Wednesday, May 19, 2021

Sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat



Oleh: Izar Tirta


Versi Audio dari tulisan ini dapat didengarkan melalui link: Spotify atau Anchor


Mengapa Tuhan Yesus berkata seperti ini? Apakah seorang manusia layak diampuni semata-mata karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat? Apa yang dapat kita renungkan dari penggalan kalimat yang diucapkan oleh Tuhan Yesus dari atas kayu salib ini?

Dalam perenungan sebelumnya kita membahas tentang permohonan Tuhan Yesus kepada Bapa untuk mengampuni orang-orang berdosa. Dalam perenungan kali ini kita melihat alasan mengapa Tuhan Yesus memohon pengampunan bagi orang yang menyalibkan-Nya, yaitu sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat (Lukas 23:34).

 

Dengan berkata seperti ini kita diingatkan bahwa sebagai manusia kita memang seringkali tidak tahu apa yang kita perbuat di hadapan Tuhan. Seringkali kita berpikir terlalu tinggi tentang diri kita. Kita pikir kita ini saleh. Kita pikir kita ini baik. Kita pikir kita tidak ada masalah. Tapi kita tidak sadar betapa banyaknya dosa dan kesalahan kita di hadapan Tuhan.

 

Penilaian Tuhan Yesus kepada orang-orang disekeliling salib-Nya sungguh tepat, mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Mereka tidak tahu karena mereka itu buta. Dan kebutaan semacam inilah yang disebut dengan kebutaan rohani.

 

Banyak orang yang mata jasmaninya tidak buta. Tapi justru mata rohani merekalah yang buta. Dalam kebutaan itu manusia gagal melihat dirinya sendiri. Dan dalam kebutaan itu manusia terutama juga gagal melihat Allah Yang Mahasuci. Sekaligus dalam kebutaan itu manusia akhirnya gagal melihat uluran kasih Allah yang mahabesar.

 

Orang-orang di Golgota itu, banyak yang tidak sadar siapakah Kristus. Mereka juga tidak sadar siapakah diri mereka di hadapan Tuhan. Mereka pikir mereka baik-baik saja. Mereka pikir mereka sedang menjalankan tugas biasa. Mereka pikir, Yesus dari Nazaret, yaitu orang yang tersalib itulah yang merupakan penjahat.

 

Alkitab pernah menjelaskan tentang kebutaan rohani yang sedemikian mengerikan yang dapat terjadi di dalam diri seseorang, sehingga mereka bukan saja tidak tahu apa yang mereka perbuat, melainkan mereka merasa yakin bahwa perbuatan mereka justru adalah kebaikan.

 

Rasul Yohanes pernah menulis: Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. (Yohanes 16:2)

 

Perhatikan tulisan Yohanes di atas dan kita akan terkejut melihat sedemikian butanya manusia hingga perbuatan keji pun bisa dianggap sebagai perbuatan yang suci. Uniknya, istilah yang dipakai dalam ayat tersebut adalah “berbuat bakti bagi Allah.” Artinya, pembunuhan tersebut terjadi bukan karena persoalan ideologi politik, bukan terjadi karena alasan harta, bukan terjadi karena persaingan tempat tinggal, tapi terjadi karena ingin “berbuat bakti bagi Allah.” Inilah yang terjadi apabila sebuah agama tidak dikaitkan dengan kelahiran baru. Seperti inilah agama jika hanya dilihat sebagai kumpulan ritual, tetapi tidak pernah masuk ke dalam persekutuan pribadi dengan Allah yang penuh kasih itu.

 

Bukankah sangat tepat apabila Tuhan Yesus mengatakan bahwa orang-orang ini tidak tahu apa yang sedang mereka perbuat?

 

Jika Tuhan Yesus tidak memiliki kasih, maka tidak satupun dari kita yang luput dari neraka. Tetapi kasih itu sabar. Orang yang sabar itu bukan orang yang tidak pernah marah. Orang yang sabar juga bukan orang yang tidak pernah menegur. Orang yang sabar adalah orang yang memberi kesempatan, mau menunggu. Menunggu hingga orang yang dikasihi itu berubah.

