Wednesday, May 24, 2023

Apa yang dimaksud dengan pemberitaan tentang salib?


Salib merupakan lambang atau simbol yang sangat penting di dalam iman Kristen. Sebab seluruh Alkitab bercerita atau menuju pada puncak cerita yang berpusat pada Yesus Kristus. Dan puncak dari kehidupan Tuhan Yesus sendiri adalah ketika Ia dipermuliakan di atas kayu salib. Sebagai orang Kristen kita tidak seharusnya berhenti pada budaya memakai simbol-simbol salib saja, entah sebagai kalung atau sebagai hiasan dinding rumah. Tanpa mencoba untuk mengerti lebih dalam arti dari salib, dan bahkan mengikuti panggilan Tuhan Yesus pada kita untuk turut memikul salib bersama Dia.

 

Buku "Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus"
Klik disini.

Di dalam sejarah, Tuhan Yesus bukan satu-satunya orang yang pernah disalibkan. Bahkan pada hari yang sama ketika Tuhan disalibkan, ada dua orang lain yang juga disalibkan bersama dengan Dia. Tetapi hanya Yesus Kristus, Tuhan kita sajalah, satu-satunya Pribadi yang disalibkan bukan karena Ia bersalah, tetapi karena Ia menebus kesalahan orang lain. Ada arti yang berbeda di balik peristiwa penyaliban Tuhan Yesus yang tidak dimiliki oleh siapapun di sepanjang sejarah dunia.

Di dalam kehidupan dan pengajaran-Nya, baik sebelum maupun setelah disalibkan, Tuhan Yesus meminta murid-Nya dan semua orang yang mau menjadi murid-Nya, untuk turut memikul salib seperti Dia. Tuhan Yesus berkata: Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. (Matius 10:38).

Ayat yang diambil dari Injil Matius di atas, sungguh suatu perkataan yang serius serta tidak dapat dianggap remeh, bukan? Kalimat Tuhan Yesus tidak memberikan banyak pilihan bagi manusia untuk dikatakan layak atau tidak layak di hadapan-Nya. Tentu saja hal ini bukan berarti keselamatan kita didasarkan pada keberhasilan dari usaha kita dalam memikul salib. Kalimat Tuhan Yesus ini seharusnya dimengerti sebagai tanda kesejatian iman, yaitu hal apakah yang seharusnya ada di dalam diri seseorang yang sudah diselamatkan. Memikul salib, dalam hal ini, adalah tanda dari anugerah sejati yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Ciri dari orang yang sudah diselamatkan adalah kerelaannya untuk menerima dan memikul salib yang diberikan oleh Allah kepadanya.

Berita salib memiliki kedekatan dengan penderitaan, kesulitan dan bahkan kematian. Dalam tulisan singkat ini kita mencoba merenungkan apakah saja yang dapat kita kategorikan sebagai memikul salib Kristus dan hal apa saja yang bukan merupakan salib, sekalipun di dalamnya ada penderitaan.


Beberapa contoh dari penderitaan yang merupakan salib dari Tuhan

Contoh Penderitaan Salib yang Pertama

Ketika seseorang merelakan diri mengalami kematian, demi berkorban bagi orang lain, karena hal itu diinginkan oleh Tuhan, meskipun kita sendiri tidak mudah menanggungnya dan meskipun kita sendiri punya pilihan untuk pergi dari situasi tersebut.

Orang seperti ini memusatkan hidupnya pada keinginan dan rencana Tuhan, bukan keinginan dan rencananya pribadi. Tuhan Yesus adalah contoh yang sempurna dari orang yang memikul salib yang diberikan Allah Bapa kepada-Nya. Meskipun tidak ada kewajiban bagi-Nya untuk mati bagi orang lain, yaitu dalam rangka menebus manusia, Tuhan Yesus merelakan hati-Nya untuk menerima konsekuensi dari perbuatan dosa yang dilakukan oleh manusia tersebut. Dengan rela Ia memikul salib bahkan hingga mengalami kematian di atas kayu salib. Hal ini dilakukan karena sudah menjadi kehendak dari Sang Bapa untuk menyelamatkan dunia. 

Alkitab memberi kesaksian mengenai begitu besarnya kasih Allah kepada dunia ini, sehingga setelah jatuh ke dalam dosa pun Allah Bapa tidak bersegera untuk memusnahkannya. Sebaliknya, Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal untuk mati menebus dosa manusia. Dan sebagai Anak yang diutus oleh Bapa untuk menebus dosa, Tuhan Yesus rela menanggung segala penderitaan tersebut.

Memikul salib seperti ini merupakan kejadian yang dialami oleh Tuhan Yesus dan para martir. Tidak semua orang Kristen diberi anugerah untuk sampai pada titii ini di dalam kehidupan mereka.


Contoh Penderitaan Salib yang Kedua

Ketika seseorang harus menangung kehidupan yang sulit, semata-mata karena ia mau setia mengikuti pimpinan Tuhan

Dalam arti yang sempit, berita salib memang berisi tentang peristiwa yang secara spesifik dialami oleh Tuhan Yesus di atas bukit Golgota. Ketika paku-paku menembusi tangan dan kaki-Nya, ketika mahkota duri ditancapkan pada kepala-Nya, ketika Tuhan tergantung selama berjam-jam dalam penderitaan hingga ajal-Nya tiba, pada saat itulah peristiwa penyaliban sedang berlangsung. 

Tetapi dalam arti yang luas, berita salib adalah tentang keseluruhan hidup Tuhan Yesus dari sejak lahir sebagai  bayi hingga menemui kematian di atas salib. Sebab sejak bayipun Tuhan Yesus sudah menanggung perendahan serta senantiasa ada di bawah bayang-bayang kematian.

