Eksposisi Surat 2 Petrus
2:12-22 tentang nabi-nabi dan guru-guru palsu (bagian kedua)
Dengan apakah Tuhan
menyamakan para nabi palsu ini?
Seperti apakah kejahatan
para nabi palsu dan para guru palsu itu?
Apakah yang akan Tuhan
lakukan terhadap para nabi dan guru palsu tersebut?
Nasib akhir seperti
apakah yang sedang menantikan para nabi dan para guru palsu itu?
Dalam
tulisan sebelumnya, yaitu 2 Petrus 2:1-11
(click di sini), kita sudah membahas tentang ciri-ciri dari para nabi palsu dan
para guru palsu. Dan kita juga sudah membahas kejahatan seperti apakah yang
dilakukan oleh para nabi dan para guru palsu tersebut.
Dalam
tulisan ini, kita akan melihat bagaimana tanggapan Allah terhadap para nabi dan
para guru palsu tersebut. Petrus sangat tegas dalam melukiskan tentang betapa
rendahnya nilai diri dari para nabi dan para guru palsu yang telah begitu
berani merendahkan kemuliaan Allah. Nasib akhir yang sangat menakutkan
dijelaskan oleh Petrus sebagai suatu peringatan bagi siapa saja yang terlibat
di dalam aktivitas para nabi dan para guru palsu tersebut.
2
Petrus 2:12 Tetapi mereka itu sama dengan hewan yang tidak berakal, sama dengan
binatang yang hanya dilahirkan untuk ditangkap dan dimusnahkan. Mereka
menghujat apa yang tidak mereka ketahui, sehingga oleh perbuatan mereka yang
jahat mereka sendiri akan binasa seperti binatang liar,
Mereka
sama dengan hewan:
Kejahatan manusia demikian hebatnya, hinga
mereka disamakan dengan binatang, mengapa hal yang sedemikian ini sampai
terjadi?
Hal itu terjadi justru karena manusia
meninggikan diri sedemikian rupa, hingga menganggap dirinya lebih tinggi dari
Allah, hingga menganngap dirinya pantas untuk menghina Allah.
Dan dari Alkitab kita belajar suatu
pola yang sama bagi orang yang meninggikan diri. Yaitu Allah justru akan menjatuhkan
mereka sedalam-dalamnya, sehingga bukannya manusia itu menjadi tinggi,
melainkan direndahkan sedemikian rupa, hingga ke tingkat binatang.
yang
tidak berakal:
Akal adalah ciptaan Tuhan, yang
seharusnya dapat menolong manusia untuk berpikir, dan mengenal Allah. Tetapi
manusia tidak mengenal Allah, melainkan malah menghujat-Nya. Itu sebabnya
mereka seperti binatang yang tidak berakal.
Sama
dengan binatang
Ungkapan ini diucapkan sampai dua kali
sebagai penekanan terhadap betapa rendahnya manusia seperti itu di hadapan
Allah.
Yang
hanya dilahirkan untuk ditangkap dan dimusnahkan
Kerendahan mereka kini ditambah lagi
dengan kualitas yang mengerikan. Kalau sebelumnya hanya disebut sebagai
binatang tidak berakal, maka kini mereka disebut sebagai binatang yang tujuan
satu-satunya dari keberadaan mereka adalah untuk dibinasakan.
Betapa mengerikan pernyataan seperti
ini, apalagi jika diucapkan oleh Allah yang Mahapengasih, Mahapengampun. Ini
memberi gambaran tentang betapa kerasnya hati manusia, betapa besarnya
kejahatan manusia terhadap Allah, sehingga bahkan Allah yang Mahasabar pun
harus merendahkan mereka dan bahkan membinasakan mereka.
Mereka
menghujat apa yang tidak mereka ketahui:
Menghujat apa yang sudah jelas-jelas jahat
saja tidak patut dilakukan, bahkan malaikat pun tidak mau melakukan hal seperti
ini. Apalagi menghujat sesuatu yang belum terlalu jelas.
Dan apalagi yang mereka belum ketahui
dengan jelas itu, ternyata adalah Allah yang Mahabaik dan Mahasuci. Itu
sebabnya perbuatan semacam ini benar-benar merupakan perbuatan yang sangat
terkutuk di hadapan hukum Ilahi.
