Kisah perjumpaan Yesus dengan seorang pemuda yang kaya
Bagian 3
Oleh: Izar Tirta
Sumber bacaan:
Matius 19:16-26
Markus 10:17-27
Lukas 18:18-28
PENDAHULUAN
Saya mengawali tulisan ini
dengan kata “berkat” untuk memperlihatkan kepada kita semua, bahwa banyaknya
berkat yang dimiliki oleh seseorang tidaklah serta merta identik dengan
perkenanan Tuhan terhadap diri orang itu. Pemuda yang mendatangi Yesus memiliki
segala berkat yang kita impikan dalam hidup, namun gagal mendapatkan sumber
dari berkat itu sendiri, yaitu Pribadi Yesus Kristus.
Pada bagian ke tiga ini, saya
akan coba paparkan apa implikasi dari kata-kata yang Yesus sampaikan pada
pemimpin muda yang kaya itu.
Implikasi Dari Kata-Kata Yesus Kepada Sang
Pemimpin Muda Kaya
Tidak ada seorangpun yang baik
Yesus telah mengatakan kepada
pemuda kaya itu bahwa tidak ada seorang pun yang baik. Artinya, segala
perbuatan yang selama ini kita anggap baik ternyata masih belum cukup untuk
mencapai standar yang di tetapkan oleh Allah melalui Tuhan Yesus.
Hal ini sejalan dengan
pengakuan nabi Yesaya yang berkata:
Demikianlah kami
sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor (Yesaya 64:6). Istilah Ibrani yang dipakai oleh Yesaya untuk “kain kotor” dalam ayat
itu adalah ukebeged iddim yang artinya kain untuk wanita yang sedang haid, semacam pembalut wanita dalam
istilah kita sekarang.
Sebagai seorang nabi, Yesaya mempunyai
perspektif yang jelas mengenai kesalehan manusia di hadapan Allah yang Mahasuci.
Ia tidak menyombongkan diri di hadapan Allah. Ia tidak berani membanggakan
segala perbuatannya yang menurut ukuran manusia sungguh luar biasa. Melainkan
dengan jujur Yesaya mengakui bahwa yang namanya kesalehan manusia di hadapan
Allah sama najisnya atau sama menjijikkannya dengan kain pembalut wanita yang
sedang menstruasi.
Kebaikan seorang manusia,
sangatlah indah bagi manusia itu sendiri, juga indah bagi orang lain yang menerima
kebaikan itu, tetapi masih sangat jauh dari memadai jika diperhadapkan pada
kesucian Allah.
Yesus pun tanpa ragu dan
khawatir sedikit pun akan kehilangan calon pengikut potensial, mengatakan apa
yang harus dikatakan: oudeis agatos, “tidak
ada seorangpun yang baik.” Singkat, padat, jujur, apa adanya, walau barangkali
sedikit menyakitkan di telinga kita.
Alkitab selalu mencatat dengan
jujur segala sesuatu yang penting untuk kita ketahui. Alkitab tidak ditulis
untuk menyampaikan berita yang manis dan enak di dengar, melainkan untuk
mengatakan kebenaran dan kejujuran tentang kondisi manusia di hadapan Allah.
Selama ini, kita mungkin sudah
selalu berusaha melakukan banyak kebaikan hingga kita percaya bahwa diri kita
ini baik-baik saja, persis seperti si pemimpin muda yang kaya raya itu ketika
datang menemui Yesus. Tetapi biarlah Alkitab hari ini juga mengingatkan kita
semua, yaitu Anda dan saya, bahwa kita ini adalah makhluk yang bermasalah,
tidak baik, serta tidak layak di hadapan Tuhan.
Mencoba menyogok Tuhan dengan segala perbuatan baik kita demi untuk membuat
diri kita diterima di sisi-Nya kelak, pada dasarnya hanyalah mimpi di siang
bolong.
Biarlah segala kritik dan
teguran Yesus pada pemuda kaya itu, bergema juga di dalam jiwa kita setiap hari.
Agar kita dapat menjalani hidup dengan lebih rendah hati serta penuh dengan
sikap yang menundukkan diri di hadapan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat
kita.
Tidak ada seorang pun yang berhasil
Yesus sama sekali tidak
berniat untuk menurunkan standar kesempurnaan yang Ia miliki. Yesus tidak
keliru ketika berkata bahwa manusia bisa memiliki hidup jika melakukan segala
perintah Allah. Sebab perintah Allah itu benar dan suci adanya.
