Thursday, April 23, 2020

Eksposisi singkat Kejadian 4:16: Apa artinya Kain pergi dan menetap di tanah Nod sebelah timur Eden?

Oleh: Izar Tirta



Lalu Kain pergi dari hadapan TUHAN dan ia menetap di tanah Nod, di sebelah timur Eden. (Kejadian 4:16)

Kisah Kain dan Habel berakhir dengan nuansa yang sad ending, yaitu ketika Kain pergi dari hadapan Tuhan. Siapakah yang dapat hidup tanpa Tuhan? Dan jika kita memahami Tuhan sebagai Dia yang Mahaada, bagaimanakah seseorang dapat pergi dari hadapan-Nya?

Tentulah ini merupakan bahasa figuratif untuk menjelaskan bahwa sekalipun Tuhan itu Mahaada dan Mahatahu, hubungan antara Tuhan dan Kain secara relasi pribadi sudah tidak ada lagi. Kain tidak akan pernah lagi pergi ke hadirat Tuhan, pun Tuhan tidak akan lagi menegur Kain dengan Firman-Nya ataupun melalui kehadiran-Nya yang penuh rahmat. Masing-masing seolah berjalan sendiri-sendiri tanpa relasi apapun. Sungguh merupakan sebuah tragedi, bukan? Tetapi berapa banyakkah manusia di bumi ini yang sedang menempuh perjalanan hidup yang serupa dengan Kain? Yaitu sebuah kehidupan yang tanpa relasi dengan Tuhan?

Kain pergi ke sebuah daerah bernama Nod yang dalam bahasa Ibrani berarti mengembara. Suatu nama daerah yang persis menggambarkan hidup Kain yang mengembara, jauh dari relasi pribadi dengan Tuhan.

“Menetap di tanah Nod,”
Dalam bahasa aslinya adalah: Wayesef beerez nod
Yang saya terjemahkan menjadi:
Dan menetap di tanah mengembara (atau: Dan menetap di tanah Nod)

Saya tertarik dengan perpaduan antara kata “menetap” dan kata “Nod” atau “mengembara.” Bukankah jika seseorang mengembara maka ia tidak bisa menetap? Atau seorang yang menetap pada dasarnya sudah tidak mengembara lagi? Mengapa dua kata yang berseberangan ini dipadukan dalam satu kalimat?

Saya melihat seni pengaturan kata-kata di sini sengaja dilakukan oleh penulis Kitab Kejadian untuk menjelaskan bahwa kondisi ke-pengembara-an Kain bersifat menetap atau permanen. Kain dilukiskan akan mengembara selamanya tanpa tempat untuk menetap, mengadu atau bahkan sekedar beristirahat. Jika tubuhnya masih bisa beristirahat pada saat ia tertidur, maka setidaknya kalimat ini ingin mengatakan bahwa jiwanya tidak akan lagi menemukan tempat untuk berlabuh.

UNTUK DIRENUNGKAN
Tanpa terasa kita sudah tiba di titik akhir dari kisah yang besar ini. Kita mengawalinya dari ayat 1 dan kini sudah tiba di ayat 16. Kisah Kain adalah gambaran dari jiwa seorang manusia yang berdosa. Ironisnya, era postmodern yang kita hidupi ini justru semakin menolak konsep keberdosa-an itu sendiri.

Tetapi sebagaimana Kain yang tidak mampu menghindar dari penghakiman Tuhan, demikian pula orang-orang di dalam era postmodern ini. Suka atau tidak suka semua orang harus berhadapan dengan Tuhan di dalam keberdosaan masing-masing.

Ketidakpedulian seseorang sama sekali tidak akan mengubah realita bahwa Tuhan ada, dan bahwa Dia akan menghukum dosa manusia (termasuk menghukum ketidakpedulian tersebut). Persoalannya kini bukan apakah Tuhan akan menghukum atau tidak akan menghukum. Persoalannya adalah kapan realita itu datang menjemput?

Tanpa kasih karunia dari Yesus Kristus melalui karya penebusan di atas kayu salib, tidak mungkin seorang manusia dapat siap menghadapi hari yang menakutkan itu. Kita boleh saja mencoba berlindung di balik agama, ritual, status sosial, kekayaan bahkan jabatan rohani selama di dunia ini. Tetapi simaklah perkataan rasul Paulus berikut ini: Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus. (Galatia 2:21). Jika ada jalan lain di luar Kristus untuk manusia boleh diselamatkan, maka Kristus adalah pria paling bodoh dan paling malang yang pernah lahir ke dunia ini.


Semoga tulisan ini dapat semakin memperkaya sudut pandang kita selama ini bukan saja terhadap kisah Kain dan Habel yang cukup populer tersebut, melainkan terhadap berbagai pandangan yang penting di dalam Alkitab. Tuhan memberkati.

Silahkan menghubungi WA: 087712051970
Kami akan berdoa bagi Anda
Kami akan mengirimkan artikel Kristen secara gratis untuk Anda

Kelanjutan dari Kisah Kain dan Habel dari Kitab Kejadian dapat diikuti pada website kami yang lain, yaitu dengan click disini.

Wednesday, April 22, 2020

Eksposisi singkat Kejadian 4:14 dan Kejadian 4:15: Siapakah yang akan membunuh Kain?

Jika pada masa itu belum banyak manusia, lalu siapa yang akan membunuh Kain?
Mengapa Tuhan sendiri seolah-olah melindungi Kain?
Tanda apa yang diberikan Tuhan pada Kain sehingga ia tidak dibunuh?


Tanda apa yang diberikan pada Kain?

Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku akan tersembunyi dari hadapan-Mu, seorang pelarian dan pengembara di bumi; maka barangsiapa yang akan bertemu dengan aku, tentulah akan membunuh aku. (Kej 4:14)

Kain mengulang perkataan Tuhan padanya, sambil menambahkan ungkapan rasa takut akan dibunuh oleh orang lain. Apabila kita baca kisah ini dari Kejadian 1 hingga Kejadian 4, maka terkesan bahwa pada saat itu belum ada orang selain Kain, Adam dan Hawa. Jika demikian, lalu siapakah yang akan membunuh Kain? Saya melihat ada beberapa kemungkinan untuk hal tersebut.