Sekalipun Tuhan Yesus bisa saja datang ke dunia dalam keadaan sudah dewasa, tetapi kita tahu bahwa Tuhan Yesus memilih untuk menjadi bayi. Berita salib dalam arti yang luas adalah suatu kerelaan untuk menanggalkan segala kekuatan dan membiarkan diri sendiri dalam keadaan yang rapuh, lemah, mudah diserang, mudah disakiti, mudah disalahpahami.

Berita salib dakam arti luas adalah ketika seseorang merelakan hatinya untuk dipimpin Tuhan masuk ke dalam kehidupan yang sulit, tidak semarak, tidak ideal, disalapahami, namun tetap melakukan panggilan Tuhan itu dengan setia.

Tuhan Yesus menanggalkan segala kemuliaan-Nya sebagai Pencipta dan menganggap kesetaraan-Nya dengan Allah sebagai milik yang tidak harus dipertahankan. Dengan rela Ia memberi diri dipimpin oleh Roh Kudus untuk masuk ke dalam rahim Maria dan dilahirkan sebagai bayi manusia.

Dalam keadaan-Nya sebagai bayi, tentu saja Tuhan Yesus sangat rapuh. Ia membiarkan Bapa-Nya yang memutuskan bagi Dia tentang apa yang harus terjadi. Lahir di kandang, di tengah keluarga yang miskin, di bawah ancaman pembunuhan Herodes, dilarikan ke Mesir, bertumbuh di sebuah desa kecil yang miskin dan bekerja dengan tangan-Nya sebagai tukang kayu. Perendahan hidup secara sosial di hadapan semua orang adalah salah satu aspek dari berita salib, dan hal ini mungkin justru lebih dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.

Tidak semua orang Kristen diberi anugerah untuk menjadi martir, tetapi anugerah perendahan seperti yang harus dijalani oleh Tuhan Yesus sesungguhnya dapat terjadi pada siapa saja.

Secara insting yang berdosa, kita cenderung untuk lebih ingin dipermuliakan, disegani, dikagumi, diterima, dihormati oleh lain, tetapi jika kita melihat kepada Kristus, kita akan mendapati bahwa kehidupan Tuhan Yesus selama di dunia itu jauh dari kesan dipermuliakan, disegani dan dikagumi tadi. 

Hanya segelintir orang saja yang menemukan kemuliaan yang sejatu yang ada di dalam diri Yesus Kristus. Jauh lebih banyak orang yang salah paham, tidak suka dan bahkan sangat membenci Tuhan Yesus. Serangan dan sikap tidak percaya itu datang dari berbagai kalangan, mulai dari orang Farisi, ahli Taurat, pemerintah, masyarakat Yahudi, bahkan kaum keluarga-Nya sendiri pun tidak percaya pada-Nya dan menganggap diri-Ny tidak waras. Bukankah hal ini menyakitkan?

Tuhan Yesus tidak pernah berbuat jahat kepada siapapun. Hati-Nya penuh kasih, sabar dan selalu ingin membawa orang kepada jalan yang benar. Fakta bahwa Dia ternyata sangat dibenci dan tidak dipercayai oleh sebagian besar masyarakat, pasti sangat menyakitkan bagi perasaan Tuhan Yesus. Tetapi Tuhan Yesus rela menerima semua kepedihan itu sebagai jalan hidup yang telah ditetapkan oleh Sang Bapa.

Tuhan Yesus tidak pernah memberontak kepada Bapa-Nya. Apapun yang ditetapkan oleh Bapa, Tuhan Yesus siap untuk melakukan, dan dalam definisi yang cukup luas, kita dapat katakan bahwa inilah jalan salib yang harus ditempuh oleh Tuhan Yesus dalam rangka menyelamatkan manusia. Kematian di bukit Golgota adalah satu moment di antara sekian banyak moment dalam kehidupan Tuhan Yesus, yang menghasilkan suatu penderitaan salib bagi-Nya.

Dan justru penderitaan salib seperti inilah yang jauh lebih dekat dengan kehidupan kita sekarang. Sebab sebagai orang modern, mungkin membayangkan bahwa diri kita akan disalibkan sama seperti Kristus atau sama seperti para rasul, rasanya agak mustahil akan terjadi, sebab sistem hukum yang berlaku masa kini jelas berbeda dengan masa lalu. Dapat dikatakan, tidak ada lagi negara, apalagi negara maju dimana sistem peradilannya sudah jauh lebih baik, yang masih menerapkan hukuman salib untuk sarana menghukum seseorang.

Tetapi untuk setia menerima keputusan dan panggilan Tuhan di dalam hidup kita, sekalipun panggilan itu membawa pada kesulitan dan panggilan itu tidak sama dengan cita-cita kita, maka hal seperti ini jelas merupakan suatu jenis salib yang dapat dialami dan dipikul oleh setiap orang percaya dari di segala tempat, di segala waktu.


Contoh Penderitaan Salib yang Ketiga

Ketika seseorang memperkenalkan Tuhan kepada dunia bukan dengan cara-cara dunia, yaitu kemegahan, kekayaan dan kekuatan dunia, tetapi melalui pengorbanan, kesetiaan, kelemahan dan penderitaan.

Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk memperkenalkan Tuhan Yesus kepada dunia dan alangkah baiknya jika kita berusaha setia terhadap panggilan ini. Akan tetapi di dalam praktiknya, tidak jarang orang Kristen justru menyampaikan pesan yang berlawanan dengan pesan salib itu sendiri.