Oleh
perbuatan mereka yang jahat mereka binasa:
Tadi sudah dijelaskan tentang betapa
jahatnya perbuataan manusia, kini dijelaskan pula konsekuensi dari kejahatan
itu, yaitu kebinasaan.
Manusia binasa bukan karena Allah
begitu kejam, manusia binasa karena perbuatan mereka yang memang jahat. Tidak
sedikit orang yang memandang remeh dosa penghinaan terhadap Allah. Tulisan
Petrus mengingatkan kita akan betapa besarnya konsekuensi dari kejahatan
manusia itu.
Seperti
binatang liar:
Binatang adalah ungkapan tentang
makhluk yang lebih rendah dari manusia. Liar adalah ungkapan tentang makhluk
yang tidak dimiliki oleh siapa pun. Mereka seolah bebas tidak terikat apapun
atau siapapun Mereka bebas melakukan apapun yang mereka mau.
Dalam pandangan dunia yang berdosa,
gaya hidup seperti ini mungkin bisa menarik. Tetapi sesungguhnya ini adalah
ungkapan yang mengerikan. Karena Allah pun tidak memiliki mereka. Mereka
dibiarkan melakukan apapun yang mereka suka. Dan akhir dari kebebasan liar
seperti ini adalah kebinasaan.
2
Petrus 2:13 dan akan mengalami nasib yang buruk sebagai upah kejahatan mereka.
Berfoya-foya pada siang hari, mereka anggap kenikmatan. Mereka adalah kotoran
dan noda, yang mabuk dalam hawa nafsu mereka kalau mereka duduk makan minum
bersama-sama dengan kamu.
Mengalami
nasib yang buruk sebagai upah kejahatan mereka:
Rasul Petrus kembali mengingatkan akan
adanya konsekuensi yang pasti bagi orang-orang yang melakukan kejahatan.
Jika dalam bagian sebelumnya sudah
dijelaskan tentang adanya kebinasaan bagi orang yang menghujat Allah dan yang
menghina pemerintahan-Nya. maka dalam bagian ini Petrus mengingatkan bahwa
kebinasaan itu bukanlah disebabkan oleh faktor yang natural semata-mata. Melainkan
secara spesifik dijelaskan bahwa ini adalah karena tindakan dan rencana serta
keputusan Tuhan, yaitu penghukuman.
Seseorang bisa mati karena tidak
sengaja tertusuk oleh pisau. Ini merupakan kematian yang terjadi karena sebab
yang natural. Dalam arti, secara natural jika tubuh kita dihujam pisau pada
bagian yang vital maka pasti akan mati. Sebab secara natural tubuh lebih lembut
dibandingkan pisau yang terbuat dari besi.
Tetapi ada juga orang yang mati karena
dijatuhi hukuman pancung. Dan ini dapat kita kategorikan sebagai kematian yang
tidak natural. Bedanya apa dengan yang mati tidak sengaja tertusuk tadi? Bedanya
adalah, orang yang mati karena dihukum pancung menerima keadaan yang lebih
mengerikan, sebab jatuhnya pisau ke dalam daging itu merupakan peristiwa yang
disengaja. Ada pihak lain yang dengan sengaja menjatuhkan pisau itu untuk
mematikan orang yang terkena hukuman.
Orang yang menghujat Allah pasti akan
binasa, karena ada Allah yang dengan sengaja menjatuhkan hukuman itu kepada
penghujat tersebut.
Berfoya-foya
pada siang hari
Ada yang memakai istilah "to
riot in the day time", yang
mengindikasikan pada gaya hidup mewah atau luxurious living. Contoh dari istilah ini muncul dalam Lukas 7:25
yang berbunyi: Atau
untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang
berpakaian indah dan yang hidup mewah,
tempatnya di istana raja.
Namun ada pula yang memakai istilah
"to revel in daytime," yang
secara harafiah berarti: bersenang-senang di siang hari.
Ada kesejajaran pengertian di dalam
benak orang-orang di zaman Tuhan Yesus, antara istilah "hidup mewah"
dan "bersenang-senang." Yaitu hidup yang terpusat pada kegembiraan,
pesta, hedonisme dan self indulgence. Hidup yang terpusat pada kesenangan
daging semata-mata.
