Friday, November 26, 2021

Mengapa manusia mempertanyakan berita kebangkitan Yesus Kristus?

 


 

Sebuah zaman dimana manusia menjadi semakin pintar

Di dalam tulisan berjudul “Menentang berita kebangkitan Yesus Kristus dari kematian” saya sudah sempat menyebutkan bagaimana sikap orang-orang di abad Pencerahan terhadap berita kebangkitan Yesus Kristus [klik disini]. Dan dalam tulisan tersebut, saya menyinggung pula pandangan seorang teolog bernama Stanley J.Grenz tentang abad Pencerahan, yaitu suatu abad di mana penolakan terhadap kebangkitan Yesus Kristus semakin meningkat.

 

Buku "The Unshakeable Truth" - Josh McDowell
Klik disini.

Seorang teolog lain bernama Alister E McGrath, di dalam bukunya berpendapat bahwa kebangkitan Yesus Kristus adalah salah satu komponen utama dari kritik abad Pencerahan terhadap kekristenan. McGrath mengatakan: The question whether Christ was indeed raised from the dead brings together the central components of the Enlightenment critique of traditional Christianity. [Alister E. McGrath, Christian Theology: An Introduction (Oxford: Blackwell Publishers, 1996), 376.] McGrath cukup memahami sejarah, karena selain dikenal sebagai teolog, dia juga adalah seorang ahli sejarah dan seorang cendekiawan, di samping pula menjabat sebagai seorang pendeta.

McGrath memakai istilah the central components of the Enlightenment critique of traditional Christianity”. Jadi agaknya ada banyak juga kritik-kritik lain bermunculan di abad Pencerahan, yang diarahkan kepada kekristenan. Tetapi pusat dari segala kritik itu rupa-rupanya terletak pada pertanyaan: Apakah Kristus sungguh-sungguh bangkit dari kematian?

 

Kepintaran manusia yang dipakai untuk menyerang Allah

Sungguh merupakan hal yang patut disayangkan bukan? Ada sebuah abad yang disebut sebagai abad Pencerahan, namun yang kita temui justru orang-orang yang hidupnya semakin jauh dari kebenaran Firman Tuhan.

Kemajuan dalam cara berpikir, di satu sisi memang telah menjadikan manusia menjadi semakin kritis di dalam mempertanyakan realita dan hal itu tidak selalu merupakan hal yang buruk. Akan tetapi di sisi lain, sikap kritis seperti itu sayangnya justru dipakai untuk menyerang Allah dan mempertanyakan Firman-Nya pula. Ini sungguh-sungguh merupakan suatu kecelakaan yang tidak seharusnya terjadi.

[Baca juga: Tema-tema penting dalam Perjanjian Baru. Klik disini]

Dapat dikatakan keberanian dalam mempertanyakan realitas seperti ini, sudah melewati batas sehingga terkesan seperti suatu kebalikan dari ide tentang pencerahan itu sendiri, di mana pencerahan itu seharusnya identik dengan terang dan kemampuan untuk melihat. Tetapi kaum yang kritis ini, dengan sikapnya tersebut, justru membuat zaman itu lebih tepat jika dinamai sebagai zaman kegelapan, yaitu zaman di mana manusia gagal mengenal Allah yang mengasihi mereka.

Mengapa bisa terjadi sikap kritis yang demikian?
Apa sumber utama dari sikap menentang yang Ilahi seperti ini?
Dan bagaimana kita sebagai orang Kristen harus menghadapi situasi ini?

 

Mengapa muncul sikap kritis yang menentang Allah itu?

Sikap penuh kritik yang mengemuka di dalam abad Pencerahan muncul karena dua faktor yang paling populer di zaman tersebut yaitu pertama, bahwa akal budi manusia dianggap memiliki kemampuan yang amat tinggi untuk mengetahui kebenaran dan kedua, bahwa suatu peristiwa harus dapat diverifikasi terlebih dahulu di dalam sejarah masa lampau sebelum peristiwa itu diterima sebagai kebenaran.

Secara sepintas, sepertinya tidak ada yang salah dengan cara pandang seperti yang disebutkan di atas. Akan tetapi jika renungkan kembali, maka kita akan menyadari bahwa dengan berbuat seperti demikian sesungguhnya manusia telah menjadikan akal budinya sendiri menjadi sama seperti allah, yaitu faktor mutlak yang menentukan mana yang merupakan kebenaran dan mana yang bukan.

Sebab, siapakah yang dapat membuktikan bahwa akal budi manusia memiliki kemampuan untuk mengetahui segala kebenaran? Bukankah ada banyak hal di dunia ini yang manusia sendiri belum dapat ketahui dan pahami?

 

Apa sumber utama dari sikap seperti ini?

Mari kita simak pendapat McGrath yang mengungkapkan karakteristik seperti apakah yang cenderung dimiliki oleh manusia abad Pencerahan, McGrath mengatakan: The characteristic Enlightenment emphasis on the omnicompetence of reason and the importance of contemporary analogs to past events led to the development of an intensely skeptical attitude toward the resurrection. [Alister E. McGrath, Christian Theology, 376]

Dari penuturan McGrath di atas, kita mendapati beberapa pokok pikiran yang menjadi sumber utama dari sikap yang terlalu berani di dalam mengkritisi Tuhan. Adapun pokok pikiran itu adalah:

  • Kemahakuasaan akal budi (peng-ilahi-an) akal budi.
  • Arti penting dari perbandingan dengan peristiwa serupa.
  • Sikap hati yang skeptis.

