Friday, September 17, 2021

Menjadi orang Kristen namun tetap buta dan picik

Eksposisi dari Surat 2 Petrus 1:9
Apakah orang Kristen dapat tetap buta dan picik?
Apakah semua orang Kristen yang ada  digereja pasti tidak buta secara rohani?
Apakah semua orang Kristen di gereja pasti pengikut Kristus yang sejati?
Siapakah yang dimaksud Petus dengan orang yang lupa bahwa dosanya telah dihapuskan?
Apakah perbedaan orang percaya sejati dan orang percaya palsu?



Oleh: izar tirta


 


Pendahuluan

Tulisan ini merupakan perenungan yang diangkat dari eksposisi terhadap Surat 2 Petrus 1:9. Salah satu tema yang diangkat dalam tulisan ini adalah apakah orang-orang yang ada di dalam komunitas Kristen, seperti di gereja misalnya, dapat tetap merupakan orang yang buta secara rohani dan memiliki hati yang picik? Menurut Petrus dalam bagian ini, jawabannya adalah dapat.

Petrus bukan satu-satunya tokoh Alkitab yang memperingatkan jemaat pembaca Alkitab bahwa tidak semua orang yang kelihatannya mengikuti Kristus itu adalah sungguh-sungguh pengikut yang sejati. Yohanes di dalam Injilnya juga menjelaskan bahwa ada orang-orang yang kelihatannya seperti percaya kepada Yesus tetapi sebetulnya mereka bukan orang percaya. Bahkan Tuhan Yesus sendiri pun pernah memperingatkan hal yang serupa di dalam perumpamaan tentang Kerajaan Allah.

Semoga melalui perenungan yang diambil dari eksposisi Surat 2 Petrus 1:9 ini kita dapat belajar sesuatu yang penting dari Petrus untuk memeriksa diri kita dan menilai apakah kita sendiri termasuk orang yang buta dan picik tersebut. [Baca juga: Seperti apakah ciri-ciri dari iman yang sejati? Klik disini]


Ayat Firman Tuhan

Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan. (2 Petrus 1:9)


“Tetapi barangsiapa”: perbedaan orang percaya sejati dan orang percaya palsu

Petrus membuka kalimat di dalam ayat 9 ini dengan kata “Tetapi.” Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kerohanian yang disebutkan di dalam ayat 9 adalah berlawanan dengan kualitas kerohanian di dalam ayat sebelumnya. Jika di dalam ayat sebelumnya kita melihat kualitas kerohanian yang bertumbuh mulai dari iman hingga kasih kepada semua orang, bahkan hingga giat dan berhasil di dalam pengenalan akan Tuhan, maka di dalam ayat ini Petrus melukiskan tentang apa yang yang terjadi apabila seseorang tidak serius di dalam berusaha mempertumbuhkan imannya itu.

Alkitab mengajarkan bahwa seorang manusia hanya memiliki dua pilihan di dalam hidupnya, entah makin lama makin mengenal Kristus atau makin lama makin jauh meninggalkan Kristus.

Bagi orang yang tidak percaya, tentu saja mereka makin lama akan makin jauh meninggalkan Tuhan yang sejati hingga akhirnya akan selama-lamanya dijauhkan dari pengenalan akan Tuhan, dijauhkan dari anugerah kebaikan Tuhan.

Bagi orang yang sempat menjadi pengunjung gereja, mungkin karena lahir di keluarga Kristen, atau karena sempat tertarik pada kekristenan, sempat belajar Alkitab, sempat ikut dalam pelayanan, sempat aktif dalam organisasi Kristen, tetapi tidak ada tanda-tanda pertumbuhan dan tidak tertarik pula untuk bertumbuh, maka orang itu pun lama kelamaan akan menjadi buta dan picik, ia lupa bahwa Tuhan sudah menawarkan penebusan dosa kepadanya. Pada akhirnya orang ini tidak akan maju, juga tidak akan diam di tempat, melainkan akan mundur makin lama makin jauh dari Tuhan, sama seperti orang yang tidak percaya tadi. [Baca juga: Barangsiapa percaya ia diselamatkan. Klik disini]

Tetapi orang percaya sejati, yaitu mereka yang menerima anugerah keselamatan dari Tuhan, mereka akan bertumbuh. Orang-orang itu akan menambahkan kepada imannya suatu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan dan seterusnya dan seterusnya hingga mereka memiliki pengenalan yang semakin sempurna akan Yesus Kristus Tuhan dan Juruselamat kita. Orang yang dari semula sudah tertarik untuk mengenal Kristus pada akhirnya akan mengalami pengenalan yang sempurna, yaitu ketika mereka hidup dan tinggal bersama-sama dengan Kristus di dalam kekekalan.