Di mana pesan atau berita salib itu bicara tentang penderitaan, pengorbanan, perendahan dan kesetiaan dalam mengikuti panggilan Ilahi sekalipun panggilan itu sangat berat. Orang Kristen justru mencoba memperkenalkan Kristus melalui institusi gereja yang organisasinya kuat, yang keuangannya kaya, yang banyak didukung oleh orang-orang penting di dalam masyarakat, yang hamba Tuhannya dari kalangan berpendidikan tinggi dari universitas bergengsi dengan kepandaian dalam berorasi tingkat tinggi dan kecakapan dalam ilmu berkomunikasi serta jago dalam bersilat lidah, yang jemaatnya makmur, yang jemaatnya selalu kelihatan ceria, sukacita, banyak pesta, tidak mengenal sakit penyakit, tidak ada kemalangan dan jauh dari penderitaan.

Model pemberitaan Injil seperti ini pernah muncul ketika Injil Kemakmuran (Prosperity Gospel) mulai dikenal di kalangan gereja-gereja tertentu. Menurut para penganut dan para pengajar Injil Kemakmuran, kita tidak boleh kelihatan lemah, sakit dan miskin di mata dunia. Sebab jika dunia melihat kita dalam kondisi yang seperti itu maka kita akan ditertawakan dan dunia tidak tertarik untuk menjadi orang Kristen.

Itu sebabnya para penganut Injil Kemakmuran sangat menekankan pada mukjizat kesembuhan dan berkat-berkat kekayaan. Kepada dunia diberitakan bahwa Tuhan Yesus adalah Sang Penyembuh, tidak ada yang sakit di dalam komunitas Kristen karena sakit penyakit adalah gambaran dari kelemahan. Setiap penyakit akan disembuhkan melalui mukjizat-Nya yang ajaib.

Selain itu kepada dunia juga diberitakan bahwa Tuhan Yesus siap membalas berkali-kali lipat siapapun yang rela memberi persembahan kepada gereja. Sehingga tidak mungkin ada orang yang miskin ekonominya di kalangan gereja. Sebab jika seorang jemaat memberi 100, Tuhan Yesus akan balas memberkati jadi 1000. Maka berikan 1000, agar Tuhan Yesus balas 10.000. Jika urutan ini diteruskan, maka otomatis jemaat tadi makin lama akan makin kaya, karena mereka akan dibalas berlipat-lipat ganda dengan kekayaan oleh Tuhan Yesus.

Tentu saja ajaran Injil Kemakmuran tadi adalah keliru dan sama sekali berbeda dengan apa yang Alkitab ajarkan.

Sekalipun Tuhan Yesus mampu menyembuhkan orang sakit, tetapi Tuhan Yesus tidak ingin orang mengenal Dia sebagai Mesias yang pekerjaan-Nya adalah menyembuhkan orang. Apabila kita membaca Injil Markus, jelas sekali terlihat bahwa Tuhan Yesus melarang orang memberitakan Diri-Nya sebagai pembuat Mukjizat. Yang Tuhan Yesus inginkan adalah orang mengenal Dia sebagai Mesias yang menderita dan mati di kayu salib, bukan Mesias celebrity yang bisa membuat keajaiban di mana-mana.

Lalu apabila sekarang ada kelompok orang Kristen yang sangat menekankan pada berita mukjizat kesembuhan, apakah hal itu bukan merupakan tindakan yang justru tidak disukai oleh Tuhan Yesus sendiri? Mengapa manusia begitu berani dengan sengaja melakukan apa yang justru dilarang oleh Tuhan Yesus dan bahkan secara gegabah berani mengatasnamakan tindakan mereka itu sebagai pemberitaan Injil?

Pemberitaan Injil adalah pemberitaan tentang penderitaan salib, yaitu Tuhan yang mengasihi manusia sehingga rela berkorban untuk menyelamatkan manusia itu. Berita salib adalah berita tentang manusia yang berdosa, lemah, miskin, gagal dan tidak mampu. Lalu Tuhan datang menolong dan membebaskan manusia, agar mereka dapat hidup dengan bebas, yaitu bebas mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia yang lain. Tetapi orang dunia tidak suka dianggap lemah, berdosa, miskin, bodoh. Mereka ingin dianggap kaya, kuat, sukses, pandai, mampu mengatasi segala rintangan dengan kekuatan sendiri. 

Itu sebabnya rasul Paulus berkata: Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. (1 Korintus 1:18)

Rasul Paulus sendiri tidak diragukan lagi merupakan seorang yang pandai dan berpendidikan tinggi. Akan tetapi di dalam menyampaikan Firman Tuhan, Rasul Paulus tidak ingin mengandalkan hikmat dan kepandaian manusia dalam berargumentasi, dalam berorasi atau berolah pikir atau apalagi bersilat lidah. Rasul Paulus hanya ingin bergantung pada kuasa Roh saja, sebab Paulus sadar bahwa tanpa Tuhan, dirinya bukan siapa-siapa.

Selengkapnya Rasul Paulus berkata:

1 Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. 2 Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan. 3 Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar. 4 Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, 5 supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah. (1 Korintus 2:1-5)


Beberapa contoh dari penderitaan yang BUKAN merupakan salib dari Tuhan

Setelah melihat dan merenungkan contoh pengertian dari memikul salib, berikut ini kita akan melihat contoh dari penderitaan, tetapi tidak dapat dikategorikan sebagai salib Tuhan.


Pertama

Mengalami penderitaan sebagai akibat dari kesalahan diri sendiri.