Kemungkinan yang pertama adalah Adam atau Hawa sendiri yang akan membalas kematian Habel, anak mereka itu.

Kemungkinan kedua adalah bahwa kisah ini memang tidak ditulis dalam kerangka waktu yang dapat dengan mudah kita ukur. Penulis Kitab Kejadian tidak merincikan dalam kurun waktu berapa tahun kejadian pembunuhan ini terjadi sejak Adam dan Hawa memiliki anak pertama mereka? Mungkin saja sementara kisah ini bergulir dan menjadi fokus utama sang penulis, Adam dan Hawa sudah memiliki anak-anak lain yang tidak dikisahkan secara khusus. Sehingga saudara-saudara Kain yang lain itulah yang akan membalas kematian Habel.

Kemungkinan ketiga adalah bahwa Kain melihat potensi di masa depan, yaitu ketika keturunan Adam sudah menjadi semakin banyak. Dalam perasaan berdosa yang coba ditutup erat-erat, agaknya Kain tidak bisa menghindar dari perasaan takut terhadap hukuman yang akan menimpa dia, sekalipun hal itu belum terjadi.

Kita tidak tahu persis, kemungkinan mana yang menjadi penyebab utama dari rasa ketakutannya, tetapi satu hal yang pasti adalah bahwa hukuman Tuhan ini akhirnya telah berhasil membuat Kain merasa takut. Ada sesuatu di dalam hati Kain yang jahat sekalipun, yang masih menyadarkan dia bahwa hukuman Tuhan itu akan sangat berat dan menakutkan.

Firman TUHAN kepadanya: "Sekali-kali tidak! Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat." Kemudian TUHAN menaruh tanda pada Kain, supaya ia jangan dibunuh oleh barangsiapapun yang bertemu dengan dia. (Kej 4:15)

Bagaimana kita harus mencerna kata-kata Tuhan ini? Ada seorang pembunuh, yang merasa takut dibunuh, lalu ia minta kepada Tuhan agar jangan sampai ada yang membunuh dia, dan Tuhan segera menjawab: “Oke!” Bukankah jauh lebih mudah dipahami jika Tuhan menjawab: “O tidak bisa begitu dong Kain. Engkau membunuh, maka jangan heran jika engkau akan terbunuh juga.”

Tidak mudah memahami bagian-bagian seperti ini di dalam Alkitab. Tetapi saya pikir jawaban Tuhan ini setidaknya mengajarkan pada kita bahwa bagaimana pun rusaknya dunia, Tuhan tetap memegang kendali. Dunia tidak dikontrol oleh orang-orang jahat yang dapat bertindak sesukanya saja, termasuk dalam hal membalaskan dendam atas kejahatan orang lain. Bahwa pembunuhan adalah dosa, itu sudah pasti. Tetapi bahwa kemudian siapa saja dapat bebas membalas dendam atas kematian seseorang, itu sepenuhnya ada di dalam kendali Tuhan. “Pembalasan adalah hak-Ku, Akulah yang akan menuntut pembalasan” kata Tuhan sebagaimana tercatat dalam Ibrani 10:30.

John Calvin melihat hal ini sebagai cara Tuhan memelihara masyarakat manusia yang telah Ia ciptakan. Sejahat-jahatnya manusia, Tuhan masih memberi kesempatan kepada mereka untuk hidup. Apabila Tuhan mengizinkan setiap kejahatan dan pembunuhan dibalas dengan kejahatan dan pembunuhan, maka jangankan manusia sempat memenuhi bumi ini. Dalam waktu yang singkat, umat manusia pasti akan punah karena keganasan mereka sendiri.

Calvin mengatakan: God would take care to prevent any one from easily breaking in upon him to destroy him; not because God would institute a privilege in favor of the murderer, or would hearken to his prayers but because he would consult for posterity, in order to the preservation of human life.

Tanda apakah yang ditaruh Tuhan pada Kain agar ia tidak dibunuh?

Kita tidak pernah tahu tanda apa yang ditaruh Tuhan pada Kain, dan agaknya penulis kitab Kejadian pun tidak merasa hal itu penting untuk diketahui oleh pembacanya. Istilah “tanda” yang dipakai dalam kalimat tersebut, sama dengan istilah yang dipakai untuk matahari sebagai tanda dari siang, bulan sebagai tanda dari malam. Istilah tersebut juga muncul pada saat Musa memperlihatkan berbagai mukjizat kepada Firaun sebagai suatu tanda penyertaan Allah. Singkatnya, apapun tanda yang diberikan kepada Kain, tanda itu dapat dengan mudah dikenali oleh orang yang melihatnya.

Cukuplah bagi kita para pembaca mengetahui bahwa melalui tanda itu Tuhan tetap memberi dia perlindungan selama ia masih hidup di dunia ini. Penyakit mungkin akan membunuh Kain, atau proses penuaan secara alami, tetapi tidak dengan pembunuhan. Itulah janji Tuhan.

Sebelum menutup bagian ini, mungkin ada baiknya jika saya kembali mengutip pandangan John Calvin mengenai hal tersebut untuk semakin memperkaya sudut pandang kita. Calvin mengatakan: nothing was granted to Cain for the sake of favoring him; but for the sake of opposing, in future, cruelty and unjust violence. And therefore, a mark was set upon Cain, which should strike terror into all; because they might see, as in a mirror the tremendous judgment of God against bloody men.

UNTUK DIRENUNGKAN

Bukan Tuhan yang mengacaukan dunia ini. Manusilah yang telah mengacaukan dunia dengan dosa-dosa. Namun akibat dosa pun Tuhan pun ikut terpapar di dalam kesulitan. Oleh karena itu, jika Tuhan menjatuhkan hukuman atas dosa kepada manusia janganlah kita melihatnya sebagai tindakan yang kejam. Allah yang penuh kasih serta adil, haruslah berkuasa pula untuk menghukum ketidakadilan dan ketiadaan kasih, agar kasih dan keadilan yang semula itu dapat kembali ditegakkan. Amin. (Oleh: Izar Tirta)

BACA Juga:
Mengapa Tuhan terima persembahan Habel tapi menolak persembahan Kain? Klik disini.
Apakah resep hidup berkelimpahan dan berhasil? Klik disini.