Ketika Petrus berkata “Barangsiapa” maka itu berarti bisa termasuk siapa saja, tidak terbatas pada orang di luar komunitas Kristen, tetapi bisa pula berasal dari bagian komunitas Kristen. Itu sebabnya betapa penting bagi kita untuk tidak berasumsi saja sebagai orang percaya, tetapi dengan teliti turut memeriksa diri kita sendiri.


“Tidak memiliki semuanya itu”: ciri-ciri orang Kristen palsu

Siapa saja bisa mengaku dirinya sebagai orang Kristen. Tetapi Alkitab sudah menjelaskan seperti apakah orang Kristen yang sungguh-sungguh percaya dan seperti apakah yang bukan orang percaya sejati. Jika seseorang yang mengaku percaya Kristus tetapi tidak memiliki iman yang bertumbuh ke arah kasih, tidak memiliki pengenalan akan Yesus Kristus, tidak memiliki usaha yang sungguh-sungguh untuk bertobat dan bertumbuh serta tidak memiliki ketertarikan untuk berpartisipasi dalam kodrat Ilahi, maka pada dasarnya orang itu bukan orang percaya yang sejati.

Mungkin ia beragama Kristen, mungkin ia pergi ke gereja, bahkan ikut pelayanan dan organisasi Kristen, tetapi jika ia tidak memiliki semuanya itu, demikian kata Petrus, maka ia adalah orang yang buta dan picik. Kita akan melihat satu persatu apa yang dimaksud dengan “buta dan picik” dalam tulisan Petrus tersebut.

Tuhan Yesus pernah berjumpa dengan seorang pemuda yang memiliki segalanya, kekayaan, jabatan, relasi dan bahkan kualitas keagamaan tertentu. Pemuda itu mengaku bahwa ia telah mengikuti hukum Taurat sejak masa mudanya. Sungguh luarbiasa bukan? Tetapi pemuda ini sama sekali tidak tertarik untuk mengikut Yesus Kristus. Ia sudah terlanjur nyaman dengan uangnya, dengan jabatannya, relasinya dan bahkan dengan ritual-ritual keagamaannya sendiri sedemikian rupa sehingga ia bahkan tidak mau datang mengenal Dia yang adalah Tuhan sejati. Pemuda kaya itu tidak buta secara fisik, tetapi ia adalah orang yang buta secara rohani. Matanya jasmaninya bisa melihat Kristus, tetapi mata rohaninya sama sekali tidak melihat Dia.

Di dalam kehidupan nyata kita akan berjumpa pula dengan orang-orang seperti ini, semoga saja orang itu bukanlah orang yang kita lihat sehari-hari di dalam cermin. [Baca: Kisah perjumpaan Yesus Kristus dengan pemuda kaya. Klik disini]


“Ia menjadi buta”: orang Kristen yang tetap tidak bisa melihat

Mungkin Alkitab bahasa Indonesia kita kurang tepat dalam mengekspresikan kalimat atau frasa ini. Kalimat yang betul seharusnya bukan “menjadi buta,” melainkan “adalah buta.” Jadi kalimat tersebut bukan menunjukkan keadaan yang berubah, yaitu dari keadaan melek menjadi keadaan buta, melainkan sebuah ungkapan tentang keadaan yang sudah terjadi atau yang sebenarnya sudah ada di dalam diri seseorang, yaitu keadaan buta.