Tentang kemahakuasaan akal budi, hal tersebut mengingatkan kita kepada peristiwa di Taman Eden yaitu kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa.

Allah dengan jelas melarang Adam dan Hawa untuk memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, tetapi Hawa dengan mudahnya diperdayakan oleh ular untuk memakan buah tersebut.

Pertanyaanyannya adalah mengapa memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat itu menjadi sesuatu yang menarik. Apa maksud dari tindakan tersebut?

Dalam pengertian sederhana, memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat itu sama artinya dengan keinginan manusia untuk menentukan sendiri apa yang benar dan apa yang salah di dalam tindakan mereka. Manusia tidak ingin digurui oleh Allah mengenai apa yang benar dan apa yang salah, mereka ingin otonomi dan tidak ingin bergantung pada Allah.

Tindakan Hawa dan kemudian diikuti oleh Adam ini, sangat mirip dengan pola pikir orang-orang di zaman Pencerahan. Mereka ingin memutuskan sendiri, berdasarkan daya pikir mereka, apa yang benar dan apa yang salah. Daya pikir atau intelegensia menjadi faktor penentu kebenaran tersebut. Manusia tidak ingin tunduk kepada penentuan Allah, manusia tidak ingin diatur oleh Allah.

Itu sebabnya, dengan berani manusia kemudian seolah-olah mendatangi Allah dan menentang peristiwa kebangkitan, semata-mata karena peristiwa kebangkitan itu tidak cocok dengan logika manusia.

Tentang arti penting perbandingan dengan peristiwa serupa, manusia menganggap bahwa peristiwa kebangkitan Yesus Kristus itu tidak dapat diterima karena peristiwa itu tidak memiliki padanan peristiwa yang serupa di dalam sejarah. Menurut orang-orang di zaman Pencerahan, segala sesuatu baru dapat diterima sebagai kebenaran apabila hal itu dapat diperbandingkan dengan peristiwa lainnya di dalam sejarah.

Keyakinan seperti ini membuat orang-orang di zaman Pencerahan sulit diyakini bahwa sebelum peristiwa kebangkitan Yesus Kristus pun, Alkitab sebetulnya telah mencatat peristiwa-peristiwa lain di dalam Perjanjian Lama tentang kebangkitan orang mati.

Dalam peristiwa Elia, ada orang yang dibangkitkan dari kematian. Dalam peristiwa tulang-tulang Elisa juga ada catatan serupa. Lalu di Perjanjian Baru juga ada peristiwa serupa yaitu peristiwa kebangkitan Lazarus.

Semua catatan Alkitab tentang kebangkitan itu tidak digubris oleh orang-orang di abad Pencerahan karena hati mereka memang sudah memutuskan bahwa Alkitab bukanlah suatu tulisan yang berotoritas sehingga apapun yang tertulis di dalamnya layak untuk dipertanyakan, ditentang dan tidak dipercayai.

Di dalam kekerasan hatinya, mereka membuat semacam postulat bahwa segala sesuatu itu baru dapat dikatakan benar, apabila ada peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi atau ada peristiwa-peristiwa lain yang akan terulang lagi kejadiannya.

 

Bagaimana sebagai orang  Kristen harus menghadapi hal ini?

Dalam menghadapi cara berpikir dunia yang menentang Kristus, kita tidak akan menemukan solusi apapun yang lain kecuali apabila kita mengarahkan hati untuk kembali kepada Alkitab.

Sebab bagi kita orang percaya, bukan apa yang dikatakan orang yang merupakan kebenaran, tetapi apa yang dikatakan oleh Tuhan itulah yang harus kita pegang sebagai kebenaran. Orang yang sudah mengeraskan hati untuk tidak mau percaya, tidak akan mau mendengarkan penjelasan apapun yang disampaikan kepada mereka.

Dalam sebuah perumpamaan, Tuhan Yesus pernah menceritakan tentang Lazarus dan orang kaya. Setelah keduanya meninggal dunia, maka si orang kaya masuk ke neraka sedangkan Lazarus ada di pangkuan Abraham. Di dalam neraka, si orang kaya berkata kepada Abraham agar menyuruh Lazarus kembali ke dunia untuk memperingatkan sanak saudaranya akan api neraka ini, tetapi kita kemudian mendengar jawaban Abraham (yang tentunya merupakan jawaban Tuhan Yesus juga): Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati." (Lukas 16:31)

Menurut Tuhan Yesus, manusia tidak membutuhkan bukti atau penjelasan atau argumentasi yang sedemikian rumit untuk mengubah mereka dari tidak percaya menjadi percaya. Sebab segala yang disampaikan oleh kesaksian Musa sudah cukup bagi manusia jika mereka mau percaya.

Persoalan manusia bukanlah kurang informasi tentang kebangkitan Kristus dari kematian. Persoalan manusia adalah hati yang ingin memberontak dan tidak ingin diatur oleh Allah, sehingga peristiwa besar seperti apapun tidak akan mengubah hati mereka.

Mereka tidak juga akan mau diyakinkan, itulah perkataan Tuhan Yesus tentang orang-orang fasik yang hatinya telah memutuskan untuk menentang Allah. Orang yang bangkit dari antara orang matipun tidak akan cukup untuk membuktikan kekuasaan Allah.

