Oleh: Izar Tirta
Dalam tulisan
sebelumnya kita sudah membahas bagaimana Tuhan menjatuhkan hukuman kepada Kain
atas pembunuhan yang telah ia lakukan. Meskipun pada awalnya Kain sama sekali tidak
peduli pada apa yang Tuhan katakan atau tanyakan, tetapi pada akhirnya Kain
tidak dapat mengesampingkan fakta bahwa Tuhan adalah Dia yang Mahakuasa. Ketidakpedulian
Kain pada eksistensi Tuhan tidak begitu saja mampu meluputkan dia dari kenyataan
bahwa Tuhan tetap mampu menjangkau dia, dengan kutukan dan hukuman.
Dalam kehidupan
riil di zaman kita sekarang, tidak sedikit orang yang bersikap seperti Kain.
Mereka tidak peduli pada eksistensi Tuhan. Mereka tidak peduli apakah mereka
telah berbuat dosa atau tidak berbuat dosa kepada-Nya. Mereka bahkan tidak mau
tahu atau tidak terlalu memusingkan tentang apa itu dosa. Tetapi berdasarkan
apa yang terjadi pada Kain, kita tahu bahwa ketidakpedulian manusia kepada
Tuhan tidak menghapus fakta bahwa pada akhirnya semua orang harus berhadapan
dengan Dia, muka dengan muka. Kesombongan Kain yang menganggap sepele perbuatan
kejamnya itu, mau tidak mau akhirnya sirna ketika Tuhan mengutuk dan menghukum
dia.
Dalam tulisan ini
kita akan melihat, respon apa yang diberikan oleh Kain atas hukuman yang
diterimanya.
Kata Kain kepada
TUHAN: "Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung. (Kej
4:13)
Jika sebelumnya
Kain berkata-kata kepada Tuhan dengan sikap yang congkak dan sesuka hatinya
saja. Kini setelah menyadari hukuman yang harus ia tanggung, Kain mulai
mengajukan protes kepada Tuhan.
Hukuman atas dosa
memang terlihat amat besar jika dipandang dari sudut pandang manusia itu
sendiri. Tetapi sesungguhnya, dengan ukuran apakah kita menetapkan mana yang terlalu
besar dan mana yang sesuai? Sebagai manusia, Kain tidak sadar bahwa dosa yang
ia lakukan adalah dosa yang sangat besar sehingga hukuman yang harus ia
tanggung pun amat berat.
Perlu kita
perhatikan di sini, bahwa di dalam perkataannya Kain sama sekali tidak
menyampaikan rasa sesal atau memohon pengampunan. Ia hanya mengeluh karena
hukuman yang dianggap terlalu berat, sambil berusaha mengkritik Tuhan atas
sikap-Nya yang dipandang telah berlaku tidak adil pada Kain. Betapa rusaknya jiwa
manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, bukan? Tanpa anugerah Tuhan, tidak
mungkin ada seorang pun dari kita manusia yang akan mau bertobat dan kembali
kepada Tuhan secara sukarela.
Kita berpikir,
apabila manusia bersalah lalu menerima hukuman dari Tuhan, maka orang itu pasti
akan takut, lalu menyesal dan secara otomatis akan ingin kembali kepada Tuhan.
Tetapi kasus Kain ini telah mengajarkan kepada kita, bahwa hal yang demikian tidak
selalu terjadi. Tanpa anugerah dari Tuhan, hukuman yang ditimpakan kepada
seseorang malah akan membuat orang itu semakin membenci Tuhan, serta semakin
mempersalahkan Dia.
C.S. Lewis di
dalam bukunya yang berjudul The Problem of Pain, pernah mengutarakan
keyakinannya demikian: I willingly believe that the damned are, in
one sense, successful, rebels to the end; that the doors of hell are locked on
the inside.