Tuesday, April 21, 2020

Eksposisi singkat Kejadian 4:13: Hukuman Tuhan terhadap Kain

Oleh: Izar Tirta

 
Dalam tulisan sebelumnya kita sudah membahas bagaimana Tuhan menjatuhkan hukuman kepada Kain atas pembunuhan yang telah ia lakukan. Meskipun pada awalnya Kain sama sekali tidak peduli pada apa yang Tuhan katakan atau tanyakan, tetapi pada akhirnya Kain tidak dapat mengesampingkan fakta bahwa Tuhan adalah Dia yang Mahakuasa. Ketidakpedulian Kain pada eksistensi Tuhan tidak begitu saja mampu meluputkan dia dari kenyataan bahwa Tuhan tetap mampu menjangkau dia, dengan kutukan dan hukuman.

Dalam kehidupan riil di zaman kita sekarang, tidak sedikit orang yang bersikap seperti Kain. Mereka tidak peduli pada eksistensi Tuhan. Mereka tidak peduli apakah mereka telah berbuat dosa atau tidak berbuat dosa kepada-Nya. Mereka bahkan tidak mau tahu atau tidak terlalu memusingkan tentang apa itu dosa. Tetapi berdasarkan apa yang terjadi pada Kain, kita tahu bahwa ketidakpedulian manusia kepada Tuhan tidak menghapus fakta bahwa pada akhirnya semua orang harus berhadapan dengan Dia, muka dengan muka. Kesombongan Kain yang menganggap sepele perbuatan kejamnya itu, mau tidak mau akhirnya sirna ketika Tuhan mengutuk dan menghukum dia.

Dalam tulisan ini kita akan melihat, respon apa yang diberikan oleh Kain atas hukuman yang diterimanya.

Kata Kain kepada TUHAN: "Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung. (Kej 4:13)

Jika sebelumnya Kain berkata-kata kepada Tuhan dengan sikap yang congkak dan sesuka hatinya saja. Kini setelah menyadari hukuman yang harus ia tanggung, Kain mulai mengajukan protes kepada Tuhan.

Hukuman atas dosa memang terlihat amat besar jika dipandang dari sudut pandang manusia itu sendiri. Tetapi sesungguhnya, dengan ukuran apakah kita menetapkan mana yang terlalu besar dan mana yang sesuai? Sebagai manusia, Kain tidak sadar bahwa dosa yang ia lakukan adalah dosa yang sangat besar sehingga hukuman yang harus ia tanggung pun amat berat.

Perlu kita perhatikan di sini, bahwa di dalam perkataannya Kain sama sekali tidak menyampaikan rasa sesal atau memohon pengampunan. Ia hanya mengeluh karena hukuman yang dianggap terlalu berat, sambil berusaha mengkritik Tuhan atas sikap-Nya yang dipandang telah berlaku tidak adil pada Kain. Betapa rusaknya jiwa manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, bukan? Tanpa anugerah Tuhan, tidak mungkin ada seorang pun dari kita manusia yang akan mau bertobat dan kembali kepada Tuhan secara sukarela.

Kita berpikir, apabila manusia bersalah lalu menerima hukuman dari Tuhan, maka orang itu pasti akan takut, lalu menyesal dan secara otomatis akan ingin kembali kepada Tuhan. Tetapi kasus Kain ini telah mengajarkan kepada kita, bahwa hal yang demikian tidak selalu terjadi. Tanpa anugerah dari Tuhan, hukuman yang ditimpakan kepada seseorang malah akan membuat orang itu semakin membenci Tuhan, serta semakin mempersalahkan Dia.

C.S. Lewis di dalam bukunya yang berjudul The Problem of Pain, pernah mengutarakan keyakinannya demikian: I willingly believe that the damned are, in one sense, successful, rebels to the end; that the doors of hell are locked on the inside.

Bagi Lewis, pintu neraka dapat dibuka dari sebelah dalam oleh orang-orang yang ada di dalam neraka itu sendiri. Tetapi sekalipun mereka bisa membukanya, mereka tetap tidak sudi untuk membukanya. Mereka tidak berminat untuk kembali kepada Tuhan.

Saya sendiri tidak sepenuhnya setuju, sekaligus tidak sepenuhnya tidak setuju pada gagasan Lewis ini. Artinya, ada hal-hal yang saya sependapat, namun ada hal-hal yang saya pikir tidak dapat saya terima.

Sisi yang dapat saya terima adalah bahwa orang yang dihukum di dalam neraka memang tidak berniat untuk meminta pengampunan dari Tuhan. Gagasan ini saya dasarkan pada kisah orang kaya dan Lazarus yang diceritakan oleh Tuhan Yesus sendiri. Lihat kembali Lukas 16:19-31, dalam kisah itu, kita baca bahwa perhatian utama dari si orang kaya bukan tentang pengampunan dari Allah. Ia hanya minta keringanan atas hukuman yang ia alami. Persis seperti yang terjadi pada Kain. Kain juga tidak mohon ampun pada Tuhan, ia hanya protes karena hukumannya dianggap terlalu berat.

Sisi yang tidak dapat saya terima adalah bahwa menurut Lewis kunci pintu neraka itu seolah-olah tergantung secara bebas sehingga mempunyai kemungkinan bagi orang atau malaikat atau siapapun untuk membukanya. Alkitab mengajarkan bahwa tidak ada kemungkinan bagi siapa pun untuk berpindah dari neraka menuju ke sorga, sekali pun apabila mereka menginginkan atau mengusahakannya, sekalipun jika ada malaikat yang membantu atau sekalipun jika ada ribuan orang yang masih hidup di dunia sedang berdoa bagi orang yang telah mati tersebut.