Hal ini cukup sejalan dengan ungkapan
sebelumnya, yaitu bahwa mereka buta dan picik. Karena buta, mereka tidak bisa
melihat Tuhan, maka yang mereka lihat adalah keindahan dunia. Karena mereka
picik (short-sighted), maka mereka
hanya peduli pada kesenangan di dunia ini saja. Dan tidak peduli pada
kesenangan rohani yang disediakan oleh Allah. Akibatnya, mereka dengan segenap
hati memusatkan perhatian pada kesenangan duniawi tadi.
Petrus menyebutkan istilah "siang
hari" untuk menjelaskan adanya sifat yang berlebihan (excessive) di dalam tindakan bersenang-senang tersebut. "Bersenang-senang"
saja sudah mengacu pada perbuatan kedagingan. Dan pada umumnya orang melakukan
hal itu pada malam hari. Tetapi jika sampai siang hari pun mereka melakukannya
dan tidak merasa malu, maka hal itu sungguh-sungguh merupakan tidak kedagingan
yang sangat berlebihan atau keterlaluan.
Adalah hal yang buruk jika misalnya
seseorang melakukan zinah. Tetapi akan sangat keterlaluan jika sudah berzinah,
lalu merasa bangga pula. Hal seperti inilah yang mau disampaikan oleh ungkapan
"berfoya-foya pada siang hari"
Mereka
anggap kenikmatan:
Mereka sudah kehilangan kepekaan dalam
menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Sesuatu yang sangat buruk mereka
anggap sebagai hal yang menyenangkan. Dapat dipastikan bahwa sesuatu yang baik,
seperti pertumbuhan rohani misalnya, akan mereka anggap sebagai hal yang sangat
mengganggu dan sangat dijauhi.
Dalam Perjanjian Lama ada ungkapan: Celakalah
mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang
mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah
pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit. (Yesaya 5:20). Apa yang disebutkan oleh Petrus ini memiliki
kemiripan dengan apa yang disebutkan oleh Yesaya.
Mereka
adalah kotoran dan noda:
Kita semua pada dasarnya adalah orang
berdosa yang kotor dan bernoda, tetapi Tuhan tidak menyamaratakan semua orang. Seolah-olah
semua orang selalu dan senantiasa sama di mata Tuhan dalam setiap keadaan dan
dalam setiap situasi.
Seolah-olah tidak ada perbedaan antara
Paulus dan Yudas Iskariot, misalnya. Atau antara William Carey yang menginjili
orang India dan Jack The Ripper.
Sama-sama dari Inggris tetapi yang satu mengorbankan hidupnya demi melayani
orang yang membutuhkan di India, sedangkan yang lain mendedikasikan dirinya
untuk menjadikan orang lain sebagai korban.
Meskipun semua orang berdosa, tetapi
Allah tidak mungkin gagal melihat perbedaan antara Yohanes Pembaptis dan
Herodes. Atau antara Dietrich Bonhoeffer dan Adolf Hitler. Sebab di antara
orang berdosa, ada pula orang-orang yang dibenarkan oleh Tuhan, dan yang
nyata-nyata melakukan perbuatan kebenaran.
Pemahaman semacam ini tentu tidak
berseberangan dengan gagasan anugerah. Sebab jika seseorang dapat melakukan
perbuatan kebenaran pun, itu bukan tanpa anugerah Tuhan. Dan tentu saja
pemahaman semacam ini juga bukan dimaksudkan untuk menjadikan kita bermegah dan
merasa sombong atau lebih tinggi dari orang lain. Pemahaman semacam ini
hendaknya menjadikan kita bijaksana untuk memilih perbuatan, yaitu memilih
perbuatan kebenaran dan menjauhi perbuatan yang penuh kejahatan. Jadi meskipun
semua orang adalah orang berdosa di hadapan Tuhan. Tetapi secara relatif ada
orang-orang yang dianggap sebagai kotoran dan noda, apabila dibandingkan dengan
orang lain.
Yang
mabuk oleh hawa nafsu mereka:
Mabuk mengindikasikan keadaan dimana
kesadaran seseorang hilang. Mabuk juga mengindikasikan bahwa orang itu tidak
mampu menguasai diri lagi. Yang berkuasa atas mereka adalah hawa nafsu mereka
sendiri. Dan inilah definisi dari orang yang dianggap sebagai kotoran dan noda
itu.
