Friday, November 28, 2025

Jika Engkau Anak Allah

 

Jika Engkau Anak Allah

Matius 4:3 Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah,

Kalimat iblis yang pertama di padang gurun untuk menyerang Tuhan Yesus berpusatkan pada hal yang mendasar sekali dari seorang manusia, yaitu persoalan tentang jati diri.

 

Persoalan jati diri manusia

Tuhan Yesus digoda oleh iblis dengan pertanyaan yang barakar pada jati diri Tuhan Yesus sendiri sebagai Anak Allah. Dan Tuhan Yesus tidak berhasil dikalahkan oleh tipu daya iblis tersebut, karena Tuhan Yesus memiliki kesadaran yang kokoh sebagai Anak yang dikasihi oleh Bapa. Dan kita tidak bisa mempersalahkan Tuhan Yesus dengan sebutan: “tentu saja Dia bisa, sebab Dia kan Tuhan itu sendiri.” Tuhan Yesus adalah manusia yang mengalami kesulitan yang sama dengan kita ketika dicobai. Ia menang demi menolong kita yang selalu gagal. Bersikap sinis kepada Tuhan Yesus tidak akan menolong kita sama sekali. Lebih baik dengan rendah hati kita belajar dari sikap Tuhan Yesus yang menaruh jati diri-Nya di atas perkataan Sang Bapa. [Baca juga: Dari gelap menuju terang. Klik disini.]

Di dunia ini, persoalan jati diri sangat bisa mempengaruhi kehidupan manusia. Ketika tulisan ini dibuat, ada seorang musisi bernama Liam Payne yang pernah tergabung dalam grup musik One Direction bersama Harry Styles, Niall Horan, Zayn Malik, dan Louis Tomlinson, meninggal dunia karena terjatuh dari lantai 3 sebuah hotel di Argentina.

Dari penelitian polisi dan kesaksian orang-orang yang mengenalnya, Liam adalah seorang peminum Alkohol. Alkohol adalah minuman yang bisa memberi rasa relax dan kadang diminum untuk merayakan sesuatu, bersosialisasi dan kadang juga untuk melupakan kesedihan. Akan tetapi jika seseorang sudah menjadi peminum berat, maka sangat mungkin hal itu disebakan karena ada problem kejiwaan yang lebih dalam dari sekedar ingin relax. Diketahui pula bahwa Liam putus hubungan dengan tunangannya yang bernama Maya Henry, dan meski ia mencoba berkali-kali menghubungi Mya, hasilnya selalu gagal. Seorang wanita yang menjadi kekasih terakhir, yaitu Kate Cassidy pulang lebih dulu karena merasa home sick dan sudah bosan berada di Argentina terlalu lama.

Liam Payne pernah terkenal, tetapi sekarang sudah tidak terlalu terkenal lagi. Ia sudah mencoba solo karir, tetapi hasil karyanya kurang mendapat sambutan. Ia masih sangat kaya dengan total harta yang berjumlah sekitar USD 50jt atau setara dengan Rp 800 M, rasanya uang sama sekali bukan persoalan baginya. Oleh karena itu, apa yang kira-kira menjadi sumber pemasalahan bagi hidupnya?

Sebagai manusia, Liam kehilangan dua hal yaitu identitas dan relasi kasih. Ketika kedua hal itu tidak ia miliki lagi, maka iapun merasakan kekosongan dan menjadi seperti orang yang kehilangan arah. Apalagi hal tersebut ditambah pula dengan kenyataan bahwa ia pernah sangat terkenal di masa muda, sehingga baginya tidak ada kesempatan yang cukup untuk bertumbuh secara karakter dan mental. Masa muda penuh hura-hura, hingar bingar kehidupan, sehingga tidak ada waktu bagi karakter untuk bertumbuh, kini masalah jati diri datang, dan Liam tidak punya pegangan apa-apa.

Ketika seorang manusia menerima pujian seperti seorang selebriti, maka ia mengira bahwa jati dirinya pun ada di dalam pujian itu. Akibatnya, ketika pujian-pujian sudah tidak ada lagi, maka orang itupun akan merasa sangat kosong. Tidak ada jati diri, tidak ada cinta, tidak ada pengakuan dari orang lain, ditambah dengan kecanduan alkohol serta obat bius lainnya, maka lengkaplah sudah segala resep menuju kehancuran hidup dari seorang manusia.

Pencobaan di padang gurun mengingatkan kita, bahwa jati diri atau identitas seseorang itu sangat penting untuk dihayati, sebab tanpa pengenalan akan jati diri kita sendiri, maka iblis dengan mudah dapat menyerang dengan tipu daya yang mematikan.

Bapa berkata kepada Tuhan Yesus dan Yohanes Pembaptis: “Inilah Anak yang Ku-kasihi, kepada-Nya lah Aku berkenan.” Dalam perkataan Bapa itu terdapat penegasan atas identitas, kasih dan penerimaan atau perkenanan. Dan semua inipun ingin diberikan Tuhan kepada manusia, melalui Yesus Kristus Sang Anak Allah yang sejati itu. [Baca Juga: Inkarnasi Tuhan Yesus dan nilai hidup kita sebagai manusia. Klik disini.]

Meskipun Allah telah menyediakan Yesus Kristus sebagai jalan pendamaian di mana manusia bisa menemukan kembali pengampunan, jati diri dan cinta kasih Ilhai, tetapi ternyata jauh lebih banyak manusia yang menolak jalan tersebut, ketimbang yang menerimanya. Manusia berdosa ternyata lebih tertarik untuk mencari jalannya sendiri. Manusia ingin menciptakan sendiri jati dirinya melalui berbagai hal di dunia ini, seperti: prestasi, pengakuan/tepuk tangan orang lain, like pada sosial media, atau pun melalui kepemilikan akan harta dunia. [Baca Juga: Manusia lebih suka pada kesementaraan daripada kekekalan. Klik disini.