Semoga kita yang membaca tulisan ini adalah orang-orang yang hatinya mau mendengar Firman Tuhan dan tidak sibuk mendengarkan suara-suara dari dunia ini atau suara-suara yang mengajarkan kesesatan untuk menentang Allah yang telah begitu mengasihi umat manusia. Amin (oleh: izar tirta)

 

Baca juga:
Apa peran penting para saksi mata dalam pemberitaan Injil? Klik disini.

Apa arti penting kebangkitan Yesus Kristus? Klik disini.

Saturday, November 6, 2021

Eksposisi Surat 2 Petrus 2:12-22

Eksposisi Surat 2 Petrus 2:12-22 tentang nabi-nabi dan guru-guru palsu (bagian kedua)
Dengan apakah Tuhan menyamakan para nabi palsu ini?
Seperti apakah kejahatan para nabi palsu dan para  guru palsu itu?
Apakah yang akan Tuhan lakukan terhadap para nabi dan guru palsu tersebut?
Nasib akhir seperti apakah yang sedang menantikan para nabi dan para guru palsu itu?



 


Dalam tulisan sebelumnya, yaitu 2 Petrus 2:1-11 (click di sini), kita sudah membahas tentang ciri-ciri dari para nabi palsu dan para guru palsu. Dan kita juga sudah membahas kejahatan seperti apakah yang dilakukan oleh para nabi dan para guru palsu tersebut.

Dalam tulisan ini, kita akan melihat bagaimana tanggapan Allah terhadap para nabi dan para guru palsu tersebut. Petrus sangat tegas dalam melukiskan tentang betapa rendahnya nilai diri dari para nabi dan para guru palsu yang telah begitu berani merendahkan kemuliaan Allah. Nasib akhir yang sangat menakutkan dijelaskan oleh Petrus sebagai suatu peringatan bagi siapa saja yang terlibat di dalam aktivitas para nabi dan para guru palsu tersebut.


2 Petrus 2:12 Tetapi mereka itu sama dengan hewan yang tidak berakal, sama dengan binatang yang hanya dilahirkan untuk ditangkap dan dimusnahkan. Mereka menghujat apa yang tidak mereka ketahui, sehingga oleh perbuatan mereka yang jahat mereka sendiri akan binasa seperti binatang liar,

Mereka sama dengan hewan:

Kejahatan manusia demikian hebatnya, hinga mereka disamakan dengan binatang, mengapa hal yang sedemikian ini sampai terjadi?

Hal itu terjadi justru karena manusia meninggikan diri sedemikian rupa, hingga menganggap dirinya lebih tinggi dari Allah, hingga menganngap dirinya pantas untuk menghina Allah.

Dan dari Alkitab kita belajar suatu pola yang sama bagi orang yang meninggikan diri. Yaitu Allah justru akan menjatuhkan mereka sedalam-dalamnya, sehingga bukannya manusia itu menjadi tinggi, melainkan direndahkan sedemikian rupa, hingga ke tingkat binatang.

yang tidak berakal:

Akal adalah ciptaan Tuhan, yang seharusnya dapat menolong manusia untuk berpikir, dan mengenal Allah. Tetapi manusia tidak mengenal Allah, melainkan malah menghujat-Nya. Itu sebabnya mereka seperti binatang yang tidak berakal.

Sama dengan binatang

Ungkapan ini diucapkan sampai dua kali sebagai penekanan terhadap betapa rendahnya manusia seperti itu di hadapan Allah.

Yang hanya dilahirkan untuk ditangkap dan dimusnahkan

Kerendahan mereka kini ditambah lagi dengan kualitas yang mengerikan. Kalau sebelumnya hanya disebut sebagai binatang tidak berakal, maka kini mereka disebut sebagai binatang yang tujuan satu-satunya dari keberadaan mereka adalah untuk dibinasakan.

Betapa mengerikan pernyataan seperti ini, apalagi jika diucapkan oleh Allah yang Mahapengasih, Mahapengampun. Ini memberi gambaran tentang betapa kerasnya hati manusia, betapa besarnya kejahatan manusia terhadap Allah, sehingga bahkan Allah yang Mahasabar pun harus merendahkan mereka dan bahkan membinasakan mereka.

Mereka menghujat apa yang tidak mereka ketahui:

Menghujat apa yang sudah jelas-jelas jahat saja tidak patut dilakukan, bahkan malaikat pun tidak mau melakukan hal seperti ini. Apalagi menghujat sesuatu yang belum terlalu jelas.

Dan apalagi yang mereka belum ketahui dengan jelas itu, ternyata adalah Allah yang Mahabaik dan Mahasuci. Itu sebabnya perbuatan semacam ini benar-benar merupakan perbuatan yang sangat terkutuk di hadapan hukum Ilahi.

Oleh perbuatan mereka yang jahat mereka binasa:

Tadi sudah dijelaskan tentang betapa jahatnya perbuataan manusia, kini dijelaskan pula konsekuensi dari kejahatan itu, yaitu kebinasaan.

Manusia binasa bukan karena Allah begitu kejam, manusia binasa karena perbuatan mereka yang memang jahat. Tidak sedikit orang yang memandang remeh dosa penghinaan terhadap Allah. Tulisan Petrus mengingatkan kita akan betapa besarnya konsekuensi dari kejahatan manusia itu.

Seperti binatang liar:

Binatang adalah ungkapan tentang makhluk yang lebih rendah dari manusia. Liar adalah ungkapan tentang makhluk yang tidak dimiliki oleh siapa pun. Mereka seolah bebas tidak terikat apapun atau siapapun Mereka bebas melakukan apapun yang mereka mau.