Pandangan saya ini, sekali lagi didasarkan pula pada cerita Tuhan Yesus tentang orang kaya dan Lazarus tadi. Dalam kisah itu, Abraham berkata kepada si orang kaya: Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. (Lukas 16:26)

Dari kisah ini, kita belajar bahwa kondisi seseorang setelah kematian sudah tidak mungkin dapat diubah. Ada sebuah jurang yang tak terseberangi di antara dua dunia tersebut. Itu sebabnya, Alkitab tidak pernah mengajarkan kita untuk berdoa bagi roh orang-orang yang sudah meninggal, dengan harapan roh-roh tersebut berpindah dari api menuju sorga. Tuhan Yesus justru mengajarkan bahwa hal semacam itu tidak mungkin akan terjadi. Dan kita tahu, Tuhan Yesus pasti tidak sedang bergurau ketika mengatakan hal-hal yang demikian, bukan?

UNTUK DIRENUNGKAN
Apakah kita seringkali mempersalahkan Tuhan atas hal-hal buruk yang menimpa kita? Jika ya, maka biarlah pada kesempatan ini juga berhenti dari sikap demikian, karena sikap seperti itu jika kita Baca di dalam Alkitab adalah sikap dari orang yang tidak percaya.

Ketimbang marah dan mempersalahkan Tuhan, alangkah baiknya jika kita dengan rendah hati datang kepada Tuhan dan meminta tolong kepada-Nya untuk mengatasi hati kita yang sedang berkecamuk oleh amarah, kebencian dan ketidakmengertian.

Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa setelah seseorang meninggal dunia, tidak ada lagi kesempatan untuk berpindah dari api penyiksaan kepada kehidupan sorgawi. Ajaran yang demikian bukan berasal dari Alkitab. Jika kita masih ingin mengikut Yesus, hendaklah kita tunduk pada perkataan-Nya bukan tunduk pada ajaran manusia-manusia yang masih hidup di dalam kegelapan.

Monday, April 20, 2020

Eksposisi singkat Kejadian 4:10-12: Jangan menyalahkan Tuhan

Oleh: Izar Tirta
 
 
Dalam tulisan sebelumnya kita melihat bagaimana sikap Kain yang penuh kebencian, baik kepada Tuhan maupun kepada sesamanya. Hasrat membunuh di dalam diri manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa sudah sedemikian besar sehingga nasihat Tuhan pun diabaikan. [Baca juga: Mengapa manusia tega membunuh sesamanya? Klik disini.]

Dalam tulisan ini kita akan melihat lebih jauh tentang Betapa rusaknya jalan pikiran seseorang yang sudah jatuh ke dalam dosa. Bukan saja mereka tidak ingin memikul tanggungjawab, melainkan secara aktif mereka berusaha melemparkan kesalahan itu ke pundak orang lain, bahkan ke pundak Tuhan jika memungkinkan.

Waktu Adam jatuh ke dalam dosa, Adam juga menyalahkan Tuhan karena telah menempatkan Hawa di sisinya. “Gara-gara perempuan kiriman-Mu ini aku terjatuh,” demikian Adam mencoba memprotes Tuhan.

Ada semacam benang merah antara kejadian yang satu dengan kejadian yang lain, antara peristiwa Adam dan peristiwa Kain, yaitu kecenderungan dari manusia berdosa untuk menyalahkan Tuhan atas segala kekacauan yang telah dibuatnya sendiri.

Sebagai kakak, tentu sudah selayaknya Kain bertindak sebagai penjaga bagi adiknya yang lebih muda. Namun jangankan menjaga adiknya dari bencana, Kain justru adalah sumber bencana itu sendiri. Kain bukan saja telah membunuh, ia juga dengan entengnya berdusta kepada Tuhan. Agaknya bukan saja hati Kain yang telah menjadi gelap, melainkan pikirannya pun telah menjadi gelap gulita. Kelakuan Kain ini sungguh amat mirip dengan gambaran Tuhan Yesus tentang iblis yang merupakan pembunuh dan bapa segala dusta.

Penulis Kitab Kejadian telah berhasil membawa pembacanya melihat bagaimana dosa mula-mula yang barangkali terlihat begitu “sederhana” kini telah berkembang sedemikian mengerikan dalam kurun waktu yang tidak lama, hanya dalam satu generasi berikutnya. (Sebetulnya tidak ada yang sederhana dari suatu keberdosaan di hadapan Tuhan. Fakta bahwa dosa Adam dan Hawa terlihat sederhana oleh orang jaman sekarang, hanya membuktikan betapa dalamnya dunia kita ini telah jatuh.) [Baca juga: Apakah semua orang pada dasarnya baik? Klik disini.]

Firman-Nya: "Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah. (Kej 4:10). Pertanyaan Tuhan kali ini lebih merupakan sebuah ungkapan penyesalan atau kekecewaan yang mendalam atas buruknya keadaan pada waktu itu. Dan Sang Penanya meminta kepada sang pelaku untuk merenungkan konsekuensi buruk yang akan segera datang akibat perbuatannya tersebut.

Darah yang berteriak dalam kalimat ini tentu saja merupakan bahasa figuratif untuk menggambarkan bahwa orang yang mati terbunuh itu keberadaannya tidak begitu saja tanpa jejak. Walau pun wujudnya tidak terlihat, orang itu bisa datang ke hadirat Allah untuk meminta bantuan-Nya.

Kata “berteriak” di sini melukiskan betapa kerasnya atau betapa urgent-nya permohonan akan pertolongan tersebut. Sang korban bukan berbisik malu-malu kepada Allah melainkan berteriak karena sadar bahwa ia telah diperlakukan secara tidak adil dan ia yakin bahwa Allah adalah sumber segala keadilan yang pasti akan melakukan tindakan yang sewajarnya. Dan Allah Yang Mahaadil tidak mungkin gagal mendengar atau memperhatikan permohonan tersebut.

Jadi walaupun sang korban sudah tiada di dunia ini, bukan berarti ketidakadilan yang ia terima akan sama sekali sirna atau tak terperhatikan dari dunia. Walaupun nama Habel berarti sia-sia, walaupun hidup Habel terlihat seperti sia-sia, tetapi di hadapan Allah seruan keadilan Habel tidak akan sia-sia.

Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. (Kej 4:11)

Kain adalah manusia pertama yang secara langsung dikutuk oleh Allah. Dalam peristiwa kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa, yang mendapat kutukan adalah ular dan juga tanah, tetapi kutukan itu tidak diarahkan langsung kepada Adam dan Hawa sendiri, mereka dihukum, tetapi tidak sampai dikutuk. Dalam peristiwa Kain, ia sendiri yang mendapat kutukan tersebut dari Yang Mahakuasa. Allah tidak akan melepaskan seorang pembunuh dari hukuman.

