli apakah mereka telah berbuat dosa atau tidak berbuat dosa kepada-Nya. Mereka bahkan tidak mau tahu atau tidak terlalu memusingkan tentang apa itu dosa. Tetapi berdasarkan apa yang terjadi pada Kain, kita tahu bahwa ketidakpedulian manusia kepada Tuhan tidak menghapus fakta bahwa pada akhirnya semua orang harus berhadapan dengan Dia, muka dengan muka. Kesombongan Kain yang menganggap sepele perbuatan kejamnya itu, mau tidak mau akhirnya sirna ketika Tuhan mengutuk dan menghukum dia.

Dalam tulisan ini kita akan melihat, respon apa yang diberikan oleh Kain atas hukuman yang diterimanya.

Kata Kain kepada TUHAN: "Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung. (Kej 4:13)

Jika sebelumnya Kain berkata-kata kepada Tuhan dengan sikap yang congkak dan sesuka hatinya saja. Kini setelah menyadari hukuman yang harus ia tanggung, Kain mulai mengajukan protes kepada Tuhan.

Hukuman atas dosa memang terlihat amat besar jika dipandang dari sudut pandang manusia itu sendiri. Tetapi sesungguhnya, dengan ukuran apakah kita menetapkan mana yang terlalu besar dan mana yang sesuai? Sebagai manusia, Kain tidak sadar bahwa dosa yang ia lakukan adalah dosa yang sangat besar sehingga hukuman yang harus ia tanggung pun amat berat.

Perlu kita perhatikan di sini, bahwa di dalam perkataannya Kain sama sekali tidak menyampaikan rasa sesal atau memohon pengampunan. Ia hanya mengeluh karena hukuman yang dianggap terlalu berat, sambil berusaha mengkritik Tuhan atas sikap-Nya yang dipandang telah berlaku tidak adil pada Kain. Betapa rusaknya jiwa manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, bukan? Tanpa anugerah Tuhan, tidak mungkin ada seorang pun dari kita manusia yang akan mau bertobat dan kembali kepada Tuhan secara sukarela.

Kita berpikir, apabila manusia bersalah lalu menerima hukuman dari Tuhan, maka orang itu pasti akan takut, lalu menyesal dan secara otomatis akan ingin kembali kepada Tuhan. Tetapi kasus Kain ini telah mengajarkan kepada kita, bahwa hal yang demikian tidak selalu terjadi. Tanpa anugerah dari Tuhan, hukuman yang ditimpakan kepada seseorang malah akan membuat orang itu semakin membenci Tuhan, serta semakin mempersalahkan Dia.

C.S. Lewis di dalam bukunya yang berjudul The Problem of Pain, pernah mengutarakan keyakinannya demikian: I willingly believe that the damned are, in one sense, successful, rebels to the end; that the doors of hell are locked on the inside.

Bagi Lewis, pintu neraka dapat dibuka dari sebelah dalam oleh orang-orang yang ada di dalam neraka itu sendiri. Tetapi sekalipun mereka bisa membukanya, mereka tetap tidak sudi untuk membukanya. Mereka tidak berminat untuk kembali kepada Tuhan.

Saya sendiri tidak sepenuhnya setuju, sekaligus tidak sepenuhnya tidak setuju pada gagasan Lewis ini. Artinya, ada hal-hal yang saya sependapat, namun ada hal-hal yang saya pikir tidak dapat saya terima.

Sisi yang dapat saya terima adalah bahwa orang yang dihukum di dalam neraka memang tidak berniat untuk meminta pengampunan dari Tuhan. Gagasan ini saya dasarkan pada kisah orang kaya dan Lazarus yang diceritakan oleh Tuhan Yesus sendiri. Lihat kembali Lukas 16:19-31, dalam kisah itu, kita baca bahwa perhatian utama dari si orang kaya bukan tentang pengampunan dari Allah. Ia hanya minta keringanan atas hukuman yang ia alami. Persis seperti yang terjadi pada Kain. Kain juga tidak mohon ampun pada Tuhan, ia hanya protes karena hukumannya dianggap terlalu berat.

Sisi yang tidak dapat saya terima adalah bahwa menurut Lewis kunci pintu neraka itu seolah-olah tergantung secara bebas sehingga mempunyai kemungkinan bagi orang atau malaikat atau siapapun untuk membukanya. Alkitab mengajarkan bahwa tidak ada kemungkinan bagi siapa pun untuk berpindah dari neraka menuju ke sorga, sekali pun apabila mereka menginginkan atau mengusahakannya, sekalipun jika ada malaikat yang membantu atau sekalipun jika ada ribuan orang yang masih hidup di dunia sedang berdoa bagi orang yang telah mati tersebut.

Pandangan saya ini, sekali lagi didasarkan pula pada cerita Tuhan Yesus tentang orang kaya dan Lazarus tadi. Dalam kisah itu, Abraham berkata kepada si orang kaya: Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. (Lukas 16:26)

Dari kisah ini, kita belajar bahwa kondisi seseorang setelah kematian sudah tidak mungkin dapat diubah. Ada sebuah jurang yang tak terseberangi di antara dua dunia tersebut. Itu sebabnya, Alkitab tidak pernah mengajarkan kita untuk berdoa bagi roh orang-orang yang sudah meninggal, dengan harapan roh-roh tersebut berpindah dari api menuju sorga. Tuhan Yesus justru mengajarkan bahwa hal semacam itu tidak mungkin akan terjadi. Dan kita tahu, Tuhan Yesus pasti tidak sedang bergurau ketika mengatakan hal-hal yang demikian, bukan?

UNTUK DIRENUNGKAN
Apakah kita seringkali mempersalahkan Tuhan atas hal-hal buruk yang menimpa kita? Jika ya, maka biarlah pada kesempatan ini juga berhenti dari sikap demikian, karena sikap seperti itu jika kita Baca di dalam Alkitab adalah sikap dari orang yang tidak percaya.

Ketimbang marah dan mempersalahkan Tuhan, alangkah baiknya jika kita dengan rendah hati datang kepada Tuhan dan meminta tolong kepada-Nya untuk mengatasi hati kita yang sedang berkecamuk oleh amarah, kebencian dan ketidakmengertian.

Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa setelah seseorang meninggal dunia, tidak ada lagi kesempatan untuk berpindah dari api penyiksaan kepada kehidupan sorgawi. Ajaran yang demikian bukan berasal dari Alkitab. Jika kita masih ingin mengikut Yesus, hendaklah kita tunduk pada perkataan-Nya bukan tunduk pada ajaran manusia-manusia yang masih hidup di dalam kegelapan.