Dalam pandangan dunia yang berdosa, gaya hidup seperti ini mungkin bisa menarik. Tetapi sesungguhnya ini adalah ungkapan yang mengerikan. Karena Allah pun tidak memiliki mereka. Mereka dibiarkan melakukan apapun yang mereka suka. Dan akhir dari kebebasan liar seperti ini adalah kebinasaan.


2 Petrus 2:13 dan akan mengalami nasib yang buruk sebagai upah kejahatan mereka. Berfoya-foya pada siang hari, mereka anggap kenikmatan. Mereka adalah kotoran dan noda, yang mabuk dalam hawa nafsu mereka kalau mereka duduk makan minum bersama-sama dengan kamu.

Mengalami nasib yang buruk sebagai upah kejahatan mereka:

Rasul Petrus kembali mengingatkan akan adanya konsekuensi yang pasti bagi orang-orang yang melakukan kejahatan.

Jika dalam bagian sebelumnya sudah dijelaskan tentang adanya kebinasaan bagi orang yang menghujat Allah dan yang menghina pemerintahan-Nya. maka dalam bagian ini Petrus mengingatkan bahwa kebinasaan itu bukanlah disebabkan oleh faktor yang natural semata-mata. Melainkan secara spesifik dijelaskan bahwa ini adalah karena tindakan dan rencana serta keputusan Tuhan, yaitu penghukuman.

Seseorang bisa mati karena tidak sengaja tertusuk oleh pisau. Ini merupakan kematian yang terjadi karena sebab yang natural. Dalam arti, secara natural jika tubuh kita dihujam pisau pada bagian yang vital maka pasti akan mati. Sebab secara natural tubuh lebih lembut dibandingkan pisau yang terbuat dari besi.

Tetapi ada juga orang yang mati karena dijatuhi hukuman pancung. Dan ini dapat kita kategorikan sebagai kematian yang tidak natural. Bedanya apa dengan yang mati tidak sengaja tertusuk tadi? Bedanya adalah, orang yang mati karena dihukum pancung menerima keadaan yang lebih mengerikan, sebab jatuhnya pisau ke dalam daging itu merupakan peristiwa yang disengaja. Ada pihak lain yang dengan sengaja menjatuhkan pisau itu untuk mematikan orang yang terkena hukuman.

Orang yang menghujat Allah pasti akan binasa, karena ada Allah yang dengan sengaja menjatuhkan hukuman itu kepada penghujat tersebut.

Berfoya-foya pada siang hari

Ada yang memakai istilah "to riot in the day time", yang mengindikasikan pada gaya hidup mewah atau luxurious living. Contoh dari istilah ini muncul dalam Lukas 7:25 yang berbunyi: Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian indah dan yang hidup mewah, tempatnya di istana raja.

Namun ada pula yang memakai istilah "to revel in daytime," yang secara harafiah berarti: bersenang-senang di siang hari.

Ada kesejajaran pengertian di dalam benak orang-orang di zaman Tuhan Yesus, antara istilah "hidup mewah" dan "bersenang-senang." Yaitu hidup yang terpusat pada kegembiraan, pesta, hedonisme dan self indulgence. Hidup yang terpusat pada kesenangan daging semata-mata.

Hal ini cukup sejalan dengan ungkapan sebelumnya, yaitu bahwa mereka buta dan picik. Karena buta, mereka tidak bisa melihat Tuhan, maka yang mereka lihat adalah keindahan dunia. Karena mereka picik (short-sighted), maka mereka hanya peduli pada kesenangan di dunia ini saja. Dan tidak peduli pada kesenangan rohani yang disediakan oleh Allah. Akibatnya, mereka dengan segenap hati memusatkan perhatian pada kesenangan duniawi tadi.

Petrus menyebutkan istilah "siang hari" untuk menjelaskan adanya sifat yang berlebihan (excessive) di dalam tindakan bersenang-senang tersebut. "Bersenang-senang" saja sudah mengacu pada perbuatan kedagingan. Dan pada umumnya orang melakukan hal itu pada malam hari. Tetapi jika sampai siang hari pun mereka melakukannya dan tidak merasa malu, maka hal itu sungguh-sungguh merupakan tidak kedagingan yang sangat berlebihan atau keterlaluan.

Adalah hal yang buruk jika misalnya seseorang melakukan zinah. Tetapi akan sangat keterlaluan jika sudah berzinah, lalu merasa bangga pula. Hal seperti inilah yang mau disampaikan oleh ungkapan "berfoya-foya pada siang hari"


Mereka anggap kenikmatan:

Mereka sudah kehilangan kepekaan dalam menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Sesuatu yang sangat buruk mereka anggap sebagai hal yang menyenangkan. Dapat dipastikan bahwa sesuatu yang baik, seperti pertumbuhan rohani misalnya, akan mereka anggap sebagai hal yang sangat mengganggu dan sangat dijauhi.

Dalam Perjanjian Lama ada ungkapan: Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit. (Yesaya 5:20). Apa yang disebutkan oleh Petrus ini memiliki kemiripan dengan apa yang disebutkan oleh Yesaya.

Mereka adalah kotoran dan noda:

Kita semua pada dasarnya adalah orang berdosa yang kotor dan bernoda, tetapi Tuhan tidak menyamaratakan semua orang. Seolah-olah semua orang selalu dan senantiasa sama di mata Tuhan dalam setiap keadaan dan dalam setiap situasi.