Kain adalah orang yang benar-benar terbuang. Jangankan Tuhan mau menerima Kain, bahkan tanah pun tidak bersedia menerima dia.( Ini adalah suatu ungkapan tentang betapa marahnya alam semesta terhadap perbuatan manusia yang begitu keji. Bahkan Habel yang telah mati itu pun masih diterima kucuran darahnya, tetapi Kain telah ditolak bahkan ketika ia masih bernafas.

Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi." (Kej 4:12)

Pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa, Adam diusir dari Taman Eden untuk mengusahakan tanah. Jadi setidaknya masih ada sebuah tempat yang menerima dia, yang menjadi tempat perlindungan dan tempat ia beristirahat.

Kini pada saat Kain jatuh ke dalam dosa, Kain bahkan diusir dari tanah tempat ia bekerja. sehingga ia harus lari dan mengembara di dunia. Dalam gambaran ini kita lihat bahwa bukan saja kadar dosa yang mengalami peningkatan, kadar hukuman pun mengalami peningkatan. Kain yang pongah itu pun, pada akhirnya sadar juga akan betapa buruknya situasi yang sedang ia hadapi.

Meskipun Tuhan terlihat sabar kepada para pendosa dan terbuka untuk memberi kesempatan kepada mereka untuk berbalik, namun Alkitab mengajarkan bahwa Tuhan adalah Hakim Yang Mahaadil. Ia tidak terus menerus akan mentolerir dosa dan kejahatan. Pada waktunya, Tuhan pasti akan menjatuhkan hukuman kepada orang yang berdosa. Allah bukanlah Allah yang baik, jika Ia bahkan tidak mampu bersikap adil. Sementara di sisi lain, Allah juga bukan Allah yang baik, jika Ia tidak berminat menyelamatkan orang-orang yang berdosa.

Jadi, di satu sisi mengasihi, tetapi di sisi lain Ia harus menghukum orang yang berdosa. Dengan cara apakah Allah menyelesaikan dilema yang rumit ini? Alkitab mengajarkan bahwa Allah menyelesaikan dilema tersebut di dalam diri Yesus Kristus.

Yesus Kristus mati di kayu salib untuk menanggung dosa-dosa manusia dan Ia bangkit untuk memberi manusia hidup yang kekal, supaya barangsiapa yang percaya kepada-Nya akan diselamatkan, tetapi barangsiapa yang tidak percaya, maka orang itu tetap berada di bawah hukuman. (Yoh 3:16 dan 18)

Orang yang percaya adalah orang yang menyadari keberdosaannya, memohon ampun kepada Tuhan dan bersedia untuk belajar sebagai murid yang taat di bawah kaki Tuhan Yesus. Orang yang percaya, bukanlah orang yang sempurna, mereka adalah orang yang punya kelemahan, keterbatasan dan bahkan bisa jatuh pula ke dalam dosa. Tetapi orang percaya juga bukan orang yang sama sekali tidak memikirkan kehendak Tuhan atau sama sekali tidak berusaha untuk hidup menyenangkan hati Tuhan. Orang yang sungguh percaya ditandai dengan sikapnya yang berubah terhadap dosa, terhadap Alkitab, terhadap relasi dengan Yesus.
 

Kain berdosa, dan Tuhan menjatuhkan hukuman. Apakah kira-kira respon Kain terhadap hukuman tersebut? Akankah dia sadar dan bertobat? Kita akan membahas respon Kain tersebut dalam tulisan selanjutnya.

Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Sunday, April 19, 2020

Eksposisi singkat Kejadian 4:8-9: Mengapa orang tega membunuh sesamanya?

Oleh: Izar Tirta
 

Ketika mereka ada di padang tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia (Kej 4:8)

Mengapa orang tega membunuh sesamanya? Sebagai orang-orang yang sehari-harinya menjalankan kehidupan dalam rutinitas yang normal, membunuh orang lain mungkin merupakan tindakan yang sangat tidak umum.

Akan tetapi kita tahu bahwa di dunia ini, banyak sekali orang yang tega membunuh sesamanya, bahkan untuk alasan yang kadang-kadang cukup sepele dan tidak masuk akal. Melihat hal itu, barangkali hati kita ingin bertanya, mengapa orang-orang ini tega membunuh sesamanya seperti itu?
Apakah mereka tidak merasa takut dalam membunuh sesamanya? Apakah alasan atau akar pikiran dari seseorang yang tega membunuh sesamanya itu?
 
Beberapa peristiwa pembunuhan masal di dalam Sejarah
Antara tahun 1941 hingga 1945, secara programatis dan sistematis Nazi telah berhasil melenyapkan sekitar enam juta orang Yahudi. Jumlah tersebut merupakan perwakilan dari sekitar 2/3 populasi orang Yahudi di seluruh daratan Eropa. Peristiwa yang mengerikan ini secara populer dikenal oleh dunia sebagai peristiwa Holocaust.
 
Meskipun Holocaust amat mengerikan, namun peristiwa tersebut bukanlah satu-satunya peristiwa dalam sejarah, di mana umat manusia melakukan serangkaian pembantaian keji terhadap umat manusia yang lain. Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah, Holocaust ternyata juga bukan suatu aksi genocide yang menelan korban paling banyak.
 
Pada kira-kira periode yang sama, tentara Jerman ternyata telah berhasil pula membantai etnis Slavia yang mayoritas terdiri dari orang-orang Polandia, Rusia, Ukraina dan Serbia dengan jumlah keseluruhan korban mencapai antara 9,4 hingga 11,4 juta jiwa, lebih besar dari peristiwa Holocaust yang populer itu.
 
Wilaya Eropa Barat dan Rusia bukanlah satu-satunya wilayah yang banjir darah akibat upaya-upaya “pembersihan” dari kelompok tertentu terhadap sesamanya. Kamboja, Kazakhtan, Irlandia, Armenia, Afrika, Cina bahkan Indonesia adalah negara-negara yang juga sempat menjadi saksi sejarah dari pembantaian atas jutaan manusia yang terjadi di dalam negeri mereka masing-masing.
 