Kalau
mereka duduk makan dan minum bersama kamu:
Istilah "duduk makan
bersama" mengindikasikan adanya relasi atau persekutuan atau pergaulan
antara orang-orang berdosa ini dengan kita orang percaya. Dalam hidup ini kita
orang percaya tidak mungkin senantiasa terhindar dari terlibat dalam pergaulan
dengan orang yang dikategorikan sebagai kotoran dan noda tersebut.
Bahkan Tuhan Yesus sendiri pun tidak
menghindarkan diri dari pergaulan yang demikian. Sebaliknya Tuhan Yesus dengan
bebas duduk makan dan minum dengan pemungut cukai dan pelacur. Ayat semacam ini
adalah dorongan untuk kita tidak melupakan orang-orang berdosa itu, orang-orang
yang kotor itu. Sambil sekaligus memperingatkan kita untuk tetap waspada dan
menjaga diri dari kemabukan oleh hawa nafsu, sehingga ketika kita bersama
dengan mereka, maka kitapun ikut menjadi kotoran dan noda.
2
Petrus 2:14 Mata mereka penuh nafsu zinah dan mereka tidak pernah jemu berbuat
dosa. Mereka memikat orang-orang yang lemah. Hati mereka telah terlatih dalam
keserakahan. Mereka adalah orang-orang yang terkutuk!
Mata
mereka penuh nafsu zinah:
Sekali lagi di sini Petrus menunjuk
pada mata mereka. Setelah di dalam bagian sebelumnya juga ada rujukan tentang
mata, yaitu bahwa mereka adalah orang yang buta dan picik (short-sighted).
Dari sini kita belajar bahwa cara kita melihat mempunyai kaitan yang besar
sekali dengan keadaan spiritualitas kita. Sebab apa yang seseorang lihat
merupakan semacam ukuran atau indikasi dari keadaan spiritual orang itu.
Orang yang spiritualitasnya mati, maka
ia buta akan kehadiran Allah. Dan ia hanya mampu melihat hal-hal yang ada di
dunia ini saja. Sehingga kesenangan mereka pun hanya terbatas pada segala
sesuatu yang terletak di dalam dunia yang fana ini saja. Dalam bagian ini,
Petrus menambahkan satu karakter lagi dari orang yang spiritualnya mati, yaitu
bahwa mata mereka penuh dengan nafsu zinah.
Jika sebelumnya kita membaca bahwa
mereka mabuk oleh hawa nafsu. Maka kini kita membaca bahwa hawa nafsu yang
dimaksud itu adalah hawa nafsu zinah. Istilah zinah tidak selalu mengacu pada
dosa-dosa seksual, meskipun tidak salah juga untuk mengkaitkan dengan dosa
seksual. Tapi istilah zinah juga berarti penyembahan berhala.
Mereka
tidak pernah jemu berbuat dosa:
Tidak pernah jemu mengindikasikan
suatu ketetapan hati untuk melakukan sesuatu. Ada suatu kesukaan, serta ada suatu
komitmen untuk melakukan sebuah tindakan secara berulang-ulang. Dan pelakunya pun
seperti sangat menikmati apa yang ia lakukan. Ia tidak merasa hal itu sebagai
suatu masalah, sehingga tidak ada perasaan atau kebutuhan untuk mengubah
perbuatannya.
Mereka
memikat orang-orang yang lemah
Istilah Yunani yang dipakai untuk
memikat adalah deleazontes (δελεάζοντες) yang berasal
dari kata delear
(δέλεαρ) yang berarti umpan. Ini merupakan istilah yang khas dipakai oleh
seorang nelayan seperti Petrus dalam kegiatannya menangkap umpan.
Dalam ayat ini Petrus membayangkan
para guru palsu itu bagaikan seorang nelayan yang memasang umpan untuk
menangkap ikan. Kita tahu bahwa ikan ditangkap dengan suatu upaya, dengan suatu
tujuan. Jadi bukan tanpa usaha dan tanpa tujuan para guru palsu itu mendapat
pengikut.
Bagian ini selain menunjukkan sifat
berbahaya dari para guru palsu itu, juga mengarahkan kita untuk memeriksa diri.