Seolah-olah tidak ada perbedaan antara Paulus dan Yudas Iskariot, misalnya. Atau antara William Carey yang menginjili orang India dan Jack The Ripper. Sama-sama dari Inggris tetapi yang satu mengorbankan hidupnya demi melayani orang yang membutuhkan di India, sedangkan yang lain mendedikasikan dirinya untuk menjadikan orang lain sebagai korban.

Meskipun semua orang berdosa, tetapi Allah tidak mungkin gagal melihat perbedaan antara Yohanes Pembaptis dan Herodes. Atau antara Dietrich Bonhoeffer dan Adolf Hitler. Sebab di antara orang berdosa, ada pula orang-orang yang dibenarkan oleh Tuhan, dan yang nyata-nyata melakukan perbuatan kebenaran.

Pemahaman semacam ini tentu tidak berseberangan dengan gagasan anugerah. Sebab jika seseorang dapat melakukan perbuatan kebenaran pun, itu bukan tanpa anugerah Tuhan. Dan tentu saja pemahaman semacam ini juga bukan dimaksudkan untuk menjadikan kita bermegah dan merasa sombong atau lebih tinggi dari orang lain. Pemahaman semacam ini hendaknya menjadikan kita bijaksana untuk memilih perbuatan, yaitu memilih perbuatan kebenaran dan menjauhi perbuatan yang penuh kejahatan. Jadi meskipun semua orang adalah orang berdosa di hadapan Tuhan. Tetapi secara relatif ada orang-orang yang dianggap sebagai kotoran dan noda, apabila dibandingkan dengan orang lain.

Yang mabuk oleh hawa nafsu mereka:

Mabuk mengindikasikan keadaan dimana kesadaran seseorang hilang. Mabuk juga mengindikasikan bahwa orang itu tidak mampu menguasai diri lagi. Yang berkuasa atas mereka adalah hawa nafsu mereka sendiri. Dan inilah definisi dari orang yang dianggap sebagai kotoran dan noda itu.

Kalau mereka duduk makan dan minum bersama kamu:

Istilah "duduk makan bersama" mengindikasikan adanya relasi atau persekutuan atau pergaulan antara orang-orang berdosa ini dengan kita orang percaya. Dalam hidup ini kita orang percaya tidak mungkin senantiasa terhindar dari terlibat dalam pergaulan dengan orang yang dikategorikan sebagai kotoran dan noda tersebut.

Bahkan Tuhan Yesus sendiri pun tidak menghindarkan diri dari pergaulan yang demikian. Sebaliknya Tuhan Yesus dengan bebas duduk makan dan minum dengan pemungut cukai dan pelacur. Ayat semacam ini adalah dorongan untuk kita tidak melupakan orang-orang berdosa itu, orang-orang yang kotor itu. Sambil sekaligus memperingatkan kita untuk tetap waspada dan menjaga diri dari kemabukan oleh hawa nafsu, sehingga ketika kita bersama dengan mereka, maka kitapun ikut menjadi kotoran dan noda.


2 Petrus 2:14 Mata mereka penuh nafsu zinah dan mereka tidak pernah jemu berbuat dosa. Mereka memikat orang-orang yang lemah. Hati mereka telah terlatih dalam keserakahan. Mereka adalah orang-orang yang terkutuk!

Mata mereka penuh nafsu zinah:

Sekali lagi di sini Petrus menunjuk pada mata mereka. Setelah di dalam bagian sebelumnya juga ada rujukan tentang mata, yaitu bahwa mereka adalah orang yang buta dan picik (short-sighted). Dari sini kita belajar bahwa cara kita melihat mempunyai kaitan yang besar sekali dengan keadaan spiritualitas kita. Sebab apa yang seseorang lihat merupakan semacam ukuran atau indikasi dari keadaan spiritual orang itu.

Orang yang spiritualitasnya mati, maka ia buta akan kehadiran Allah. Dan ia hanya mampu melihat hal-hal yang ada di dunia ini saja. Sehingga kesenangan mereka pun hanya terbatas pada segala sesuatu yang terletak di dalam dunia yang fana ini saja. Dalam bagian ini, Petrus menambahkan satu karakter lagi dari orang yang spiritualnya mati, yaitu bahwa mata mereka penuh dengan nafsu zinah.

Jika sebelumnya kita membaca bahwa mereka mabuk oleh hawa nafsu. Maka kini kita membaca bahwa hawa nafsu yang dimaksud itu adalah hawa nafsu zinah. Istilah zinah tidak selalu mengacu pada dosa-dosa seksual, meskipun tidak salah juga untuk mengkaitkan dengan dosa seksual. Tapi istilah zinah juga berarti penyembahan berhala.

Mereka tidak pernah jemu berbuat dosa:

Tidak pernah jemu mengindikasikan suatu ketetapan hati untuk melakukan sesuatu. Ada suatu kesukaan, serta ada suatu komitmen untuk melakukan sebuah tindakan secara berulang-ulang. Dan pelakunya pun seperti sangat menikmati apa yang ia lakukan. Ia tidak merasa hal itu sebagai suatu masalah, sehingga tidak ada perasaan atau kebutuhan untuk mengubah perbuatannya.

Mereka memikat orang-orang yang lemah

Istilah Yunani yang dipakai untuk memikat adalah deleazontes (δελεάζοντες) yang berasal dari kata delear (δέλεαρ) yang berarti umpan. Ini merupakan istilah yang khas dipakai oleh seorang nelayan seperti Petrus dalam kegiatannya menangkap umpan.