Apabila kita melakukan suatu kesalahan, cepat atau lambat kita akan menerima konsekuensi dari kesalahan itu dan biasanya ada penderitaan yang harus kita alami sebagai akibatnya. Penderitaan semacam ini jelas bukan salib dari Tuhan, melainkan semata-mata konsekuensi dari kesalahan kita saja.

Tuhan Yesus menderita bukan karena kesalahan-Nya. Para martir dihukum mati juga bukan karena mereka melakukan tindak kriminal atau cacat secara moral, melainkan karena mereka menolak untuk berhenti mengasihi Allah.


Kedua

Mengalami penderitaan demi mendapat pujian manusia

Ini lebih mirip sikap hati yang ingin dianggap sebagai pahlawan, orang yang berhati mulia. Pusatnya atau centernya ada pada manusia itu sendiri, bukan karena digerakkan oleh pekerjaan Tuhan.

Di dalam hubungan antara manusia dan Tuhan, apabila seseorang tidak mengerti berita salib, tentang Allah yang berkorban bagi manusia yang berdosa, maka alternatifnya adalah orang itu akan berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan hati Allah. Manusia akan berusaha melakukan kebaikan, berusaha berkorban, bahkan mengalami penderitaan atas nama iman. Dan penderitaan semacam ini tentu saja bukan penderitaan salib, sebab penderitaan salib adalah Allah yang berkorban untuk mendapatkan manusia, bukan manusia yang berkorban untuk mendapatkan Allah.

Kiranya Tuhan Yesus menolong kita untuk memikul salib kita masing-masing dan mengikut Dia. Amin.

 

Thursday, May 18, 2023

Apakah arti dari keadilan dan kebenaran di dalam prinsip Alkitab?

 


Pengertian dari adil dan keadilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Keadilan berasal dari kata dasar “adil”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adil dirumuskan sebagai sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak: berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; sepatutnya; tidak sewenang-wenang. Sementara itu, keadilan dalam KBBI didefinisikan sebagai sifat (perbuatan, perlakuan, dan sebagainya) yang adil.

 

Buku "Mengapa Engkau Meninggalkan Aku?"
Klik disini.

Dari pengertian yang diberikan oleh KBBI, kita melihat bahwa istilah keadilan mempunyai kaitan yang erat dengan kebenaran. Orang yang bertindak adil, seyogyanya mengerti suatu standar kebenaran, sehingga bisa memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah.


Pengertian dari keadilan menurut Filsafat

Melalui karya tulisnya yang berjudul “Etika Nichomachea” Aristoteles memaparkan gagasannya tentang keadilan. Bagi Aristoteles, sikap ketaatan terhadap hukum (polis) baik hukum yang tertulis maupun yang tidak tertulis, merupakan suatu keadilan. Keadilan menurut Aristoteles merupakan suatu keutamaan yang bersifat umum

Dari pengertian yang diberikan oleh Aristoteles ini, kita melihat bagaimana keadilan itu dikaitkan dengan sikap taat pada hukum. Orang yang adil adalah orang yang taat pada hukum, baik hukum tertulis maupun yang tidak tertulis.


Pengertian keadilan dan kebenaran menurut Alkitab Perjanjian Baru

Berbicara tentang keadilan dan kebenaran, maka kita perlu membicarakan istilah Yunani yang sering dipakai Alkitab untuk melukiskan tentang keadilan dan kebenaran, yaitu Dikaiosune (dik-ah-yos-oo'-nay, kata benda feminin). Istilah ini muncul 94 kali di dalam seluruh Perjanjian Baru.

Dalam pengertian yang luas, Dikaiosune berarti suatu keadaan di mana seseorang itu benar di mata Allah, atau suatu kondisi dimana seseorang dapat diterima oleh Tuhan. Dikaiosune juga dapat dipahami sebagai suatu cara dimana seorang manusia memperoleh suatu persetujuan (approval) dari Tuhan. Cara seperti apa yang disetujui oleh Tuhan? Yaitu ketika manusia itu punya intrgritas, kebaikan (virtue), kesucian hidup, tepat dan benar dalam berpikir, merasa dan bertindak.

Dalam pengertian yang lebih sempit, Dikaiosune berarti keadilan atau kebaikan untuk memberi kepada orang lain masing-masing sesuai dengan apa yang mereka butuhkan

Dalam Alkitab Bahasa Indonesia, Dikaiosune lebih sering diterjemahkan sebagai “kebenaran” namun ada beberapa ayat di dalam Alkitab yang oleh bahasa Indonesia diterjemahkan pula sebagai “keadilan,” yaitu misalnya dalam 2 Korintus 6:7; 1 Timotius 6:11; 2 Timotius 2:22; Ibrani 1:9; 2 Petrus 1:1.

Di bagian lain dari Perjanjian Baru, kata Dikaiosune ini ternyata diterjemahkan pula ke dalam istilah-istilah lain yaitu:

  • “kehendak Allah” misalnya di dalam Matius 3:15
  • “hidup keagamaan” yaitu di dalam Matius 5:20
  • “Pembenaran” dalam 2 Kor 3:9
  • “Perbuatan baik” dalam Titus 3:5


Pengertian keadilan dan kebenaran menurut Alkitab Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama, istilah Ibrani yang dipakai untuk keadilan dan kebenaran adalah sebuah kata kerja yaitu Tsedaqah.

Tsedaqah berarti menjadi benar, menjadi adil atau menjadi terus terang apa adanya (straight). Menurut para ahli Perjanjian Lama, istilah straight inilah yang dianggap lebih akurat dalam melukiskan apa itu Tsedaqah. Dalam tulisan-tulisan orang Yahudi yang lebih terkemudian (later or modern writings), istilah Tsedaqah sering dipakai untuk melukiskan suatu tindakan yang etis (ethical conduct).