Ungkapan tentang orang yang buta ini, adalah gambaran dari orang yang tidak bisa melihat atau orang yang ada di dalam kegelapan. Menurut Alkitab, ini bukan suatu masalah yang kecil, tetapi merupakan sebuah persoalan yang serius dan besar. Dan sangat mungkin kita pun tidak kebal dari hal ini, sehingga sebagai orang Kristen kitapun harus hati-hati, mawas diri dan senantiasa memeriksa keadaan kerohanian kita masing-masing.

Setiap kita, pada titik tertentu, pasti memiliki semacam titik buta, atau blind spot, yaitu kegagalan atau ketidakmampuan dalam melihat suatu realita, baik realita di dalam dunia ini, realita tentang diri kita sendiri, maupun terlebih lagi realita spiritual.

Sementara di sisi lain, kita tahu bahwa Tuhan tidak buta, Tuhan pasti bisa melihat segala sesuatu yang tidak bisa kita lihat. Oleh karena itu, sebagai orang Kristen kita juga harus cukup rendah hati untuk meminta pertolongan Tuhan menunjukkan hal-hal yang masih belum dapat kita lihat, agar jangan sampai kita mengira bahwa kita ini bisa melihat, menganggap diri sebagai orang Kristen sejati, padahal di hadapan Tuhan kita ini sebenarnya buta karena terus menerus gagal melihat realitas rohani yang dilihat Tuhan, atau terus menerus gagal dalam melihat rencana dan pekerjaan Tuhan di dalam dunia ini maupun di dalam diri kita sendiri.


“Dan picik”: orang percaya yang tetap picik

Jika di bagian sebelumnya kita diperingatkan akan kebutaan, maka dalam kalimat selanjutnya diperingatkan akan bahaya kepicikan. Dalam bahasa aslinya, istilah kepicikan itu sama artinya dengan short-sighted, atau berpandangan pendek. Jadi, orang yang picik adalah orang yang hanya mampu melihat dunia natural ini saja, orang itu tidak bisa melihat dunia yang supranatural.

Orang yang di dalam hidupnya tidak ada pertumbuhan rohani, yaitu mulai dari iman hingga menjadi kasih kepada semua orang, serta tidak memiliki pengenalan akan siapakah Tuhan Yesus, menurut Petrus adalah orang yang hanya bisa melihat hal-hal yang ada di dalam dunia fisikal saja. Orang seperti itu tidak mampu melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam dunia supranatural.

Setelah kebangkitan-Nya, Tuhan kita tinggal di dalam dunia supranatural saat ini, yaitu dunia yang tidak terlihat oleh mata jasmani kita. Tuhan Yesus memang pernah masuk ke dalam dunia natural kita, yaitu kira-kira 2000 tahun yang lalu. Tetapi Tuhan Yesus kemudian sudah pergi, naik ke sorga. Secara fisikal kita tidak dapat melihat Dia lagi. Meskipun demikian kita tidak mempunyai alasan untuk mengatakan bahwa kita tidak bisa melihat Tuhan Yesus lagi semata-mata karena Dia sudah pergi. Sebab orang yang matanya sudah dicelikkan dan rohnya telah dilahirbarukan dapat tetap memandang Dia yang bertakhta di dalam sorga. Melihat Tuhan Yesus secara fisik bukanlah jaminan bahwa seseorang dapat melihat kuasa-Nya yang kekal. orang-orang di zaman-Nya pun, yang bisa melihat Dia secara fisik, tetap tidak ada jaminan bahwa mereka dapat mengenal Dia di dalam keadaan yang sebenarnya.

Jadi melihat Kristus secara fisik adalah satu hal, tetapi melihat Dia di dalam keadaan yang sebenarnya, itu sungguh-sungguh merupakan hal yang lain lagi. Dibutuhkan suatu kelahiran baru untuk melihat Yesus Kristus di dalam keadaan yang sesungguhnya, yaitu Raja Kekal yang memerintah alam semesta, baik alam fisikal yang terlihat oleh mata jasmani, maupun alam spiritual yang hanya bisa dilihat oleh mata rohani.