 

Dan di dalam kesabaran-Nya Tuhan memberi kesempatan bagi orang buta itu untuk bertobat. Dalam kesabaran-Nya Tuhan bahkan mau mati ketika kita masih seteru. Rasul Paulus pernah menulis: Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! (Roma 5:10)

 

Ketika masih seteru, kita diperdamaikan oleh kematian Kristus. Artinya Tuhan sudah berbuat sesuatu untuk kita bahkan ketika kita tidak tahu apa yang kita perbuat terhadap Tuhan. Sama persis seperti orang yang menyalibkan Yesus itu.

 

Lalu jika demikian, apakah Tuhan mengampuni seseorang semata-mata karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat? Tidak.

 

Tuhan memang berbuat sesuatu, Ia telah menjadi korban. Tuhan memang berbuat sesuatu, Ia berdoa untuk pengampunan kita. Tapi penting untuk dicatat bahwa pengampunan Allah bukan datang dengan tiba-tiba kepada orang yang tidak tahu apa-apa itu. Tidak ada orang yang diampuni semata-mata karena mereka tidak tahu. Tidak ada orang yang diampuni semata-mata karena mereka buta.

 

Ketika pengampunan akan diberi, maka Allah membuka mata orang itu. Orang itu akan melihat kemuliaan Tuhan. Sehingga mereka melihat bahwa mereka telah berdosa, jauh dari kemuliaan Allah. Lalu kesadaran akan dosa itu membawa pertobatan. Dan pertobatan membawa mereka pada pengampunan. Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa pengampunan diberikan kepada orang yang tidak bertobat. Tidak pernah ada ajaran seperti itu yang kita temukan di dalam Alkitab.

 

Berita pertobatan selalu datang mendahului berita pengampunan. Bukan suatu kebetulan jika Yohanes datang lebih dulu daripada Tuhan Yesus. Dan bukan tanpa pertobatan jika kemudian Allah membatalkan rencana-Nya untuk menungangbalikkan Niniwe. Rencana semula adalah dalam 40 hari, Niniwe akan dihancurkan karena kejahatannya. Tapi Niniwe bertobat dan Yahwe pun memberi ampunan. Sekali lagi tidak pernah ada pengampunan yang diberikan kepada orang yang tidak merasa bersalah, dan tidak bertobat. Ciri awal dari orang yang mendapat anugerah adalah bahwa dia memiliki hati yang bertobat.

 

Apakah doa Tuhan Yesus akhirnya dijawab oleh Bapa? Ya. Darimana kita tahu? Orang yang disalib disebelah Tuhan kita kemudian menunjukkan tanda-tanda pertobatan. Belakangan setelah Tuhan kita wafat, kepala pasukan pun menunjukkan tanda-tanda pertobatan. Dan kitab Lukas juga menyebutkan tanda-tanda awal dari pertobatan banyak orang yang hadir di sekitar salib. Lukas menulis: Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri. (Lukas 23:48)

 

Apakah doa Tuhan Yesus itu juga berlaku bagi kita? Apakah karya Tuhan Yesus di atas salib telah melahirkan suatu pertobatan yang nyata di dalam diri kita? Dan apakah pertobatan itu pun telah membawa kita pada pengampunan yang nyata pula?

 

Apakah ada ciri yang dapat kita temukan dalam diri kita bahwa kita adalah orang yang sudah bertobat? Salah satu ciri dari orang yang sudah bertobat adalah munculnya kebencian terhadap dosa. Apakah sekarang kita menjadi orang yang membenci dosa? Ataukah dosa masih memiliki daya tarik yang besar di dalam diri kita?

 

Apakah ada tandanya bahwa kita adalah orang yang sudah diampuni? Salah satu ciri dari orang yang sudah diampuni adalah ketika orang itu pun kini dimampukan untuk mengampuni orang lain. Inikah realita yang sudah terjadi di dalam diri kita? Ataukah hal tersebut masih sebatas konsep-konsep semata saja dalam hidup kita? Kiranya Tuhan Yesus menolong kita.