Dalam Perjanjian Lama, istilah Tsedaqah ini cukup bervariasi dalam penggunaannya dan dalam pengertiannya. Dalam Yesaya 46:12 dan Mikha 7:9, Tsedaqah diartikan sebagai pembebasan (deliverance). Dalam Yesaya 5:23, istilah Tsedaqah dipakai untuk arti pembenaran.

Dalam Jerusalem Bible, yaitu Alkitab yang biasa dibaca oleh orang Yahudi Kristen pada umumnya, Tsedaqah paling sering diterjemahkan menjadi integritas.

Mungkin cukup menarik pula untuk diperhatikan, bahwa pada sumber-sumber lain di luar Alkitab, Tsedaqah dapat pula diartikan sebagai: pemulihan nama baik (vindication), tindakan penyelamatan (saving deeds), pertolongan yang menyelamatkan seseorang (saving help), pertolongan yang membenarkan seseorang (righteous help), keselamatan (salvation), kesamaan (equity), kejujuran (uprightness), kemakmuran (prosperity) dan integritas.

Dalam bahasa Inggris, kata righteousness berarti kebenaran, keadilan, kebajikan dan sikap yang berbudi luhur. Ini sesuai dengan gagasan dari para cendekiawan Kristen yang melihat bahwa kata righteousness di dalam Perjanjian Lama merupakan sebuah panggilan (calling) untuk hidup adil, benar, jujur (upright) melalui hubungan pribadi dengan Tuhan, dengan menggunakan Taurat sebagai sarana atau petunjuk kehidupan baru bersama-Nya.


Kesimpulan

Kebenaran dan keadilan adalah istilah yang sangat penting di dalam kekristenan. Tuhan menciptakan kita dengan tujuan agar kita dapat hidup di dalam kebenaran dan keadilan bersama dengan Dia.

Dosa telah merusak hal itu, sehingga manusia tidak mampu lagi untuk melakukan keadilan dan kebenaran di dalam hidupnya. Sikap manusia terhadap hukum Ilahi menjadi salah arah senantiasa. Di satu sisi, ada orang yang sama sekali menentang hukum Ilahi dan hidup sesuka hatinya saja, tetapi di sisi lain, ada juga orang yang seolah-olah mentaati hukum Ilahi tetapi untuk tujuan yang salah dengan motivasi yang salah pula.

Dengan usahanya sendiri, manusia tidak mungkin ada di dalam keadaan righteous di hadapan Allah. Hanya apabila Tuhan memberi anugerah keselamatan saja, maka orang itu dapat dikembalikan kepada hidup yang diwarnai oleh kebenaran dan keadilan sebagaimana yang Tuhan kehendaki. Bentuk dari anugerah keselamatan yang Tuhan berikan manusia adalah berupa sebuah kelahiran baru yang dikerjakan oleh Roh Kudus, sehingga melalui kelahiran baru tersebut, manusia diberi mata yang baru, telinga yang baru, hati yang baru. Yaitu mata yang melihat Kerajaan Allah, hati yang mendengar Firman Allah dan hati yang mau mengasihi Pribadi Allah.

Setelah mengetahui hal ini, kita diharapkan sadar bahwa keselamatan yang Tuhan berikan bukanlah hasil akhir dari karya Tuhan dalam diri manusia, melainkan baru tahap awal. Kita bukan diselamatkan demi keselamatan itu sendiri, melainkan diselamatkan demi tujuan yang lebih besar, yaitu hidup bersama Tuhan di dalam kebenaran dan keadilan tadi. Kiranya Tuhan Yesus menolong kita. Amin.



Monday, May 1, 2023

Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan dan kebenaran dan hidup (Yohanes 14:6)

 Akulah jalan dan kebenaran dan hidup....

Yesus Kristus satu-satunya jalan dan kebenaran dan hidup

Di tengah masyarakat yang majemuk sekarang ini, kita mungkin bertanya-tanya: “Mengapa aku harus memilih percaya pada Yesus Kristus, padahal ada begitu banyak aliran kepercayaan di dunia ini?”

Di tengah situasi di mana kita sulit menaruh kepercayaan pada para pemimpin, pada institusi maupun individu, mungkin kita jadi bertanya: Masih adakah manusia yang dapat benar-benar diandalkan?

Di tengah kehidupan yang sarat dengan berita kematian, kehancuran, penderitaan, kita mungkin bertanya: Masih adakah suatu kehidupan indah yang boleh diharapkan?

Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan seperti itu, kita bersyukur bahwa Tuhan Yesus telah memberi jawaban. Tuhan Yesus berkata : Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku. (Yohanes 14:6)

 


Rekomendasi Buku
"Siapakah Yesus? - Mengenal Dia Secara Berbeda."
Klik di sini.

Melalui kalimat yang Tuhan Yesus ucapkan tersebut, kita tahu bahwa Dia sendirilah yang sungguh-sungguh merupakan satu-satunya harapan bagi seluruh umat manusia. Dan menurut Alkitab, hanya orang yang mau percaya dan menerima undangan Tuhan Yesus sajalah yang benar-benar dapat menikmati apa Ia tawarkan itu.


Akulah jalan

"Life will find a way" : kata Dr Malcom, seorang ahli matematika yang ikut ke kebun binatang Dinosaurus dalam film Jurassic Park pertama. Walaupun hanya dalam sebuah film tetapi kalimat itu ada benarnya. Kehidupan akan terus menerus mencari jalan, demikian makna yang lebih tepat. Artinya, kehidupan tidak akan pernah statis, melainkan selalu mengalami perubahan, selalu bergerak, selalu mencari jalan keluar.