Yang jadi masalah adalah, tidak ada seorang pun yang akan mampu untuk
melakukan segala perintah Allah yang begitu sempurna, begitu suci dan begitu
agung.
Hanya kesombongan kitalah yang
seringkali membuat kita merasa mampu melakukan perintah Tuhan dengan kekuatan
kita sendiri. Manusia telah menilai dirinya sendiri terlalu tinggi, dan terlalu
menganggap sepele ketetapan-ketetapan Allah.
Pemuda kaya itu dengan penuh
percaya diri merasa telah mampu melakukan perintah ke 5 sampai ke 10 dari
Sepuluh Perintah Allah. Sampai Yesus menantangnya melakukan sesuatu yang radikal
untuk membuktikan keberhasilan si pemuda dalam memenuhi standar Allah mengenai
kasih kepada sesama. Dan kita tahu, akhirnya si pemuda pun kedapatan gagal.
Sepuluh Perintah Allah sama
sekali tidak sesederhana seperti apa yang terlihat. Ambil satu contoh saja,
“Jangan membunuh,” kita selalu berpikir
“asalkan aku tidak pernah melenyapkan nyawa seseorang dengan sengaja, pasti aku
belum pernah melanggar perintah “jangan membunuh” tersebut. Tetapi apakah
perintah “jangan membunuh” itu ternyata memang sesederhana itu?
Mari kita lihat bagaimana
Yesus Kristus sendiri memberi penjelasan terhadap kata-kata “Jangan membunuh”
tersebut: Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek
moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya
harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke
Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka
yang menyala-nyala. (Matius 5:21-22)
Jika demikian, siapakah di antara kita
yang masih yakin pasti terbebas dari dosa pembunuhan? Betapa berbedanya cara
pandang kita dan cara pandang Yesus mengenai suatu pembunuhan, bukan? Kita
membuat tafsiran sendiri mengenai apa yang dimaksud dengan pembunuhan, lalu
menjalani hidup dengan nurani yang tenang karena mengira diri kita tidak pernah
melanggar perintah tersebut. Sampai kita tiba-tiba berhadapan dengan Yesus
Kristus dan mendapati diri kita harus dihukum karena kedapatan bersalah di
hadapan Tuhan. Rasanya, sangat tidak bijaksana jika kita terus bertahan dengan
pengertian diri sendiri, bukan? Semoga melalui kisah ini kita mulai tergugah
untuk mencari tahu, apa sebenarnya yang Yesus inginkan.
JIKA DEMIKIAN SIAPAKAH YANG DAPAT DISELAMATKAN?
Para murid Yesus tercatat
sangat terkejut mendengar Dia berkata “orang yang kaya akan sulit sekali masuk
ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat 19:23). Mengapa mereka terkejut? Padahal mereka
sendiri bukan orang kaya? Mereka terkejut karena, seperti kita, para murid
Yesus juga berpikir bahwa pemimpin muda yang kaya itu telah memiliki begitu
banyak berkat, sehingga bagaimana mungkin orang seperti itu tidak diterima
dalam Kerajaan Sorga? Jika orang seperti itu saja tidak diterima, lalu
bagaimana dengan orang yang lain? Jika dia saja tidak dapat diselamatkan, lalu
siapakah yang dapat diselamatkan?
Hanya melalui Yesus, seseorang dapat
memperoleh hidup
Ajakan Yesus kepada pemimpin
muda yang kaya itu untuk menjual hartanya bukanlah syarat untuk diselamatkan.
Mari kita lihat kembali apa yang Yesus katakan: berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka
engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah
Aku." (Matius 19:21)
“Menjual segala miliknya,” adalah
respon Yesus atas pernyataan pemuda kaya itu bahwa ia telah melaksanakan
Perintah Allah sejak masa mudanya (masa remajanya). Melalui kata-kata itu,
Yesus ingin pemuda kaya ini sadar bahwa pada dasarnya ia masih jauh dari
berhasil.
“Datanglah kemari dan ikutlah Aku”
adalah respon Yesus atas pertanyaan mengenai bagaimana cara seseorang untuk
dapat memperoleh hidup. Yesus ingin mengajarkan pada pemuda itu, bahwa untuk
memperoleh Kerajaan Sorga, seseorang tidak mungkin menempuhnya dengan cara
melakukan perbuatan baik. Untuk memperoleh Kerajaan Sorga, seseorang harus
percaya dan mengikut Yesus. Pada kesempatan lain, Yesus pernah berkata: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang
datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Yesus terlihat
sangat konsisten dengan konsep jalan keselamatan seperti ini.