Dalam ayat ini Petrus membayangkan para guru palsu itu bagaikan seorang nelayan yang memasang umpan untuk menangkap ikan. Kita tahu bahwa ikan ditangkap dengan suatu upaya, dengan suatu tujuan. Jadi bukan tanpa usaha dan tanpa tujuan para guru palsu itu mendapat pengikut.

Bagian ini selain menunjukkan sifat berbahaya dari para guru palsu itu, juga mengarahkan kita untuk memeriksa diri. Apakah kita termasuk orang yang mudah terjerat umpan? Jika ya, maka jangan-jangan kita ini masih merupakan orang yang lemah, tidak bertumbuh dan belum memiliki pengenalan yang baik pula akan Tuhan.

Hati mereka terlatih dalam keserakahan:

Ini merupakan suatu kontras dari orang percaya yang sejati. Orang percaya sejati juga didorong oleh Petrus untuk melakukan latihan rohani. Orang percaya sejati harus sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan imannya dengan berbagai kualitas rohani hingga dapat bertumbuh ke arah kasih.

Sementara orang yang dibicarakan dalam ayat ini, juga tergolong orang yang terlatih. Hanya saja mereka itu terlatih di dalam keserakahan. Dan mungkin dapat kita kontraskan pula antara kasih dan keserakahan. Dimana kasih itu cenderung memberi demi kebaikan bagi orang lain. Sedangkan keserakahan cenderung mengambil demi kebaikan diri sendiri.

Mereka adalah orang-orang yang terkutuk:

Bagi orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh, melatih diri dalam disiplin rohani, Tuhan akan menganugerahkan pengenalan akan Dia. Tetapi sebaliknya, bagi orang-orang yang terlatih dalam keserakahan, yang mereka terima dari Tuhan adalah kutukan.

Alkitab tidak selalu berkata-kata secara manis kepada manusia. Ada kalanya Alkitab menyampaikan ungkapan yang keras seperti kutukan. Hal ini ditujukan sebagai peringatan dan undangan untuk bertobat.


2 Petrus 2:15  Oleh karena mereka telah meninggalkan jalan yang benar, maka tersesatlah mereka, lalu mengikuti jalan Bileam, anak Beor, yang suka menerima upah untuk perbuatan-perbuatan yang jahat.

Karena meninggalkan jalan yang benar:

Di dalam dunia ini Tuhan bukan Pribadi yang suka membuang orang lain. Tetapi manusialah yang lebih dulu meninggalkan jalan yang benar.

Maka tersesatlah mereka:

Konsekuensinya mereka akan terhilang atau tersesat. Tidak akan menemukan jalan pulang

Mengikuti jalan Bileam yang suka menerima upah untuk perbuatan jahat:

Bileam mau mengatakan apa saja demi uang, meskipun apa yang dia katakan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Mengikuti perbuatan jahat saja sudah salah. Apalagi mengeruk keuntungan dari perbuatan tersebut.


2 Petrus 2:16  Tetapi Bileam beroleh peringatan keras untuk kejahatannya, sebab keledai beban yang bisu berbicara dengan suara manusia dan mencegah kebebalan nabi itu.

Bileam beroleh peringatan keras untuk kejahatannya

Di dalam anugerah-Nya, Allah kerap kali memberi peringatan kepada orang-orang yang melakukan kejahatan. Allah tidak membiarkan orang jahat melakukan kejahatan tanpa memberi peringatan kepada orang itu. Namun yang sering terjadi adalah, manusia mengabaikan peringatan Tuhan. Sehingga Tuhan pun pada akhirnya menghadirkan murka-Nya.

Di dalam kitab Wahyu, Tuhan terlebih dahulu menghadirkan sangkakala yang merupakan simbol dari peringatan-peringatan yang Tuhan sampaikan. Bukan hanya 1 kali Tuhan memberi peringatan, tetapi hingga 7 kali. Untuk menegaskan bahwa Tuhan tidak kurang di dalam memberi peringatan. Ketika manusia terus menerus mengabaikan peringatan dari Tuhan, maka pada akhirnya Tuhan pun menuangkan cawan murka-Nya kepada manusia. Manusia patut bersyukur apabila di dalam hidup ini boleh mendengar peringatan dari Tuhan, bahkan peringatan yang keras sekalipun. Sebab peringatan itu merupakan tanda cinta kasih Allah yang masih memberi kesempatan kepada manusia untuk bertobat.

Keledai beban yang bisu berbicara:

Di dalam Alkitab hanya dua kali dicatat adanya hewan yang berbicara. Yang pertama adalah di dalam Kejadian 3, dimana seekor ular yang dipakai oleh setan untuk memperdaya manusia. Ular adalah binatang yang paling cerdas, dipakai setan untuk membuat manusia jatuh ke dalam dosa.

Dalam kasus Bileam, yang terjadi sungguh kontras atau kebalikannya. Keledai sebagai binatang yang terkenal bodoh, dipakai Tuhan untuk membuat manusia bertobat dari dosa-dosanya. Tuhan tidak memerlukan kecerdasan siapapun untuk mengubah jiwa manusia. Tidak perlu menjadi ular yang cerdik, cukup menjadi keledai yang bodoh pun, jika Tuhan sudah ber-Firman, maka ada kuasa yang bekerja di dalam hati manusia.

Mencegah kebebalan nabi itu:

Sebetulnya kejadian ini merupakan suatu gambaran dari betapa degilnya hati manusia yang dikuasai oleh nafsu akan kekayaan. Sedemikian buta mata rohaninya. Sedemikian degil hatinya. Hingga keledai pun lebih mampu melihat. Hingga keledai pun lebih mengerti keinginan Tuhan. Dan akhirnya dipakai Tuhan untuk berbicara kepada nabi yang serakah ini. Kisah Bileam ini merupakan sebuah sindiran dari Tuhan kepada nabi yang tidak menjalankan fungsinya sebagai nabi.