Jutaan nyawa itu harus melayang, karena ada sekelompok orang tertentu yang berpendapat bahwa kelompok orang yang lain tidak layak hidup berdampingan dengan mereka.
 
Sulit dipungkiri, bahwa semenjak Kain membunuh Habel, dunia ini sebetulnya tidak pernah berhenti menyaksikan drama pembantaian yang terjadi di antara sesama manusia. Tanah yang pernah dibasahi oleh darah Habel, agaknya tidak pernah kering dari darah keturunan Adam dan Hawa selanjutnya, yang seakan-akan tidak pernah lelah untuk saling menghabisi satu sama lain.

Dalam tulisan sebelumnya kita telah melihat bagaimana Tuhan memperingatkan Kain akan potensi kejahatan yang lebih buruk, apabila Kain tidak berusaha mengubah sikap hatinya. Kata demi kata telah dilontarkan oleh Tuhan kepada Kain yang pada saat itu sedang dalam keadaan sangat marah.

Apakah jawaban Kain atas berbagai pertanyaan Tuhan tersebut? Tidak ada. Hanya keheningan menakutkan yang hadir di antara mereka berdua.

Kain sudah sangat amat tidak perduli lagi kepada Tuhan, sehingga ketika Tuhan berfirman, Kain sudah tidak lagi mendengar. Bahkan ketika Tuhan mengajukan pertanyaan pun, Kain nampak tidak sudi menjawab Tuhan sama sekali.

Ini tentu berbeda dengan Adam dan Hawa ketika jatuh ke dalam dosa. Ketika Tuhan bertanya, Adam masih menjawab (walaupun jawabannya keliru).

Alih-alih menjawab Tuhan, Kain lebih memilih untuk bicara kepada adiknya, calon korban yang malang itu. Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke padang." Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia (Kej 4:8)

Tuhan bertanya kepada Kain, tetapi Kain berkata kepada Habel. Tidak ada komunikasi sama sekali antara Kain dengan Tuhan. Begitu dingin, sekaligus begitu panasnya terbakar oleh amarah.

Sesuai dengan nasihat dan peringatan dari Tuhan, Kain membiarkan dosa yang sudah menunggu di depan pintu itu untuk mengambil alih kendali atas dirinya. Kain meluapkan kemarahannya itu kepada adiknya bahkan tanpa peringatan sama sekali.

Habel tidak tahu bahwa ajakan ke padang itu bukanlah dalam rangka meningkatkan quality time dengan kakaknya. Perjalanan itu bukanlah perjalanan persahabatan atau persaudaraan, melainkan perjalanan kematian melalui cara kekerasan. Ini adalah kekerasan yang sungguh biadab, sebab Habel bahkan tidak diajak bertarung secara jantan oleh sang kakak. Penyerangan yang dilakukan Kain begitu tiba-tiba, tanpa peringatan, tanpa peraturan, sehingga Habel pun tidak memiliki persiapan apa-apa dalam menghadapi serangan tersebut. Dan karena itu, matilah ia terbunuh secara menyedihkan.

Firman TUHAN kepada Kain: "Di mana Habel, adikmu itu?" Jawabnya: "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" (Kej 4:9)

Pertanyaan Tuhan kepada Kain kali ini, juga bukan merupakan pertanyaan yang didasarkan pada kebutuhan akan informasi semata. Tuhan bertanya karena Ia ingin memeriksa Kain, sebagaimana seorang Hakim mengajukan pertanyaan dalam rangka penyelidikan suatu perkara.

Dan pada bagian ini, penulis Kitab Kejadian mengungkapkan betapa Kain telah menjadi sedemikian tidak perdulinya pada apa yang dia perbuat. Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka ketakutan lalu bersembunyi dari Tuhan. Ketika Kain melakukan pembunuhan, jangankan merasa takut, ia bahkan menganggap pertanyaan Tuhan itu tidak lebih dari suatu lelucon belaka.

Kain tentu berbohong pada Tuhan ketika ia mengatakan tidak tahu. Bukankah lebih baik jika ia mengaku bersalah saja? Kain bertingkah seolah-olah Tuhan adalah Pribadi yang dapat dibohongi. Lebih dari itu, Kain malah kemudian berani mengejek Tuhan ketika ia balik bertanya “Apakah aku penjaga adikku?” 

Betapa kurang ajarnya sikap Kain terhadap Tuhan. Dengan pertanyaannya itu, seolah Kain ingin melemparkan kesalahannya pada Tuhan. Sebab jika Kain tidak merasa sebagai penjaga adiknya, maka siapa lagikah yang ada di benak Kain sebagai pihak yang paling bertanggungjawab? Bukankah Tuhan yang seharusnya menjaga Habel? Bukankah Tuhan berkenan kepada Habel? Bukankah Tuhan menyukai Habel? Mengapa Tuhan tidak mencegah Habel dari kecelakaan? Ini semua salah Dia sendiri.

UNTUK DIRENUNGKAN
Betapa mengerikannya dampak dari dosa bukan? Manusia bukan saja berani menentang ketetapan Allah tetapi juga bahkan tidak merasa takut sama sekali kepada Allah Yang Mahakuasa. Dosa membuat orang tega membunuh sesamanya. Dan bukan saja tega, (sebagian) mereka juga (malah) tidak merasa takut akan mendapat hukuman dari Tuhan.


Betapa gelapnya keadaan jiwa orang yang telah jatuh ke dalam dosa sehingga tidak mungkin dapat disembuhkan melalui usaha mereka sendiri. Dosa bukanlah sesuatu yang sederhana, kekuatan dosa yang merusak jiwa manusia hanya bisa diselesaikan oleh penebusan darah Kristus.

Yesus Kristus telah mati di kayu salib untuk menebus kita dari dosa-dosa kita. Dan Yesus Kristus telah bangkit kembali dari kematian untuk memberikan kepada kita suatu kehidupan yang kekal bersama dengan Dia.