Itu sebabnya, manusia tidak pernah puas dengan keberadaannya saat ini. Ia terus menerus merasa kurang, bahkan kosong. Sehingga ia terus menerus mencari segala sesuatu untuk memenuhi kekosongan di dalam dirinya. Perasaan kosong dan tidak pernah puas ini dialami oleh semua orang, meskipun tidak semua orang tahu apa penyebabnya.

Hanya melalui terang Firman Tuhan, kita dapat mengetahui bahwa penyebab utama dari perasaan itu adalah keterpisahan dari Allah. Sebab pada hakekatnya, manusia diciptakan untuk hidup bersama Allah. Tetapi dosa telah memisahkan manusia dari Allah, sehingga kini manusia harus menanggung suatu kehidupan yang tidak lengkap. Ada yang hilang dalam diri manusia. Ada yang kosong, dan manusia melakukan berbagai upaya untuk mengisi kekosongan itu.

Segala bentuk upaya untuk mengisi kekosongan itu kemudian melahirkan konsep agama dalam diri manusia. Itu sebabnya, agama dalam pengertiannya yang paling mendasar adalah usaha manusia untuk menemukan yang ilahi. Manusia mencari jalan untuk kembali pada yang ilahi.

Ini adalah problem yang universal bagi manusia. Alam sadar maupun alam bawah sadar manusia mengatakan bahwa ada sesuatu di luar sana yang bersifat tidak terbatas. Dan bahwa diri kita yang terbatas ini suatu saat akan ditelan oleh yang tidak terbatas itu. Akan tetapi, dalam keterbatasannya, manusia tidak tahu persis apakah atau siapakah yang tidak terbatas itu?

Dua hal ini, yaitu usaha untuk menemukan yang ilahi dan ketidakmampuan untuk mengenal yang ilahi itu, melahirkan agama-agama yang ada di dunia. Baik agama-agama besar yang diakui dunia. Maupun agama-agama yang kita temukan dalam masyarakat primitif seperti Animisme dan Dinamisme

Bahkan masyarakat yang mengaku Atheis sekalipun, tidak dapat lari dari konsep ilahi tersebut. Buktinya? Fakta bahwa mereka berkata Tidak ada Allah justru menunjukkan bahwa di dalam benak mereka sebenarnya sudah terdapat suatu konsep ilahi. Sebab bagaimana mungkin mereka dapat menolak suatu konsep yang tidak pernah ada di dalam pikiran mereka?

Dari konsep agama yang manusia miliki itu, lalu muncullah berbagai peraturan agama. Manusia menciptakan larangan dan perintah yang menurut mereka dapat menjadikan dirinya lebih baik, lebih suci dan terutama lebih berhak untuk sampai kepada Allah dan diterima oleh-Nya. Manusia berpikir bahwa jika mereka berbuat baik maka Allah pasti mau menerima mereka di hadirat-Nya.

Tetapi Tuhan Yesus berkata Akulah jalan. Dalam bahasa Inggris, kata-kata Tuhan ini berbunyi: I am The Way. Tambahan kata "the" di sana menunjukkan bahwa Tuhan Yesus bukanlah satu jalan di antara banyak jalan lain yang manusia cari. Melalui perkataan tersebut, Tuhan Yesus mengumumkan bahwa Dia adalah satu-satunya jalan yang ada di dunia. Artinya, jalan untuk sampai kepada Allah bukan melalui usaha manusia tetapi melalui Pribadi Yesus Kristus.

Di dalam kalimat tersebut, kita tidak menemukan indikasi bahwa Tuhan Yesus sendiri pun sedang berada di sebuah jalan yang menuju kepada Bapa. Seolah-olah Tuhan Yesus pun belum tiba, masih berusaha mencari atau masih berusaha berjalan menuju Bapa-Nya. Tidak demikian.

Yang Tuhan Yesus katakan adalah bahwa Ia sendiri Sang Jalan itu. Jika Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia sedang ada di sebuah jalan menuju Bapa, maka Ia tidak lebih dari kita semua yaitu makhluk-makhluk yang sedang mencari sang ilahi. Tetapi Tuhan Yesus berkata bahwa Ia-lah jalan itu. Artinya Tuhan Yesus-lah sarana yang memungkinkan seseorang untuk sampai kepada Bapa. Tuhan Yesus-lah Sang Pengantara itu.

Apa yang Yesus Kristus katakan ini jelas menentang konsep agama-agama lain di dunia. Agama lain mengatakan bahwa untuk mencapai yang ilahi, seseorang harus berbuat baik dan mengikuti semua aturan dalam perintah agama. Tetapi Tuhan Yesus tidak menunjuk pada cara atau aturan atau metode. Yang pertama-tama Tuhan Yesus tunjuk adalah diri-Nya, Pribadi-Nya. Tidak ada cara atau metode lain kecuali diri-Nya Pribadi yang dapat membawa seseorang kepada Bapa.

Itu sebabnya kekristenan yang sejati menekankan pada hubungan pribadi dengan Yesus Kristus sebagai landasan utama untuk hidup. Orang Kristen sejati bukan dilahirkan dari peraturan, melainkan dari Oknum Allah. Peraturan berfungsi untuk mendidik agar kita yang sudah dibenarkan ini dapat hidup dengan benar. Tetapi peraturan itu sendiri tidak mungkin dapat melahirkan kehidupan.