Apakah kita termasuk orang yang mudah terjerat umpan? Jika ya, maka jangan-jangan
kita ini masih merupakan orang yang lemah, tidak bertumbuh dan belum memiliki
pengenalan yang baik pula akan Tuhan.
Hati
mereka terlatih dalam keserakahan:
Ini merupakan suatu kontras dari orang
percaya yang sejati. Orang percaya sejati juga didorong oleh Petrus untuk
melakukan latihan rohani. Orang percaya sejati harus sungguh-sungguh berusaha
untuk menambahkan imannya dengan berbagai kualitas rohani hingga dapat
bertumbuh ke arah kasih.
Sementara orang yang dibicarakan dalam
ayat ini, juga tergolong orang yang terlatih. Hanya saja mereka itu terlatih di
dalam keserakahan. Dan mungkin dapat kita kontraskan pula antara kasih dan
keserakahan. Dimana kasih itu cenderung memberi demi kebaikan bagi orang lain. Sedangkan
keserakahan cenderung mengambil demi kebaikan diri sendiri.
Mereka
adalah orang-orang yang terkutuk:
Bagi orang-orang yang berusaha dengan
sungguh-sungguh, melatih diri dalam disiplin rohani, Tuhan akan menganugerahkan
pengenalan akan Dia. Tetapi sebaliknya, bagi orang-orang yang terlatih dalam
keserakahan, yang mereka terima dari Tuhan adalah kutukan.
Alkitab tidak selalu berkata-kata
secara manis kepada manusia. Ada kalanya Alkitab menyampaikan ungkapan yang
keras seperti kutukan. Hal ini ditujukan sebagai peringatan dan undangan untuk
bertobat.
2
Petrus 2:15 Oleh karena mereka telah
meninggalkan jalan yang benar, maka tersesatlah mereka, lalu mengikuti jalan
Bileam, anak Beor, yang suka menerima upah untuk perbuatan-perbuatan yang
jahat.
Karena
meninggalkan jalan yang benar:
Di dalam dunia ini Tuhan bukan Pribadi
yang suka membuang orang lain. Tetapi manusialah yang lebih dulu meninggalkan
jalan yang benar.
Maka
tersesatlah mereka:
Konsekuensinya mereka akan terhilang
atau tersesat. Tidak akan menemukan jalan pulang
Mengikuti
jalan Bileam yang suka menerima upah untuk perbuatan jahat:
Bileam mau mengatakan apa saja demi
uang, meskipun apa yang dia katakan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Mengikuti
perbuatan jahat saja sudah salah. Apalagi mengeruk keuntungan dari perbuatan
tersebut.
2
Petrus 2:16 Tetapi Bileam beroleh
peringatan keras untuk kejahatannya, sebab keledai beban yang bisu berbicara
dengan suara manusia dan mencegah kebebalan nabi itu.
Bileam
beroleh peringatan keras untuk kejahatannya
Di dalam anugerah-Nya, Allah kerap
kali memberi peringatan kepada orang-orang yang melakukan kejahatan. Allah
tidak membiarkan orang jahat melakukan kejahatan tanpa memberi peringatan
kepada orang itu. Namun yang sering terjadi adalah, manusia mengabaikan
peringatan Tuhan. Sehingga Tuhan pun pada akhirnya menghadirkan murka-Nya.
Di dalam kitab Wahyu, Tuhan terlebih
dahulu menghadirkan sangkakala yang merupakan simbol dari peringatan-peringatan
yang Tuhan sampaikan. Bukan hanya 1 kali Tuhan memberi peringatan, tetapi hingga
7 kali. Untuk menegaskan bahwa Tuhan tidak kurang di dalam memberi peringatan. Ketika
manusia terus menerus mengabaikan peringatan dari Tuhan, maka pada akhirnya
Tuhan pun menuangkan cawan murka-Nya kepada manusia. Manusia patut bersyukur
apabila di dalam hidup ini boleh mendengar peringatan dari Tuhan, bahkan
peringatan yang keras sekalipun. Sebab peringatan itu merupakan tanda cinta
kasih Allah yang masih memberi kesempatan kepada manusia untuk bertobat.