 

Mari kita berdoa: Bapa terima kasih untuk Firman-Mu. Terima kasih untuk pengorbanan Anak-Mu, Yesus Kristus Tuhan kami. Kami adalah orang berdosa, musuh Allah. Tapi Kristus telah mati bagi kami ketika kami masih seteru. Dan Kristus telah berdoa bagi kami ketika kami tidak tahu apa yang kami perbuat. Kami berharap kami termasuk orang-orang yang diampuni itu. Oleh karena itu tolong agar kami sungguh2 memiliki hati yang bertobat. Hati yang mengasihi Tuhan. Mengasihi sesama. Mengampuni sesama. Dan membenci dosa. Terima kasih Bapa dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin

 

Versi Audio dari tulisan ini dapat didengarkan melalui link:
- Spotify atau
- Anchor


Baca juga:
Yesus Kristus adalah Dia yang senantiasa hadir bagimu
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan..

Tuesday, May 18, 2021

Mengapa Tuhan Yesus berdoa: "Ya Bapa ampunilah mereka ..." ?


 

Oleh: Izar Tirta

 

Ya Bapa ampunilah mereka  ...

 

Dalam perenungan sebelumnya kita sudah melihat bagaimana Tuhan Yesus mendorong kita untuk datang kepada Bapa ketika penderitaan datang. Dalam perenungan kali ini, kita akan melihat kebesaran jiwa Tuhan Yesus dalam mengampuni manusia.

 

Tuhan Yesus tidak datang kepada Bapa lalu meminta agar Bapa mengutuki orang-orang yang telah berbuat jahat kepada-Nya. Tuhan Yesus juga tidak datang kepada Bapa lalu minta agar penderitaan-Nya di atas kayu salib itu dihentikan segera. Tidak. Tuhan Yesus tidak meminta hal-hal itu kepada Bapa. Yang Tuhan kita minta adalah agar Bapa mengampuni orang yang bersalah kepada-Nya.

 

Di dalam penderitaan-Nya itu, Tuhan Yesus justru mengingat orang lain. Bukan diri-Nya sendiri. Betapa besar kasih Tuhan Yesus kepada manusia. Betapa dalam cinta kasih-Nya itu, melampaui segala pelanggaran dan kejahatan kita.

 

Apa yang Tuhan Yesus lakukan Ini dapat menjadi suatu kritik bagi kita, sebab ketika penderitaan datang, pada umum kita cenderung hanya memikirkan diri sendiri. Kita jarang memikirkan orang lain. Apalagi memikirkan orang lain yang telah membuat diri kita menderita. Pasti sulit sekali bagi kita untuk memikirkan suatu kebaikan bagi orang-orang semacam itu, bukan?

 

Mengapa Tuhan Yesus dapat memikirkan orang lain, bahkan orang lain yang membuat Dia menderita?

Karena Tuhan Yesus penuh kasih? Betul.  Tapi apa lagi? Jawabannya adalah: Karena Tuhan Yesus tahu bahwa orang-orang yang menyiksa Dia akan mengalami penderitaan jauh lebih menakutkan apabila mereka tidak bertobat.

 

Dengan berkata begini, saya tidak bermaksud mengatakan penderitaan Tuhan Yesus di atas kayu salib tidak terlalu berat. Tidak demikian. Tentu saja penderitaan Tuhan Yesus di atas kayu salib adalah penderitaan yang sangat hebat. Saya yakin, bahwa tidak banyak orang yang cukup kuat menahan penderitaan fisik sebagaimana yang dialami oleh Tuhan kita. Tetapi jangan lupa, bagaimana pun beratnya penderitaan itu, tetap masih ada batasnya, tetap masih ada akhirnya dan tetap masih ada kesudahannya.

 

Tetapi orang-orang yang menolak Kristus? Penderitaan yang akan mereka alami adalah penderitaan yang bersifat kekal. Selama-lamanya, tiada akhir, tiada pertolongan, tiada belas kasihan dan tidak ada jalan keluar. Sungguh suatu penderitaan yang begitu mengerikan secara tidak terperikan.

 

Itulah sebabnya mengapa Tuhan Yesus memohon agar Bapa berkenan menaruh belas kasihan kepada orang-orang yang berbuat jahat kepada-Nya.