Bahaya yang sedang dihadapi saat ini oleh gereja di antaranya adalah ketika kekristenan melulu hanya menekankan pada aturan gereja (bahkan aturan Alkitab sekalipun) tanpa adanya suatu hubungan pribadi pada Yesus Kristus. Kekristenan semacam itu tidak ada bedanya dengan agama-agama lain di dunia. Yang membuat kekristenan unik, justru bukanlah segudang peraturannya, melainkan Pribadi Yesus Kristus. Sebab Dia-lah jalan itu.


Akulah kebenaran

Sekarang ini, orang banyak menyerukan semangat Pluralisme, yaitu suatu konsep yang mengatakan bahwa ada banyak jalan, ada banyak cara, ada banyak kebenaran (Plural = jamak = banyak = majemuk). Dalam bahasa sehari-hari, orang yang menganut Pluralisme adalah dia yang berkata : "Semua agama sama saja (Jangan dikira orang semacam ini tidak ada di dalam gereja)

Ketika kita bertemu dengan kalimat semacam itu, maka sebenarnya kita diperhadapkan pada persoalan tentang kebenaran. Sebab ketika dikatakan bahwa semua agama sama saja maka itu berarti manusia ingin berkata bahwa semua agama sama-sama mengandung kebenaran tentang Allah. Tetapi apakah pemikiran semacam ini masuk akal? Sebab faktanya semua agama memiliki keunikannya sendiri-sendiri atau caranya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lain. Budha tidak kenal konsep Allah yang berpribadi, bagi mereka allah adalah semacam suatu kekuatan di alam semesta. Penganut Islam mengakui Allah sebagai Oknum yang berpribadi tetapi hanya ada satu Pribadi. Sementara itu, kekristenan mengatakan bahwa Allah adalah satu esensi yang esa tapi terdiri dari tiga Pribadi yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus. Bagi penganut Islam, Tuhan Yesus bukan Allah. Tetapi bagi orang Kristen, Yesus Kristus adalah Allah. Sekarang bagaimana mungkin kita dapat berkata bahwa kesimpangsiuran semacam ini sama benarnya? 

Bukankah ketika perang Irak dan Amerika berlangsung kita menemukan bahwa Irak dan Amerika mengatakan hal-hal yang simpang siur? Irak mengatakan bahwa Amerika kalah di berbagai kota. Amerika mengatakan bahwa mereka berhasil menguasai kota-kota besar. Lalu mungkinkah kita mengatakan bahwa mereka dua-duanya pasti benar? Jelas tidak mungkin. Pasti ada satu yang benar dan ada satu yang salah. Atau bahkan mungkin saja kedua-duanya salah. Sesuatu yang jelas-jelas memiliki perbedaan yang hakiki, tidak mungkin dikatakan sama.

Tuhan Yesus juga tidak pernah mengatakan bahwa ada banyak kebenaran. Dengan tegas dan jelas Dia berkata Akulah kebenaran. Dan sama seperti yang sebelumnya, Tuhan Yesus tidak mengatakan bahwa Ia adalah satu kebenaran di antara kebenaran yang lain, melainkan satu-satunya kebenaran (bukan a truth, melainkan the truth). Kebenaran Tuhan Yesus adalah mutlak, bukan pilihan

Jika Ia katakan bahwa Ia adalah satu-satunya kebenaran, maka Ia pasti menolak yang lain sebagai kebenaran. Sebab jika tidak, maka Tuhan Yesus adalah pribadi yang patut dipertanyakan kredibilitas dan integritas-Nya, jangan-jangan Yesus penipu atau tidak waras atau plin-plan. Namun sepanjang hidup-Nya di bumi, tak seorangpun dapat membuktikan bahwa Yesus orang Nazareth itu adalah pendosa ataupun orang yang tidak waras. Sehingga tidak mungkin ada kebohongan dalam kata-kata-Nya itu. Kata-kata tersebut diucapkan-Nya dengan penuh kesadaran. 

Jika Tuhan Yesus bukan penipu dan bukan orang yang tidak waras, maka sekarang hanya tinggal satu kemungkinan yang tersisa, yaitu bahwa Ia sungguh-sungguh adalah kebenaran. Sebagai konsekuensinya, ajaran yang lain di luar ajaran Tuhan Yesus, pasti bukan kebenaran.

Sejarah agama-agama juga membuktikan bahwa di seluruh dunia ini tidak ada orang, seberapapun agungnya dia, yang berani berkata bahwa dirinya adalah kebenaran. Mungkin ada yang berani berkata bahwa ajarannya adalah benar, tetapi tidak ada yang berani mengatakan bahwa dirinya adalah kebenaran. Konfusius (Kong Hu Cu), tokoh filsafat Cina yang besar, tidak berkata bahwa dirinya adalah kebenaran. Dia justru mengaku sedang mencari kebenaran itu. Sidharta Gautama tidak pernah mengatakan bahwa dirinya adalah kebenaran. Mohammad pun tidak pernah mengatakan bahwa dirinya adalah kebenaran. Mungkin beliau mengatakan bahwa ajarannya benar, tetapi beliau tidak pernah berkata bahwa dirinya adalah kebenaran. Maria ibu Tuhan Yesus pun tidak berani berkata bahwa ia adalah kebenaran, melainkan dengan jujur ia mengakui bahwa Yesus Kristus adalah juruselamatnya. Maria sadar bahwa dirinya juga butuh diselamatkan oleh Sang Mesias, sama seperti yang lain.