Nabi seharusnya memberitakan Firman Tuhan kepada manusia. Tetapi karena nabi itu tidak mau memberitkan Firman Tuhan. Akhirnya Tuhan memakai keledai untuk menyampaikan Firman-Nya. Dengan kata lain, nabi yang tidak menyampaikan Firman Tuhan dengan setia sebagaimana Tuhan inginkan, maka nabi itu diibaratkan seperti atau bahkan lebih rendah daripada keledai.


2 Petrus 2:17  Guru-guru palsu itu adalah seperti mata air yang kering, seperti kabut yang dihalaukan taufan; bagi mereka telah tersedia tempat dalam kegelapan yang paling dahsyat.

Seperti mata air yang kering:

Mata air seharusnya menjadi sumber keluarnya air. Jika mata air menjadi kering, maka apalagi gunanya ia menjadi mata air. Mata air seharusnya merupakan sumber kesegaran. Tetapi kalau ia menjadi kering, maka ia menjadi pemberi harapan palsu. Orang datang menghampiri mata air itu, tetapi mereka tidak memperoleh apa yang mereka butuhkan. Yang mereka temukan hanyalah kekeringan.

Sama seperti garam yang tidak menjadi asin lagi. "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang” (Matius 5:13). Nabi palsu menurut Petrus adalah pemberi harapan palsu, tidak berguna sama sekali, bagi tidak berguna bagi manusia, maupun tidak berguna bagi Allah. Akhir kehidupan mereka adalah dibuang dan diinjak, yaitu suatu gambaran dari kehidupan di dalam neraka.

Seperti kabut yang dihalaukan taufan

Kabut adalah substansi yang sangat rapuh. Kabut tidak berakar dimana pun. Kabut hanya melayang-layang diudara. Kabut tidak memiliki arah dan tujuan. Jika kabut ditiup angin, maka ia akan terbang searah dengan angin tersebut. Dan karena sifatnya yang sangat rapuh dalam waktu singkat kabut itu akan terurai sehingga tidak terlihat sama sekali. Petrus mempersamakan nabi palsu itu sebagaia kabut yang dihalau taufan. Ini merupakan gambaran kehancuran yang sangat cepat. Jika ditiup angin biasa saja, kabut sudah kesulitan untuk mempertahankan bentuknya. Maka akan seperti apakah keadaan dari kabut yang ditiup oleh angin taufan? Hancur dan terhilang dalam kecepatan yang sangat tinggi.


2 Petrus 2:18  Sebab mereka mengucapkan kata-kata yang congkak dan hampa dan mempergunakan hawa nafsu cabul untuk memikat orang-orang yang baru saja melepaskan diri dari mereka yang hidup dalam kesesatan.

Mengucapkan kata-kata yang congkak dan hampa:

Para nabi mengucapkan kata-kata juga. Mereka tidak diam saja, tetapi berkata-kata. Namun perkataan mereka bukan perkataan yang diinginkan Tuhan. Istilah yang dipakai dalam bahasa Inggris adalah great swelling words of vanity, yang berarti exaggeration, unreality, boastfulness, and emptiness.

Ekspresi dari kata-kata ini sama seperti sumur yang kering dan kabut yang dihembus angin, yaituI sama-sama tidak membawa hasil apa-apa. Dalam bahasa Yunani "Great swelling words" adalah hyperogka (ὑπέρογκα,) yang mengindikasikan kata-kata yang tinggi, tetapi kosong dan tidak berarti apa-apa. Terdengar indah tetapi hanya ada kekosongan di balik kata-kata tersebut.

hawa nafsu cabul memikat orang-orang:

Meskipun kata-kata mereka terlalu tinggi, berbunga-bunga dan hampa, tetapi kata-kata mereka tersebut ternyata dapat pula memiliki daya tarik bagi orang-orang. Di balik kata-kata mereka ada semacam kuasa yang membangkitkan hawa nafsu di dalam diri manusia.

Yang baru saja melepaskan diri dari mereka yang hidup dalam kesesatan:

Orang-orang yang terjerat oleh bujuk rayu si nabi palsu mungkin saja adalah orang-orang yang sudah bertobat, ingin percaya pada Yesus Kristus. Namun mereka belum atau tidak bertumbuh di dalam kerohanian. Sehingga dengan mudah mereka terikat kembali pada umpan bujuk rayu guru-guru palsu.


2 Petrus 2:19  Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu.

Menjanjikan kemerdekaan pada orang lain:

Kemerdekaan seringkali menjadi daya tarik yang sangat besar bagi manusia. Manusia begitu merindukan kebebasan. Namun kebebasan yang mereka inginkan bukan kebebasan seperti yang dirancang oleh Allah. Tuhan Yesus sendiri sebetulnya menginginkan kita mengenal kebenaran. Sebab kebenaran itu akan memerdekakan kita. “… dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:32)

Tetapi dosa membuat manusia tidak tertarik mengenal kebenaran yang memerdekakan seperti yang ditawarkan oleh Tuhan Yesus. Manusia ingin bebas merdeka dalam hal menentukan sendiri apa yang baik dan yang jahat menurut kehendak mereka sendiri. Suatu kemerdekaan yang otonomi, kemerdekaan di luar kontrol dan kuasa Allah. Kemerdekaan semacam ini hanya akan membawa manusia kepada kehancuran. Namun di dalam dosa, manusia justru melihat hal seperti ini sebagai tawaran yang menarik. Ketika ada guru atau orang dengan suara kenabian membawa pesan kemerdekaan seperti itu, maka banyak orang yang tertarik.