“Datanglah kemari dan ikutlah Aku” kata Yesus memberi penawaran. Istilah
Yunani untuk “Ikutlah Aku” dalam ayat itu adalah akoloutei
moi. Istilah ini muncul beberapa
kali dalam ucapan Yesus , yaitu kepada Matius sendiri, kepada Filipus, kepada
Petrus dan kepada beberapa orang lain yang diajak Yesus untuk menjadi
murid-Nya. Orang-orang itu, yang diajak Yesus untuk menjadi murid, menerima
tawaran Yesus. Dan kepada orang-orang ini, Yesus pernah berkata: “bersukacitalah karena namamu ada
terdaftar di sorga.” (Lukas 10:20).
Pemuda itu menolak tawaran Yesus dan kita tidak pernah lagi mendengar
tentang dia. Dan kita bahkan tidak pernah diberitahu siapa nama pemimpin muda
yang kaya itu.
Hanya melalui Roh Kudus, seseorang dapat
mengikut Yesus Kristus
Terhadap keterkejutan para
murid, Yesus berkata: "Bagi
manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin." (Matius 19:26). Mengapa bisa demikian? Dan bagaimana caranya?
Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga dari Allah
Tritunggal yang menolong seseorang untuk percaya kepada Yesus Kristus sebagai
Tuhan dan Juruselamat mereka. Dengan usaha sendiri, manusia tidak mungkin masuk
ke dalam kerajaan Sorga, tetapi bagi Allah seorang manusia bisa masuk ke dalam
kerajaan Sorga melalui pertolongan Roh Kudus.
Jadi siapakah yang dapat diselamatkan?
Yang diselamatkan adalah setiap orang yang mau percaya kepada Yesus,
sebagaimana ada tertulis: Karena begitu besar kasih Allah
akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya
setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal. (Yohanes 3:16)
REFLEKSI
Bagi diri sendiri
Membaca kisah perjumpaan Yesus
dan pemuda kaya itu, membuat saya bersyukur sekaligus khawatir. Bersyukur
karena keselamatan saya tidak lagi tergantung pada keberadaan diri saya yang
tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa ini, melainkan pada karya
keselamatan yang Yesus telah kerjakan bagi saya. Saya bersyukur bahwa Yesus
Kristus telah mengambil suatu bagian yang begitu penting dalam hidup saya, dan
yang tidak mungkin mampu saya kerjakan sendiri. Di dalam Yesus, saya punya
harapan. Di dalam diri saya sendiri, saya tidak punya harapan.
Tetapi di sisi lain saya juga
diam-diam merasa khawatir, bahwa kepastian keselamatan yang Yesus berikan itu,
pada akhirnya telah saya salah gunakan. Saya khawatir bahwa keyakinan saya pada
kepastian keselamatan itu pada gilirannya justru membuat saya menjadi ceroboh,
sombong secara rohani, dan kurang introspeksi, persis seperti yang dilakukan
oleh pemuda tersebut.
Saya jadi ingin selalu
mengingat kata-kata John Calvin mengenai pandangan pribadinya terhadap ajaran
kepastian keselamatan yang terdapat dalam Alkitab. Calvin berkata: “If I stand on my feet, I feel trembling. But
If I’m on my knees, I feel secure.” (kalimat ini dikutip dari khotbah Dr. Stephen
Tong)
Kepastian keselamatan bukanlah
tiket untuk berbuat seenaknya, bukan juga tiket untuk membuat saya merasa lebih
baik dari orang lain. Kepastian keselamatan adalah suatu peringatan tentang
betapa tidak mampunya diri saya dalam memenuhi tuntutan Allah, betapa
bangkrutnya kerohanian saya, serta betapa hinanya jiwa saya, sehingga Yesus Kristus
harus mati bagi saya demi memastikan keselamatan itu.
Bagi gereja
Pada masa ini, banyak orang
Kristen yang begitu mendambakan berkat, tetapi enggan untuk sungguh-sungguh
mengenal Pribadi Yesus Kristus. Sebab untuk mengenal Pribadi Yesus Kristus,
seseorang mau tidak mau harus mempelajari Alkitab terlebih dahulu. Meminta
berkat dan menerima berkat, adalah hal yang mudah dan menyenangkan. Sebaliknya,
mempelajari Alkitab adalah hal yang tidak menyenangkan bagi banyak orang. Dan
kita tahu, secara naluri kita pasti akan memilih perbuatan yang menyenangkan
ketimbang yang tidak, bukan?