Beberapa pokok pikiran di dalam tulisan ini:
Mengapa manusia tega membunuh manusia lainnya?
Eksposisi singkat Kejadian 4:8
Siapakah yang lebih kejam dari Hitler?
Pandangan Alkitab tentang membunuh.
Pandangan Alkitab tentang berbohong.
Mengapa manusia suka berbohong?



Thursday, April 16, 2020

Eksposisi singkat Kejadian 4:6 dan Kejadian 4:7: Apakah yang Tuhan katakan kepada Kain, sebelum Kain membunuh Habel?

 

 
Terhadap Kain yang sedang marah, Tuhan berinisiatif untuk memberikan suatu respon. Dari sini kita belajar bahwa Allah bukannya tidak memperhatikan suasana hati Kain, dan Allah bukan tidak perduli pada orang berdosa.
 
Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?” (Kejadian 4:6)

Inilah pertama kalinya Tuhan membuka suara untuk berbicara kepada Kain. Penulis Kejadian tidak merincikan dengan cara apa Tuhan berbicara, apakah secara langsung? Apakah melalui nasihat orang tuanya? Melalui mimpi? Ataukah melalui suara hati dari Kain sendiri? [Baca juga: Mengapa Paulus rela terkutuk demi orang Israel? Klik disini.]

Saya sendiri berpendapat bahwa dalam bagian ini, Tuhan berbicara secara langsung kepada Kain. Alasan saya yang pertama adalah karena Tuhan sudah pernah melakukan pembicaraan secara langsung kepada Adam dan Hawa. Mengapa sulit untuk membayangkan bahwa Tuhan juga akan berbicara langsung kepada Kain?

Alasan saya yang kedua adalah karena sejak kisah ini bergulir, Adam dan Hawa sama sekali tidak muncul ke dalam kisah. Penulis Kejadian tidak menghadirkan mereka secara langsung sama sekali. Hanya jejak-jejak mereka saja yang terlihat misalnya dari bagaimana mereka berespon atas kelahiran bayi, bagaimana mereka menamai anak-anak mereka dan bagaimana mereka (mungkin sekali) mengajarkan cara beribadah kepada Tuhan. Namun dari semua jejak-jejak orang tua di dalam diri pribadi anak-anak ini, penulis Kejadian telah menunjukkan bahwa mereka telah gagal membentuk salah seorang anak mereka itu. Sehingga agaknya kurang tepat jika pada bagian ini kita berpikir bahwa mereka memberi nasihat kepada anak mereka. [Artikel lain: Tuhan ingin kita selalu mencintai ajaran dan perintah-Nya. Klik disini.]

Alasan ketiga adalah cara penulis Kejadian menyampaikan pertanyaan Tuhan kepada Kain cukup unik dan tidak bisa dilepaskan dari cara penulis itu menggambarkan tokoh-tokoh sebelumnya dalam hal mengajukan pertanyaan.

Dalam Pasal 3 misalnya, kita melihat Iblis bertanya kepada Hawa melalui perantaraan ular dengan tujuan untuk menjatuhkan Hawa ke dalam dosa. Maka dalam pasal 4 ini sebagai kontrasnya, kita melihat Allah bertanya kepada Kain tanpa mediator makhluk lain untuk tujuan menghentikan (mencegah) Kain dari perbuatan yang lebih buruk lagi.

Memperlihatkan kontras antara satu bagian dengan bagian lain dari Alkitab adalah hal yang cukup sering terjadi di Alkitab, apalagi di Perjanjian Lama. Jika Iblis berbicara secara tidak langsung kepada Hawa, maka sangat mungkin di bagian ini Allah berbicara secara langsung kepada Kain. Jika Iblis ingin menjatuhkan Hawa, maka pada bagian ini Allah ingin mencegah Kain dari kejatuhan yang lebih dalam. Suatu gambaran yang kontras, bukan? Sifat kontras yang muncul dalam gambaran ini, menampilkan suatu picture tentang betapa buruknya kerusakan yang telah terjadi di dalam diri Kain.

Sangat menarik jika kita memperhatikan pula isi dari pertanyaan Tuhan kepada Kain. Pertanyaan tersebut tentu bukan pertanyaan yang timbul akibat ketidaktahuan. Allah adalah Pribadi yang Mahatahu, Ia tidak bertanya sesuatu karena Ia tidak tahu. Pertanyaan Tuhan kepada Kain lebih merupakan dorongan atau bujukan kepada Kain untuk melakukan introspeksi diri, ketimbang sekedar meminta informasi. Hal ini mengingatkan kita pada pertanyaan Tuhan kepada Adam “Di manakah engkau Adam?” Pertanyaan yang pada dasarnya juga merupakan pertanyaan introspeksi untuk Adam.

Isi dari pertanyaan itu dalam bahasa aslinya adalah:
Lammah charah lak. Walammah naphelu paneka 
Yang diterjemahkan:
Mengapa engkau terbakar (oleh amarah)? Dan mengapa wajahmu jatuh?

Istilah “wajah jatuh “memang bukan istilah yang kita kenal sehari-hari. Dalam bahasa Indonesia istilah ini diterjemahkan menjadi wajah yang muram. Tetapi istilah jatuh yang dipakai disini sengaja saya tampilkan untuk memperlihatkan semacam hubungan timbal balik dalam kata-kata. Karena amarah naik, maka wajah turun (jatuh). Mungkin nuansa dari kalimat ini akan lebih jelas jika kita baca kelanjutan dari kalimat Tuhan kepada Kain.

Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? (Kejadian 4:7a)
Dalam bahasa aslinya:
Halow im-teytiv seet
Diterjemahkan:
Tidakkah engkau, jika engkau melakukan yang baik, akan naik? (wajahnya)

Saya sengaja menerjemahkan secara agak harafiah dari kata-kata tersebut agar nuansa kata-katanya lebih terlihat. Jika engkau naik dalam amarah, wajahmu jatuh (turun). Jika engkau berbuat baik (amarah turun), maka wajahmu akan naik. Memang terdengar agak aneh jika dibaca menurut pengertian kita orang Indonesia, tetapi itulah yang coba disampaikan oleh penulis Kejadian yaitu bahwa kebahagiaan Kain terletak dari perbuatannya sendiri. Ia tidak bahagia, karena hatinya sedang marah. Padahal jika ia berbuat baik maka tentu ia akan merasa bahagia.