Keledai
beban yang bisu berbicara:
Di dalam Alkitab hanya dua kali
dicatat adanya hewan yang berbicara. Yang pertama adalah di dalam Kejadian 3,
dimana seekor ular yang dipakai oleh setan untuk memperdaya manusia. Ular
adalah binatang yang paling cerdas, dipakai setan untuk membuat manusia jatuh
ke dalam dosa.
Dalam kasus Bileam, yang terjadi
sungguh kontras atau kebalikannya. Keledai sebagai binatang yang terkenal
bodoh, dipakai Tuhan untuk membuat manusia bertobat dari dosa-dosanya. Tuhan
tidak memerlukan kecerdasan siapapun untuk mengubah jiwa manusia. Tidak perlu
menjadi ular yang cerdik, cukup menjadi keledai yang bodoh pun, jika Tuhan
sudah ber-Firman, maka ada kuasa yang bekerja di dalam hati manusia.
Mencegah
kebebalan nabi itu:
Sebetulnya kejadian ini merupakan
suatu gambaran dari betapa degilnya hati manusia yang dikuasai oleh nafsu akan
kekayaan. Sedemikian buta mata rohaninya. Sedemikian degil hatinya. Hingga
keledai pun lebih mampu melihat. Hingga keledai pun lebih mengerti keinginan
Tuhan. Dan akhirnya dipakai Tuhan untuk berbicara kepada nabi yang serakah ini.
Kisah Bileam ini merupakan sebuah sindiran dari Tuhan kepada nabi yang tidak
menjalankan fungsinya sebagai nabi.
Nabi seharusnya memberitakan Firman
Tuhan kepada manusia. Tetapi karena nabi itu tidak mau memberitkan Firman
Tuhan. Akhirnya Tuhan memakai keledai untuk menyampaikan Firman-Nya. Dengan
kata lain, nabi yang tidak menyampaikan Firman Tuhan dengan setia sebagaimana
Tuhan inginkan, maka nabi itu diibaratkan seperti atau bahkan lebih rendah
daripada keledai.
2
Petrus 2:17 Guru-guru palsu itu adalah
seperti mata air yang kering, seperti kabut yang dihalaukan taufan; bagi mereka
telah tersedia tempat dalam kegelapan yang paling dahsyat.
Seperti
mata air yang kering:
Mata air seharusnya menjadi sumber
keluarnya air. Jika mata air menjadi kering, maka apalagi gunanya ia menjadi
mata air. Mata air seharusnya merupakan sumber kesegaran. Tetapi kalau ia
menjadi kering, maka ia menjadi pemberi harapan palsu. Orang datang menghampiri
mata air itu, tetapi mereka tidak memperoleh apa yang mereka butuhkan. Yang
mereka temukan hanyalah kekeringan.
Sama seperti garam yang tidak menjadi
asin lagi. "Kamu adalah garam dunia. Jika
garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya
selain dibuang dan diinjak orang” (Matius 5:13).
Nabi palsu menurut Petrus adalah pemberi harapan palsu, tidak
berguna sama sekali, bagi tidak berguna bagi manusia, maupun tidak berguna bagi
Allah. Akhir kehidupan mereka adalah dibuang dan diinjak, yaitu suatu gambaran
dari kehidupan di dalam neraka.
Seperti
kabut yang dihalaukan taufan
Kabut adalah substansi yang sangat
rapuh. Kabut tidak berakar dimana pun. Kabut hanya melayang-layang diudara. Kabut
tidak memiliki arah dan tujuan. Jika kabut ditiup angin, maka ia akan terbang
searah dengan angin tersebut. Dan karena sifatnya yang sangat rapuh dalam waktu
singkat kabut itu akan terurai sehingga tidak terlihat sama sekali. Petrus
mempersamakan nabi palsu itu sebagaia kabut yang dihalau taufan. Ini merupakan
gambaran kehancuran yang sangat cepat. Jika ditiup angin biasa saja, kabut
sudah kesulitan untuk mempertahankan bentuknya. Maka akan seperti apakah
keadaan dari kabut yang ditiup oleh angin taufan? Hancur dan terhilang dalam
kecepatan yang sangat tinggi.
2
Petrus 2:18 Sebab mereka mengucapkan
kata-kata yang congkak dan hampa dan mempergunakan hawa nafsu cabul untuk
memikat orang-orang yang baru saja melepaskan diri dari mereka yang hidup dalam
kesesatan.