Keadaan ini diperparah pula
oleh kecenderungan yang tidak bertanggungjawab dari beberapa gereja masa kini.
Demi menjaring jemaat sebanyak mungkin, gereja-gereja tertentu seakan-akan
ingin “menjual” bahkan jika memungkinkan “mengobral” berkat. Tidak sedikit gereja
yang begitu menekankan pada berkat Tuhan, entah itu berkat kesembuhan,
kesuksesan, kekayaan dan berkat-berkat lainnya yang, tentu saja, sangat mudah
menjaring minat masyarakat. Sementara di sisi lain, eksposisi terhadap Alkitab
justru ditinggalkan. Padahal jika kita kembali pada kisah Yesus dan pemuda kaya
itu, kita akan melihat bahwa mengenal Yesus Kristus jauh lebih penting daripada
memperoleh berkat-berkat-Nya. Pribadi Yesus Kristus bahkan lebih penting daripada
mukjizat-Nya. Jika dalam Perjanjian Baru kita melihat seorang pemuda yang lebih
mementingkan berkat ketimbang Pribadi Yesus, maka pada Perjanjian Lama kita
akan melihat sebuah bangsa yang tidak kunjung percaya pada Yahwe, sekalipun
mukjizat terjadi setiap hari di depan mata mereka.
Berkat dan mukjizat, dua kata
yang sangat menyenangkan untuk didengar, apalagi untuk dialami. Tetapi Alkitab
telah mengajarkan pada kita bahwa baik berkat maupun mukjizat, sama-sama tidak
menjamin seseorang dapat mengenal Allah yang sejati. Ada begitu banyak orang
yang menerima berkat dan mengalami mukjizat di dalam Alkitab, tetapi berakhir
dengan kegagalan dalam mengenal Yesus dan memperoleh keselamatan. Beberapa
bahkan diusir secara tegas oleh Yesus sendiri. Singkatnya, seseorang yang
mengalami mukjizat dan menerima berkat dari Tuhan, belum tentu orang itu akan
diselamatkan. Alkitab punya banyak contoh untuk kasus-kasus semacam ini.
Jadi jika sekarang muncul
kecenderungan gereja-gereja tertentu untuk, di satu sisi mengabaikan pentingnya
eksposisi Alkitab yang sangat membantu kita untuk mengenal Pribadi Allah
Tritunggal, sementara di sisi lain justru begitu menekankan pada ajaran tentang
berkat, mukjizat dan kebaikan humanisme, apakah menurut Anda semangat gereja semacam
itu sedang berjalan di dalam arah yang sesuai dengan keinginan Tuhan??
AKHIR KATA
Sungguh menyedihkan melihat
ada begitu banyak orang yang menolak tawaran Yesus untuk mengikut Dia.
Banyak orang seperti pemimpin
muda yang kaya itu, sudah terlanjur nyaman dengan konsepnya sendiri tentang
Tuhan, sudah terlanjur nyaman dengan berkat-berkat yang Tuhan berikan, sehingga
ketika akhirnya bertemu dengan Pribadi Tuhan, mereka tidak suka pada-Nya dan
lebih memilih untuk tinggal di dalam zona nyamannya, di dalam berkatnya dan di
dalam konsepnya sendiri, walaupun konsep itu keliru jika ditinjau dari sudut
pandang Alkitab.
Hanya karena seseorang
kelihatan saleh dan kelihatan suka dengan hal-hal yang rohani, bukan berarti
bahwa orang itu memang sedang mencari kehendak Allah. Sebab mungkin saja ketika
Allah akhirnya menyatakan diri-Nya dan kehendak-Nya, orang itu tidak akan
menyukai Dia dan tidak akan mau menerima-Nya. Pemimpin muda yang kaya ini
adalah contoh yang tepat untuk kasus tersebut.
Kiranya melalui eksposisi
sederhana ini, kita boleh belajar hal-hal yang berharga dari peristiwa
perjumpaan Yesus Kristus dan pemimpin muda yang kaya raya itu.
Kiranya melalui penuturan yang
jauh dari sempurna ini, kita semakin mengenal kesempurnaan Pribadi Yesus
Kristus yang selalu membuka tangan-Nya untuk siapa saja yang mau datang dan
membangun hubungan dengan-Nya. Bukalah Alkitab, bacalah dan pelajarilah, karena
hanya melalui Alkitab-lah kita dapat belajar mengenal Yesus Kristus,
sebagaimana Ia mau dikenal.