Hamba kebinasaan:

Kemerdekaan yang ditawarkan oleh Tuhan Yesus adalah kemerdekaan yang membawa pada kehidupan bersama Tuhan. Kemerdekaan yang ditawarkan oleh guru dan nabi palsu, pada dasarnya adalah kemerdekaan semu yang akan membawa mereka dan para pengikutnya masuk ke dalam kebinasaan.


2 Petrus 2:20  Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula.

Mereka: yaitu mengacu pada guru-guru palsu tersebut.

oleh pengenalan mereka akan Tuhan:

Artinya, dalam tahap tertentu mereka sebenarnya sudah memiliki pengenalan akan Tuhan. Secara lahiriah, orang dapat mengenali mereka sebagai pengikut Kristus, bukan pengikut agama lain.

telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia:

Artinya, dalam tahap tertentu mereka sudah pernah berbalik dari jalan hidup yang tidak bermoral. Sudah pernah ada semacam moment pertobatan di dalam diri mereka.

tetapi terlibat lagi di dalamnya:

Terlibat kembali di dalam kecemaran dunia. Yaitu misalnya mengejar kekayaan sedemikian rupa hingga mengesampingkan kebenaran, seperti Bileam.

keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula:

Adalah lebih baik jika seseorang berbalik dari jalan yang sesat menuju jalan kebenaran. Ketimbang orang yang sebetulnya sudah ada di jalan kebenaran tetapi tidak setia di dalam mengasihi Tuhan. Melainkan justru tertarik untuk mengasihi dunia kembali. Atau memakai cara-cara dunia untuk menyelesaikan pekerjaan pelayanan bagi Tuhan. Hal ini berbahaya atau bersifat buruk, karena di mata orang lain guru palsu itu seperti sedang melayani Tuhan, atau bekerja bagi Tuhan. Padahal sebetulnya yang mereka layani adalah diri mereka sendiri, kepentingan mereka sendiri dan keuntungan mereka sendiri.

Tuhan Yesus pernah menggambarkan kondisi orang yang sudah dibebaskan dari kuasa jahat, namun tidak segera diisi dengan kuasa Ilahi, maka pada akhirnya keadaan orang itu menjadi tambah buruk. "Apabila roh jahat keluar dari manusia, ia pun mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian. Tetapi ia tidak mendapatnya. Lalu ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka pergilah ia dan mendapati rumah itu kosong, bersih tersapu dan rapi teratur. Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya dan mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari pada keadaannya semula. Demikian juga akan berlaku atas angkatan yang jahat ini." (Matius 12:43-45)

Mungkin contoh yang cukup dapat menjelaskan hal ini dapat kita lihat pada gereja-gereja yang suka memberitakan ajaran teologi kemuliaan atau juga teologi kemakmuran. Ataupun gereja-gereja dengan doktrin yang bertentangan terhadap ajaran Alkitab, sepergi gereja bidat, gereja yang lebih mengedepankan tradisi di atas Alkitab, penginjil-penginjil yang tidak memperdulikan pembinaan iman Kristen dll. Dari tampak luar, mereka semua seperti gereja pada umumnya, tetapi jika dilihat ke dalam materi pengajarannya, maka yang diajarkan sebetulnya berbeda dengan Alkitab.


2 Petrus 2:21  Karena itu bagi mereka adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran dari pada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka.

Lebih baik tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran:

Karena setidaknya aktivitas mereka tidak merusak pandangan orang lain terhadap Jalan Kebenaran itu sendiri.

mengenalnya tapi kemudian berbalik dari perintah kudus

Orang yang sudah diberi pengenalan akan Kristus tetapi berbalik dari-Nya memberi pesan kepada dunia bahwa Kristus pada dasarnya tidak terlalu menarik untuk diikuti. Di sisi lain, bagi orang itu tidak ada lagi kemuliaan lain yang pantas diberikan kepadanya. Sebab jika Kristus saja yang mahamulia sudah tidak menarik baginya, maka kemuliaan apalagikah yang dapat membuat ia tertarik? Selain kemuliaan dunia yang membawa kebinasaan itu?


2 Petrus 2:22  Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: "Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya."

Anjing kembali ke muntahnya, babi mandi kembali ke kubangannya:

Baik anjing maupun babi adalah binatang yang najis. Di dalam Alkitab, ungkapan binatang tidaklah sekedar ungkapan biasa. Ungkapan seperti itu seringkali dipakai untuk menjelaskan keadaan manusia yang tidak mengenal Allah.

Daniel 7 menjelaskan ungkapan binatang sebagai makhluk yang tidak mengenal Allah sedangkan sebagai kontrasnya, istilah manusia dipakai untuk menunjuk pada makhluk yang mengenal dan menyembah Allah. Kembalinya guru-guru palsu ke jalan kesesatan menandakan bahwa sejak semula mereka memang belum pernah lahir baru menjadi manusia-manusia yang dilahirkan oleh Roh ke dalam kerajaan Allah. Mereka tetap di dalam keadaan mereka yang seperti binatang di hadapan Allah.

Tuhan Yesus memberkati. Amin. (Oleh: izar tirta)