Mengucapkan
kata-kata yang congkak dan hampa:
Para nabi mengucapkan kata-kata juga. Mereka
tidak diam saja, tetapi berkata-kata. Namun perkataan mereka bukan perkataan
yang diinginkan Tuhan. Istilah yang dipakai dalam bahasa Inggris adalah great swelling words of vanity, yang
berarti exaggeration, unreality,
boastfulness, and emptiness.
Ekspresi dari kata-kata ini sama
seperti sumur yang kering dan kabut yang dihembus angin, yaituI sama-sama tidak
membawa hasil apa-apa. Dalam bahasa Yunani "Great swelling words" adalah
hyperogka (ὑπέρογκα,) yang mengindikasikan kata-kata yang tinggi,
tetapi kosong dan tidak berarti apa-apa. Terdengar indah tetapi hanya ada
kekosongan di balik kata-kata tersebut.
hawa
nafsu cabul memikat orang-orang:
Meskipun kata-kata mereka terlalu tinggi,
berbunga-bunga dan hampa, tetapi kata-kata mereka tersebut ternyata dapat pula
memiliki daya tarik bagi orang-orang. Di balik kata-kata mereka ada semacam
kuasa yang membangkitkan hawa nafsu di dalam diri manusia.
Yang
baru saja melepaskan diri dari mereka yang hidup dalam kesesatan:
Orang-orang yang terjerat oleh bujuk
rayu si nabi palsu mungkin saja adalah orang-orang yang sudah bertobat, ingin
percaya pada Yesus Kristus. Namun mereka belum atau tidak bertumbuh di dalam
kerohanian. Sehingga dengan mudah mereka terikat kembali pada umpan bujuk rayu
guru-guru palsu.
2
Petrus 2:19 Mereka menjanjikan
kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba
kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu.
Menjanjikan
kemerdekaan pada orang lain:
Kemerdekaan seringkali menjadi daya
tarik yang sangat besar bagi manusia. Manusia begitu merindukan kebebasan. Namun
kebebasan yang mereka inginkan bukan kebebasan seperti yang dirancang oleh
Allah. Tuhan Yesus sendiri sebetulnya menginginkan kita mengenal kebenaran. Sebab
kebenaran itu akan memerdekakan kita. “… dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu
akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:32)
Tetapi dosa membuat manusia tidak
tertarik mengenal kebenaran yang memerdekakan seperti yang ditawarkan oleh
Tuhan Yesus. Manusia ingin bebas merdeka dalam hal menentukan sendiri apa yang
baik dan yang jahat menurut kehendak mereka sendiri. Suatu kemerdekaan yang
otonomi, kemerdekaan di luar kontrol dan kuasa Allah. Kemerdekaan semacam ini
hanya akan membawa manusia kepada kehancuran. Namun di dalam dosa, manusia
justru melihat hal seperti ini sebagai tawaran yang menarik. Ketika ada guru
atau orang dengan suara kenabian membawa pesan kemerdekaan seperti itu, maka
banyak orang yang tertarik.
Hamba
kebinasaan:
Kemerdekaan yang ditawarkan oleh Tuhan
Yesus adalah kemerdekaan yang membawa pada kehidupan bersama Tuhan. Kemerdekaan
yang ditawarkan oleh guru dan nabi palsu, pada dasarnya adalah kemerdekaan semu
yang akan membawa mereka dan para pengikutnya masuk ke dalam kebinasaan.
2
Petrus 2:20 Sebab jika mereka, oleh
pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, telah
melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di
dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula.
Mereka: yaitu mengacu pada guru-guru palsu
tersebut.
oleh
pengenalan mereka akan Tuhan:
Artinya, dalam tahap tertentu mereka
sebenarnya sudah memiliki pengenalan akan Tuhan. Secara lahiriah, orang dapat
mengenali mereka sebagai pengikut Kristus, bukan pengikut agama lain.
telah
melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia:
Artinya, dalam tahap tertentu mereka
sudah pernah berbalik dari jalan hidup yang tidak bermoral. Sudah pernah ada
semacam moment pertobatan di dalam diri mereka.
tetapi
terlibat lagi di dalamnya:
Terlibat kembali di dalam kecemaran
dunia. Yaitu misalnya mengejar kekayaan sedemikian rupa hingga mengesampingkan
kebenaran, seperti Bileam.
keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula:
Adalah lebih baik jika seseorang
berbalik dari jalan yang sesat menuju jalan kebenaran. Ketimbang orang yang
sebetulnya sudah ada di jalan kebenaran tetapi tidak setia di dalam mengasihi
Tuhan. Melainkan justru tertarik untuk mengasihi dunia kembali. Atau memakai
cara-cara dunia untuk menyelesaikan pekerjaan pelayanan bagi Tuhan. Hal ini
berbahaya atau bersifat buruk, karena di mata orang lain guru palsu itu seperti
sedang melayani Tuhan, atau bekerja bagi Tuhan. Padahal sebetulnya yang mereka
layani adalah diri mereka sendiri, kepentingan mereka sendiri dan keuntungan
mereka sendiri.
Tuhan Yesus pernah menggambarkan
kondisi orang yang sudah dibebaskan dari kuasa jahat, namun tidak segera diisi
dengan kuasa Ilahi, maka pada akhirnya keadaan orang itu menjadi tambah buruk. "Apabila roh jahat keluar dari manusia, ia pun
mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian. Tetapi ia tidak
mendapatnya. Lalu ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan
itu. Maka pergilah ia dan mendapati rumah itu kosong, bersih tersapu dan rapi teratur.
Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya dan
mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk
dari pada keadaannya semula. Demikian juga akan berlaku atas angkatan yang
jahat ini." (Matius 12:43-45)
Mungkin contoh yang cukup dapat
menjelaskan hal ini dapat kita lihat pada gereja-gereja yang suka memberitakan
ajaran teologi kemuliaan atau juga teologi kemakmuran. Ataupun gereja-gereja
dengan doktrin yang bertentangan terhadap ajaran Alkitab, sepergi gereja bidat,
gereja yang lebih mengedepankan tradisi di atas Alkitab, penginjil-penginjil
yang tidak memperdulikan pembinaan iman Kristen dll. Dari tampak luar, mereka
semua seperti gereja pada umumnya, tetapi jika dilihat ke dalam materi pengajarannya,
maka yang diajarkan sebetulnya berbeda dengan Alkitab.
2
Petrus 2:21 Karena itu bagi mereka
adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran dari pada
mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan
kepada mereka.
Lebih
baik tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran:
Karena setidaknya aktivitas mereka
tidak merusak pandangan orang lain terhadap Jalan Kebenaran itu sendiri.
mengenalnya
tapi kemudian berbalik dari perintah kudus
Orang yang sudah diberi pengenalan
akan Kristus tetapi berbalik dari-Nya memberi pesan kepada dunia bahwa Kristus
pada dasarnya tidak terlalu menarik untuk diikuti. Di sisi lain, bagi orang itu
tidak ada lagi kemuliaan lain yang pantas diberikan kepadanya. Sebab jika Kristus
saja yang mahamulia sudah tidak menarik baginya, maka kemuliaan apalagikah yang
dapat membuat ia tertarik? Selain kemuliaan dunia yang membawa kebinasaan itu?
2
Petrus 2:22 Bagi mereka cocok apa yang
dikatakan peribahasa yang benar ini: "Anjing kembali lagi ke muntahnya,
dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya."
Anjing
kembali ke muntahnya, babi mandi kembali ke kubangannya:
Baik anjing maupun babi adalah
binatang yang najis. Di dalam Alkitab, ungkapan binatang tidaklah sekedar
ungkapan biasa. Ungkapan seperti itu seringkali dipakai untuk menjelaskan
keadaan manusia yang tidak mengenal Allah.
Daniel 7 menjelaskan ungkapan binatang
sebagai makhluk yang tidak mengenal Allah sedangkan sebagai kontrasnya, istilah
manusia dipakai untuk menunjuk pada makhluk yang mengenal dan menyembah Allah. Kembalinya
guru-guru palsu ke jalan kesesatan menandakan bahwa sejak semula mereka memang
belum pernah lahir baru menjadi manusia-manusia yang dilahirkan oleh Roh ke
dalam kerajaan Allah. Mereka tetap di dalam keadaan mereka yang seperti
binatang di hadapan Allah.
Tuhan Yesus memberkati. Amin. (Oleh: izar tirta)