Saya mencoba mencari tahu bagaimana orang Yahudi sendiri memahami kalimat ini. Dan rupanya di dalam Kitab Targum (semacam kitab kamus yang berisi penjelasan atas bahasa Ibrani Alkitab ke dalam bahasa Aramaik sehari-hari) ada penjelasan mengenai kalimat tersebut yaitu demikian: “Tidakkah jika engkau memperbaiki kelakuanmu, engkau akan diampuni?”

Jadi kita sekarang sudah memiliki dua macam terjemahan yaitu terjemahan harafiah yang memperlihatkan semacam pertukaran kata-kata (wajah jatuh dan wajah naik). Dan terjemahan ke dalam bahasa orang Yahudi sehari-hari. Semoga kedua terjemahan tersebut dapat memperkaya pengertian kita.

Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." (Kej 4:7b)

“Tetapi jika engkau tidak berbuat baik,”
Dalam bahasa aslinya: 
Weim lo teytiv
Diterjemahkan:
Dan/tetapi jika tidak engkau melakukan yang baik
Atau jika menurut Targum: Dan jika engkau tidak memperbaiki kelakuanmu.

“Dosa sudah mengintip di depan pintu,”
Dalam bahasa aslinya:
Lapetah chattat rove
Diterjemahkan:
Di pintu masuk dosa sedang berjongkok (berbaring).
Menurut Targum: Di pintu masuk liang kubur dosa sedang berbaring.

“Ia sangat menggoda engkau,”
Dalam bahasa aslinya: 
Wa eleika tesyuqatow
Diterjemahkan:
Dan terhadap keinginannya
Targum menerjemahkan sama seperti di atas, dengan tambahan keterangan: keinginan dosa yang bersifat konstan adalah agar engkau terjatuh.

“tetapi engkau harus berkuasa atasnya”
Dalam bahasa aslinya:
Weatah timshal-bow
Diterjemahkan: sama seperti Alkitab LAI kita.

Bagian ini terus terang memang agak sulit kita pahami karena mengandung perkataan-perkataan yang rasanya sangat tidak umum bagi kita. Itu sebabnya saya berusaha menjelaskan dan menterjemahkan secara satu frasa demi satu frasa. Dan apabila kita baca kembali kalimat di atas maka barangkali secara bahasa sehari-hari kalimat tersebut dapat saya terjemahkan menjadi:

“Mengapa engkau terbakar oleh amarah dan merasa tidak bahagia? Jika engkau memperbaiki kelakuanmu tentu engkau akan merasa bahagia. Tetapi jika engkau tidak memperbaiki kelakuanmu, maka ketahuilah bahwa dosa senantiasa menunggu engkau di depan pintu kuburmu dan ia sangat menginginkan engkau jatuh, dan engkau bertanggungjawab untuk mengalahkan keinginannya itu.”

Dari bagian ini kita belajar bahwa inti perkataan Tuhan kepada Kain adalah:
  1. Kegusarannya yang amat sangat itu adalah akibat ulahnya sendiri, bukan karena ulah adiknya, bukan pula karena Tuhan.
  2. Jika ia tidak segera memperbaiki sikap, maka ia akan terjerat dosa yang lebih besar lagi.
  3. Dan apakah dirinya akan terjerat atau tidak terjerat oleh dosa, semua itu adalah tanggung jawab pribadinya sendiri.

Sejauh ini kita melihat bahwa Tuhan telah menyampaikan perkataan yang cukup panjang kepada Kain. Sulit mengesampingkan fakta bahwa Tuhan sudah melakukan yang terbaik untuk mencegah Kain melakukan kejahatan yang lebih besar. Dibandingkan dengan Adam dan Hawa yang sama sekali tidak sempat mendapat nasihat sebanyak ini, maka dapat dikatakan bahwa Kain sebenarnya mendapat anugerah Tuhan yang lebih besar. Sudah sewajarnya jika Kain menghargai kesempatan yang telah diberikan kepadanya untuk berbalik arah. Kain bukan tidak pernah diberi peringatan.
 
Lantas, bagaimanakah kira-kira tanggapan Kain terhadap perkataan Tuhan? Kita akan membahas hal tersebut dalam tulisan berikutnya.



Beberapa pokok pikiran di dalam tulisan ini:
Eksposisi Kejadian 4:6
Apakah yang Tuhan katakan kepada Kain sebelum Kain membunuh Habel?
Apakah yang Tuhan sampaikan kepada Kain setelah Kain merasa marah?
Bagaimana cara Tuhan berbicara kepada Kain?
Apakah Tuhan berbicara secara langsung kepada Kain?
Ataukah Tuhan berbicara secara tidak langsung kepada Kain?
Bahan khotbah dari Kejadian 4:6
Apakah Allah peduli pada para pendosa?
Apakah maksud pertanyaan Tuhan kepada Kain?
Mengapa hati Kain menjadi panas?
Perenungan singkat dari Kejadian 4:6
Mengapa wajah Kain menjadi muram?
Apa yang diajarkan melalui Kejadian 4:6
Apakah bahasa Ibrani (bahasa asli) dari Kejadian 4:6?
Apakah arti kata-kata: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?" dalam Kejadian 4:6
Apakah arti kata-kata: "Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?" dalam Kejadian 4:6
Eksposisi Kejadian 4:7
Apakah arti kata-kata: "Tetapi jika engkau tidak berbuat baik?" dalam Kejadian 4:7
Bahan khotbah dari Kejadian 4:7
Apakah arti kata-kata: "Dosa sudah mengintip di depan pintu?" dalam Kejadian 4:7
Perenungan singkat dari Kejadian 4:7
Apakah arti kata-kata: "Ia sangat menggoda engkau," dalam Kejadian 4:7
Apa yang diajarkan melalui Kejadian 4:7
Apakah arti kata-kata: “tetapi engkau harus berkuasa atasnya?” dalam Kejadian 4:7
Apakah inti dari perkataan Tuhan: "Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu Ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya?" dalam Kejadian 4:7.
Apakah Kain mendapat anugerah dari Tuhan?
Apakah Kain akhirnya diselamatkan oleh Tuhan?