 

Mengapa kita sering gagal memikirkan orang lain? Hal itu disebabkan karena kita terlalu fokus pada kesulitan kita sendiri. Kita kurang tertarik memikirkan penderitaan orang lain. Tetapi biarlah melalui teladan Kristus, kita boleh disadarkan bahwa orang lain pun punya masalah.

 

Ketika seseorang menyakiti kita, sangat mungkin hal itu dilakukan karena mereka sendiripun sebetulnya sedang hidup di dalam kepedihan. Dan kepedihan yang terbesar di dalam hidup manusia adalah tidak mengenal Allah, tidak percaya kepada Allah. Orang-orang semcam ini pada suatu saat akan masuk ke dalam penderitaan kekal yang mungkin dapat dikatakan jauh lebih mengerikan daripada salib.

 

Mengapa orang yang tidak percaya itu akan mengalami penderitaan yang lebih mengerikan? Karena penderitaan mereka tidak akan pernah berakhir. Mereka bukan saja akan tersiksa secara fisik tetap mereka juga akan ditinggalkan oleh Allah selama-lamanya.

 

Bialah Tuhan berbelas kasihan pada kita agar kita boleh memiliki kasih yang besar seperti Kristus. Kasih yang mau memperhatikan penderitaan orang lain. Kasih yang mau mengampuni kesalahan orang lain.

Kasih yang mau mendoakan orang lain.

 

Ketika Tuhan Yesus meminta Bapa mengampuni manusia. Kita disadarkan bahwa sebagai manusia kita adalah makhluk yang bersalah. Kita disadarkan bahwa hanya Bapa yang dapat memberi pengampunan.

Dan kita disadarkan pula bahwa pengampunan itu hanya dapat diberikan Bapa melalui Anak-Nya yang tersalib bagi manusia.

 

Allah begitu mengasihi dunia ini. Allah sudah memberikan jalan keluar terbaik bagi kita untuk diselamatkan. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang sahabat yang mengorbankan nyawa demi kebaikan sahabat-sahabat-Nya.

 

Biarlah kita datang kepada Yesus dan menerima pengampunan-Nya. Biarlah kita tinggalkan jalan hidup kita yang membawa kepada kebinasaan kekal ini. Yesus telah bersedia untuk mengampuni kita. Yesus telah menderita dan mati untuk kita. Yesus juga telah berdoa bagi kita agar kita beroleh pengampunan dari Allah.

 

Mari kita berdoa:

Bapa betapa kami bersyukur memiliki Juruselamat yang begitu mengasihi dan memperhatikan kebutuhan kami. Kami sendiri seringkali justru tidak sadar bahwa kami adalah orang yang bersalah di hadapan Tuhan. Kami sendiri seringkali justru tidak sadar bahwa kami membutuhkan pengampunan. Kami adalah orang buta. Degil hati. Yang hanya memperhatikan dirikami sendiri saja. Kami tidak memperhatikan apa yang Allah inginkan. Kami tidak memperhatikan ap ayang orang lain butuhkan. Ampunilah kami ya Bapa. Tolong kami untuk dapat mengasihi Kristus yang mengasihi kami. Tolong kami juga untuk dapat mengampuni orang lain yang bersalah kepada kami, seperti kami juga diampuni oleh Tuhan. Amin.


Versi Audio dari tulisan ini dapat didengakan melalui link:
Spotify dan Anchor

 

Baca Juga:

Perenungan dari Yohanes 3:16. Klik di sini

Mengapa Yesus Kristus harus menjadi seorang Manusia? Klikdi sini

Monday, May 17, 2021

Ketika Bapa yang baik mengizinkan penderitaan


Oleh; Izar Tirta

Dalam pembahasan sebelumnya kita sudah merenungkan penderitaan Kristus di atas kayu salib. Tuhan bukan saja disiksa secara fisik, melainkan juga dihina dan dijadikan sebagai bahan lelucon yang kejam oleh manusia. Dalam tulisan kali ini kita akan melihat apa reaksi Tuhan kita terhadap segala kesakitan yang dialami-Nya. Apakah Tuhan Yesus kemudian memaki-maki orang yang melakukan kekejaman pada-Nya? Apakah Tuhan Yesus mengancam para penyiksa-Nya? Ataukah Tuhan Yesus diam saja karena penderitaan yang begitu dalam dan sangat menyakitkan?