Tetapi Tuhan Yesus berkata : Akulah kebenaran. Yesus Kristus menunjuk pada Pribadi-Nya sendiri. Jika Pribadi-Nya adalah kebenaran, maka sudah pasti ajarannya juga benar. Inilah keunikan Tuhan Yesus yang tidak mungkin ditemukan dalam pribadi manapun di dunia. Dan karenaTuhan  Yesus adalah kebenaran, maka kita bisa mengandalkan Dia atas segala karya-Nya, atas segala perkataan-Nya dan janji-Nya. Di seluruh dunia, kita temukan begitu banyak kebohongan, tetapi di dalam Yesus Kristus hanya ada kebenaran. Itu pengakuan-Nya sendiri.


Akulah hidup

Semua orang di dunia ini menghadapi satu prospek yang sama. Entah dia kaya ataupun miskin. Entah dia berpendidikan ataupun tidak. Entah dia seorang prajurit yang gagah perkasa ataupun seorang bocah sakit-sakitan. Mereka semua, termasuk kita, suatu saat akan mati.

Apa artinya mati? Secara fisikal, mati artinya tidak hidup. Oke, tetapi apa artinya tidak hidup? Tidak hidup berarti kita tidak bisa melakukan apa yang kita lakukan selama kita hidup. Apa yang kita lakukan selama kita hidup? Banyak sekali, kita bisa tertawa, kita bisa berbicara, berkarya, berteman, bermain, berkumpul, membaca, memasak dan banyak lagi. Nah, jika kita mati, kesempatan itu tidak akan ada lagi.

Secara spiritual, mati artinya tidak ada lagi hubungan antara manusia dengan Allah yang sejati. Ia tidak bergaul dengan Allah, tidak memperdulikan lagi kehadiran-Nya. Secara fisikal, bisa saja orang ini masih hidup, tetapi ketika seseorang tidak menjalin hubungan pribadi yang benar dengan Allah, maka menurut Alkitab orang itu sudah mati.

Ketika Tuhan Yesus mati di kayu salib, Ia sama saja dengan orang-orang lain yang mati. Tubuh-Nya terkulai dan menyangkut pada kayu salib. Tuhan Yesus tidak bisa lagi bergerak-gerak. Dia tidak bisa lagi berbicara pada Petrus, atau makan bersama murid-murid-Nya. Dia tidak bisa lagi berjalan ke sana kemari menyusuri jalanan berdebu Palestina sambil memberi pengajaran dan penghiburan. Pada saat itu, Tuhan Yesus mati lalu menetap di kuburan.

Tetapi semuanya tidak berhenti sampai di situ saja. Karena berbeda dengan orang lain yang sudah mati, Tuhan Yesus bangkit lagi dari kematian. Dia hidup dalam arti yang sebenarnya. Dia bisa bercakap-cakap lagi dengan para murid. Dia makan ikan panggang di pinggir pantai bersama mereka. Dia bisa berjalan kaki bersama dua orang murid ke arah Emaus. Dia hidup lagi.

Tuhan Yesus bangkit dan tidak pernah mati lagi. Mengapa? Karena Dia adalah hidup itu sendiri. Tuhan Yesus adalah Sang Pemberi Kehidupan. Dan kehidupan yang diberikan oleh-Nya bukanlah kehidupan sementara seperti yang kita kenal dan alami sekarang ini. Tetapi suatu kehidupan kekal, artinya kita dapat menikmati hidup untuk selama-lamanya tanpa penderitaan, tanpa air mata kesedihan.

Orang lain mungkin berkata bahwa mereka memiliki jalan. Orang lain mungkin berkata bahwa ajaran mereka mengandung kebenaran. Tetapi tidak satupun orang berani menjanjikan bahwa mereka akan memberi hidup bagi orang lain. Karena mereka semua sadar bahwa hidup mereka ini kelak tidak lagi menjadi milik mereka dan mereka tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghindari kematian itu. Jika mereka sendiri tidak memiliki hidup, bagaimana mungkin mereka dapat memberi hidup pada orang lain? Hanya Tuhan Yesus yang mampu menjanjikan kehidupan bagi orang lain, dan sekaligus mampu pula untuk menepati janji-Nya itu.

Apa gunanya seseorang berkata bahwa dirinya tahu jalan yang benar, tetapi ia sendiri mati dan tidak dapat memastikan jalan yang benar itu? Tuhan Yesus hidup sampai sekarang, sehingga Dia pasti mampu untuk membuktikan bahwa Dia-lah jalan itu, Dia-lah kebenaran itu, Dia-lah hidup itu. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku : tegas-Nya lagi.


Akhir kata

Kita  sudah mengetahui bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya jalan kepada Bapa. Maka marilah datang kepada Jalan itu. Segala usaha kita untuk mencari jalan kepada Allah pasti akan sia-sia. Allah sudah menyediakan jalan-Nya bagi kita, Tuhan Yesuslah jalan itu.

Kita sudah melihat bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya kebenaran. Sekalipun kita tidak mampu lagi mempercayai dunia ini. Sekalipun kita barangkali sudah muak dengan segala janji dan ulah para penguasa. Sekalipun kita sulit percaya pada siapapun. Tetapi marilah tengok, Tuhan Yesus adalah kebenaran. Dia mati demi menjadikan kita benar di hadapan Allah.

Tuhan Yesus sudah berkata bahwa Dia adalah hidup. Di mana lagi manusia dapat memiliki harapan selain di dalam Dia? Biarkan Dia menjadi Tuhan dan Juruselamat kita. Hanya Dia yang mampu melakukan peran itu. Sebab hanya Dia yang telah bangkit dari kematian untuk dapat memberi kita kehidupan kekal. Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita. Amin.

 


Rekomendasi Buku:
"Anda Tak Pernah Sendiri
"
Klik disini.