Bagi Lewis, pintu
neraka dapat dibuka dari sebelah dalam oleh orang-orang yang ada di dalam
neraka itu sendiri. Tetapi sekalipun mereka bisa membukanya, mereka tetap tidak
sudi untuk membukanya. Mereka tidak berminat untuk kembali kepada Tuhan.
Saya sendiri
tidak sepenuhnya setuju, sekaligus tidak sepenuhnya tidak setuju pada gagasan
Lewis ini. Artinya, ada hal-hal yang saya sependapat, namun ada hal-hal yang
saya pikir tidak dapat saya terima.
Sisi yang dapat
saya terima adalah bahwa orang yang dihukum di dalam neraka memang tidak
berniat untuk meminta pengampunan dari Tuhan. Gagasan ini saya dasarkan pada
kisah orang kaya dan Lazarus yang diceritakan oleh Tuhan Yesus sendiri. Lihat
kembali Lukas 16:19-31, dalam kisah itu, kita baca bahwa perhatian utama dari
si orang kaya bukan tentang pengampunan dari Allah. Ia hanya minta keringanan
atas hukuman yang ia alami. Persis seperti yang terjadi pada Kain. Kain juga tidak
mohon ampun pada Tuhan, ia hanya protes karena hukumannya dianggap terlalu
berat.
Sisi yang tidak
dapat saya terima adalah bahwa menurut Lewis kunci pintu neraka itu
seolah-olah tergantung secara bebas sehingga mempunyai kemungkinan bagi orang
atau malaikat atau siapapun untuk membukanya. Alkitab mengajarkan bahwa tidak
ada kemungkinan bagi siapa pun untuk berpindah dari neraka menuju ke sorga,
sekali pun apabila mereka menginginkan atau mengusahakannya, sekalipun jika ada
malaikat yang membantu atau sekalipun jika ada ribuan orang yang masih hidup di
dunia sedang berdoa bagi orang yang telah mati tersebut.
Pandangan saya ini,
sekali lagi didasarkan pula pada cerita Tuhan Yesus tentang orang kaya dan
Lazarus tadi. Dalam kisah itu, Abraham berkata kepada si orang kaya: Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak
terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka
yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. (Lukas 16:26)
Dari kisah ini, kita
belajar bahwa kondisi seseorang setelah kematian sudah tidak mungkin dapat
diubah. Ada sebuah jurang yang tak terseberangi di antara dua dunia tersebut.
Itu sebabnya, Alkitab tidak pernah mengajarkan kita untuk berdoa bagi roh
orang-orang yang sudah meninggal, dengan harapan roh-roh tersebut berpindah
dari api menuju sorga. Tuhan Yesus justru mengajarkan bahwa hal semacam itu
tidak mungkin akan terjadi. Dan kita tahu, Tuhan Yesus pasti tidak sedang
bergurau ketika mengatakan hal-hal yang demikian, bukan?
UNTUK
DIRENUNGKAN
Apakah kita
seringkali mempersalahkan Tuhan atas hal-hal buruk yang menimpa kita? Jika ya,
maka biarlah pada kesempatan ini juga berhenti dari sikap demikian, karena
sikap seperti itu jika kita Baca di dalam Alkitab adalah sikap dari orang yang
tidak percaya.
Ketimbang marah
dan mempersalahkan Tuhan, alangkah baiknya jika kita dengan rendah hati datang
kepada Tuhan dan meminta tolong kepada-Nya untuk mengatasi hati kita yang
sedang berkecamuk oleh amarah, kebencian dan ketidakmengertian.
Alkitab dengan jelas
mengajarkan bahwa setelah seseorang meninggal dunia, tidak ada lagi kesempatan
untuk berpindah dari api penyiksaan kepada kehidupan sorgawi. Ajaran yang
demikian bukan berasal dari Alkitab. Jika kita masih ingin mengikut Yesus,
hendaklah kita tunduk pada perkataan-Nya bukan tunduk pada ajaran
manusia-manusia yang masih hidup di dalam kegelapan.