Alkitab menyaksikan kepada kita bahwa Tuhan Yesus tidak memaki-maki, pun Tuhan Yesus tidak berdiam diri seribu bahasa karena terlalu pedih, terlalu lelah dan terlalu kecewa. Sebaliknya dari mulut Tuhan Yesus keluar perkataan: Ya Bapa, ampunilah mereka. (Lukas 23:34)


Ini adalah ucapan yang sungguh-sungguh menakjubkan, bukan saja karena isinya berupa suatu pengampunan, melainkan juga karena perkataan semacam ini keluar dari mulut seseorang yang menderita secara hebat. Kalau keadaan diri kita sedang baik atau sedang mujur, jauh lebih mudah bagi kita untuk mengampuni orang lain. Tetapi kalau keadaan kita sedemikian tersiksa, jangankan mengampuni, berbicara dengan mereka pun kita segan.


Penderitaan cenderung membuat kita berpusat pada diri sendiri, mengasihani diri sendiri, sehingga kita tidak punya kekuatan untuk berpikir bagi orang lain, berbicara pada orang dan bahkan berbicara pada Allah sekalipun.

 

Ya Bapa….


Ketika penderitaan datang menimpa, tidak sedikit bahkan orang yang akhirnya menghujat Allah, meninggalkan Dia, tidak mau lagi datang kepada-Nya dan berhenti beribadah kepada-Nya? Beberapa orang bahkan memilih untuk menjadi atheis (misalnya Charles Templeton yang pernah saya singgung dalam salah satu tulisan saya). Mengapa hal seperti itu bisa terjadi?


Penghujatan dan atheisme tidak ayal lagi disebabkan karena kita manusia kurang memiliki pengenalan akan Allah yang sejati. Manusia membangun sendiri konsep tentang Allah tanpa melihat apa yang Tuhan sendiri katakan tentang diri-Nya melalui Alkitab.


Manusia sering terjebak di dalam pertanyaan: Jika Allah itu mahabaik, mengapa ada penderitaan di dunia? Apakah Dia mahabaik namun tidak mahakuasa? Ataukah Dia mahakuasa namun tidak mahabaik? Ini adalah pertanyaan klasik yang merupakan gejala paling nyata bahwa kita belum mengenal Dia yang diberitakan oleh Alkitab.


Menurut hikmat manusia, jika Allah itu baik maka di dalam kebaikan-Nya itu Ia tidak mungkin mengizinkan penderitaan macam apapun datang kepada manusia. Manusia adalah ciptaan yang istimewa, lebih mulia dari ciptaan yang lain sehingga Allah akan melakukan apapun untuk melindunginya. Secara sepintas, seperti tidak ada yang salah dari kalimat-kalimat tersebut, bukan? Tapi itu adalah hikmat manusia semata-mata, sekalipun manis didengar dan terasa masuk akal, tetapi bukan itu yang diajarkan oleh Alkitab.


Menurut hikmat Allah, Allah itu baik dan di dalam kebaikan-Nya itu Ia dapat mengizinkan penderitaan datang menimpa manusia. Bahkan sejak awal penciptaan pun, Alkitab sudah mengajarkan bahwa Allah berkuasa atas terang maupun atas kegelapan, atas daratan yang kokoh maupun atas lautan yang bergelora. Bahkan kepada manusia pun, Tuhan sudah memberi dua kemungkinan, jika taat akan tetap hidup bersama Allah di dalam Firdaus, jika tidak taat maka akan mati. Potensi penderitaan bahkan kematian  semacam ini sudah diperingatkan sejak awal sekali.


Manusia bukan diberi Fidaus saja, tapi diberi kemungkinan untuk diusir. Manusia bukan hanya diberi hidup, tetapi juga diberi kemungkinan untuk mati. Dan untuk kesemuanya itu, manusia bukan tidak diperingatkan, tetapi manusia memilih untuk tetap melanggar ketetapan Tuhan. Oleh karena itu, jika sekarang di dunia ini ada penderitaan, maka patutkah manusia merasa heran atau bahkan mempersalahkan Allah?