Melihat Yesus Kristus secara fisik sungguh-sungguh merupakan hal yang relatif sekali dan bahkan dapat dikatakan bukan hal yang paling penting, sebab yang paling penting adalah bagaimana melihat Dia di dalam keadaan-Nya yang melampaui segala keadaan fisikal. Hanya orang yang tidak picik (tidak short-sighted) yang dapat melihat-Nya seperti itu.


Karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan:

Jika kita tidak merenungkan kalimat ini baik-baik dan mohon pertolongan Roh Kudus, maka pastilah kita akan memahami ayat ini sebagai ayat untuk orang-orang yang belum diselamatkan saja. Sehingga pada akhirnya kita yang merasa sudah percaya ini jadi lupa untuk mawas diri.

Akan tetapi ungkapan Petrus bahwa “dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan” memberi indikasi bahwa orang ini sebetulnya adalah orang percaya yang sudah diselamatkan. Oleh karena itu, kita perlu membuka kemungkinan bahwa ada orang Kristen yang kehidupannya begitu buta dan short-sighted seperti ini. Tetapi kehidupan orang semacam ini sudah sangat mirip dengan orang yang tidak percaya.

Apabila kalimat “Karena ia lupa bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan,” diterjemahkan secara harfiah dari bahasa aslinya maka bunyinya akan menjadi: “karena ia sedang melupakan pembersihan (cleansing) dari dosa-dosa lamanya.”

Beberapa penafsir Perjanjian Baru melihat hal ini sebagai cara Petrus menunjuk pada arti penting dari pembersihan melalui baptisan. Dalam peristiwa Paulus, ketika ia baru saja mengalami perjumpaan dengan Yesus Kristus yang bersinar-sinar, Ananias berkata kepada Paulus, waktu ia masih disebut Saulus, demikian: "Bangunlah, dan berilah dirimu dibaptis, dan basuhlah dosamu" (Kisah Para Rasul 22:16).

Dan kita diingatkan pula bahwa dalam khotbahnya yang pertama pun, Petrus juga mengatakan,  "Bertobatlah, dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam Nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosa." Baik Paulus dan Petrus sama-sama melihat arti penting baptisan sebagai suatu cara atau tanda yang dipakai Allah untuk menunjuk pada pembersihan dosa.

Lalu disini kita diperhadapkan pada orang-orang yang tidak memiliki karakter kristen di dalam hidup mereka, adalah orang yang buta, hanya bisa melihat hal yang duniawi dan mengesampingkan dunia spiritiual. Bagi Petrus, orang-orang semacam ini telah melupakan atau mengabaikan anugerah yang besar melalui pembaptisan.

Orang- orang itu, menurut Petrus, telah mengabaikan pemberian dari Tuhan untuk mencapai anugerah yang lebih tinggi, yaitu hal-hal rohani yang telah dibicarakan oleh Petrus. Mereka pernah dibaptis? Betul. Tetapi kenyataan bahwa mereka tidak menambahkan iman mereka dengan kualitas rohani hingga mencapai kasih dan pengenalan akan Tuhan, maka sebetulnya tidak lain dan tidak bukan merupakan tanda bahwa orang itu tidak menghargai pembaptisan.

Ini suatu fakta Alkitab yang cukup menakutkan dan jarang dibicarakan karena membawa perasaan yang kurang nyaman. Banyak orang Kristen yang suka pada kenyamanan, meskipun hal itu merupakan kenyamanan yang palsu. Mereka berpikir bahwa apabila orang sudah mengaku percaya dan sudah dibaptis maka segalanya sudah tidak perlu diperhatikan lagi, padahal Petrus berbicara dengan lantang akan kebahayaan dari sikap yang percaya pada kenyamanan palsu semacam ini.

Semoga melalui tulisan ini kita kembali diingatkan untuk memeriksa kehidupan kita agar tidak tenggelam di dalam kenyamanan palsu yang lahir dari ketidakmengenalan Yesus Kristus yang sejati. Semoga tulisan ini mengingatkan kita bahwa seseorang dapat masuk ke dalam kelompok Kristen namun tetap saja buta dan picik. Bagaimana ia menjalankan kehidupan itulah tanda yang sesungguhnya dari imannya kepada Yesus Kristus.
 

Tuhan memberkati. Amin.