Kitab Ayub adalah contoh lain yang mengajarkan bahwa Allah dapat mengizinkan kesulitan dan penderitaan datang menghampiri manusia. Meskipun kita membaca ada iblis di dalam kisah itu, tetapi jangan lupa bahwa iblis pun tidak dapat bertindak apa-apa jika bukan Allah sendiri yang memberi izin?


Bahkan orang Kristenpun kadang berpikir bahwa segala yang baik datang dari Allah tetapi segala yang buruk datang dari iblis. Seolah-olah iblis adalah lawan tanding yang sepadan dengan Tuhan. Pikiran semacam itu dimiliki oleh istri Ayub, tetapi kemudian sudah dikoreksi oleh Ayub sendiri ketika ia berkata: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?"(Ayub 2:10).


Apa arti perkataan Ayub yang dapat kita pelajari? Dari Ayub kita belajar bahwa sebagai orang Kristen kita harus dapat menerima keputusan Allah entahkah itu membawa dampak baik bagi kita, ataukah meembawa dampak yang sangat tidak menyenangkan bagi kita. Dan bahwa segala sesuatu yang terjadi di atas dunia inu, entah kelihatannya baik entah kelihatannya buruk, semua itu tidak mungkin terjadi di luar kedaulatan Allah. Entah orang Kasdimm entah orang Mesirm bahkan entah iblis sekalipun tidak mungkin dapat berbuat apapun tanpa seizin dan sepenentuan dari Allah.


Apakah cara berpikir seperti Ayub ini merupakan kesalahan? Sama sekali tidak. Bahkan Alkitab sendiri memberi penilaian terhadap perkataan Ayub tersebut, yaitu: “Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.”


Apa yang dikatakan Ayub adalah kebenaran. Kita orang Kristenlah yang sering mengacuhkan prinsip ini karena serasa kurang enak didengar, kurang sesuai dengan logika, terlalu keras sehingga sangat tidak populer di mata dunia.


Jika demikian, lalu apakah yang Alkitab ingin sampaikan kepada kita melalui kenyataan bahwa Allah dapat mengizinkan penderitaan datang kepada manusia? Alkitab mengajarkan pada kita bahwa di dalam penderitaan, kita justru harus datang dan berurusan dengan Allah, bukan dengan orang lain, bukan dengan iblis, bahkan bukan dengan penderitaan itu sendiri.


Penderitaan itu harus membawa kita berhadapan langsung dengan Pribadi Tuhan. Ayub melakukan hal itu. Dan kini Sang Anak Allah yang menderita itupun melakukannya.


Apa yang kita lakukan ketika penderitaan datang meenghampiri? Marah pada orang lain? Marah pada Tuhan? Menyalahkan keadaan? Mencari penjelasan? Alkitab mengajarkan bahwa hal pertama yang harus kita lakukan adalah datang menemui Tuhan secara Pribadi dan berseru: Ya Bapa…


Dengan memanggil Sang Bapa, Tuhan Yesus ingin kita juga belajar bahwa di dalam penderitaan sehebat apapun, janganlah menjauh dari Bapa, melainkan teruslah datang kepada-Nya. Tuhan Yesus sadar betul bahwa semua penderitaan ini adalah kehendak Bapa bagi-Nya, bukan sesuatu yang terjadi karena kebetulan, bukan terjadi karena sebuah kesialan yang tak terduga.

Kiranya Tuhan menolong kita untuk berani senantiasa datang kepada-Nya dalam situasi apapun. Amin.


Versi Audio dari tulisan ini dapat didengarkan melalui Spotify maupun Anchor:

Baca juga:
Ada 8 alasan mengapa Yesus Kristus menjadi Manusia? Klik disini
Penemuan Kubur Yesus Kristus. Klik disini
Apa yang dapat kita pelajari dari Surat 2 Petrus? Klik disini
Apa maksud dari bersaksi di dalam kuasa Roh Kudus? Klik disini