Dalam kisah Alkitab, ada orang yang mencoba membangun citra dirinya yang terkutuk dengan cara membangun kota, atau mendirikan menara yang sangat tinggi. Ada pula yang mencitrakan dirinya lewat keperkasaan, atau lewat prestasi dan perbuatan kepahlawanan, dan tentu saja melalui kekayaan akan harta duniawi. Dan itu semua yang coba ditawarkan Iblis pada Tuhan Yesus di padang gurun.

Tuhan Yesus tidak dapat ditipu oleh iblis yang mencoba mengacaukan antara jati diri dengan apapun yang bukan merupakan jati diri seseorang. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa jati diri kita ada di dalam perkataan Bapa, penilaian Bapa, hati Bapa, cinta kasih Bapa dan bagi Tuhan Yesus hal itu sudah cukup. Tuhan Yesus ingin agar kita pun memahami hal ini.

Kiranya Tuhan Yesus menolong dan memberkati kita semua. Amin

Baca Juga:
Mengenal Tuhan lebih penting daripada kekayaan. Klik disini.
Mengapa manusia haus akan kekayaan dan pengakuan? Klik disini.
Apakah yang lebih penting dari kekuatan, kekuasaan dan kekayaan? Klik disini.
Apakah tujuan hidup kita di dunia? Klik disini.

 

 

Wednesday, November 19, 2025

Tuhan Yesus sebagai Son of God

 

Yesus Kristus Sang Anak Allah

Kita cukup familiar dengan gambaran Tuhan Yesus sebagai Anak Allah atau Son of God. Akan tetapi, pengertian apakah yang dapat kita gali dari konsep Son Of God ini?

Konsep ke-Anak Allah-an ini sebetulnya bukan hanya milik kekristenan semata-mata, melainkan sebuah aspirasi yang cukup umum bagi banyak kebudayaan. Kaisar Cina maupun Kaisar Romawi juga mengenal konsep anak langit (Son of Heaven), artinya masyarakat dari budaya cina maupun romawi sudah terbiasa untuk menganggap para kaisar itu sebagai “anak alllah.”

Dari dua fakta di atas, kita mendapati bahwa konsep “anak allah” ini, ternyata sudah menjadi sesuatu yang bersifat inherent di dalam diri manusia. Ada semacam kebutuhan dalam diri manusia, yang tidak selalu disadari, akan sosok pribadi tertentu yang kita anggap sebagai wakil dari Tuhan. Itu sebabnya, kita semua, dari berbagai lapisan usia bahkan, memiliki banyak idola, orang yang kita puja-puja. Entah itu seorang selebriti, seniman, tokoh masyarakat, tokoh agama atau bahkan hewan dan benda-benda tertentu, yang kita anggap dapat menjadi semacam pengantara atau mediasi bagi manusia kepada Allah, ataupun perwakilan Allah kepada manusia. [Baca juga: Siapakah yang menjadi idola kita. Klik disini.]

Kisah menara Babel juga merupakan konsep mediasi. Menara tersebut berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara manusia dengan langit, yaitu tempat dimana Tuhan berada. Akan tetapi konsep menara Babel ini merupakan konsep mediasi yang dibuat oleh manusia sendiri, sebagai suatu dorongan dari dalam diri sendiri. [Baca juga: Siapakah pendiri Menara Babel? Klik disini.]

Fakta bahwa konsep “anak allah” itu sudah ada di dalam berbagai kebudayaan lain, pada gilirannya malah menimbulkan tuduhan kepada Alkitab, yaitu sebagai sebuah karya copycat yang diambil dari kebudayaan lain. Tentu saja tuduhan yang dilontarkan itu bersifat atau bertujuan agak negatif, yaitu ingin menurunkan kredibilitas dari Alkitab itu sendiri.

Bagi saya, kesimpulan yang disebtukan di atas, merupakan cara pandang yang terlalu negatif, sebab Alkitab sendiri tidak menyatakan bahwa segala sesuatu yang disampaikan di dalamnya adalah suatu konsep yang sama sekali baru. Pada kenyataannya, tidak sedikit konsep yang ada di dalam Alkitab, yang merupakan konsep yang diambil dari kebudayaan yang sudah ada sebelumnya. Ambil contoh misalnya konsep Logos. Istilah tersebut bukan istilah yang semata-mata ada di dalam Alkitab. Kebudayaan Yunani sudah mengenal konsep Logos. Alkitab hanya memakai konsep itu, untuk menunjuk kepada Logos yang sejati, yaitu Yesus Kristus. Atau contoh lain, konsep juruselamat, yang sudah dikenal oleh orang Romawi sebelum Kristus lahir. Bagi orang Romawi, kaisar adalah sang juruselamat, karena berhasil menyelamatkan Romawi dari bangsa yang bar-bar, dari berbagai perang dan berhasil membangun ekonomi Romawi menjadi sebuah kekuatan yang besar. Penulis Alkitab seperti Lukas, memakai konsep juruselamat ini untuk memperkenalkan dunia pada juruselamat yang bahkan lebih tinggi dari kaisar, yaitu Yesus Kristus.

Jadi memakai kebudayaan yang sudah ada, tidak menurunkan derajat kebenaran Alkitab. Demikian pula dengan konsep anak allah ini. Sekalipun dunia sudah mengenal konsep anak allah, bukanlah suatu kesalahan apabila kini kita mengarahkan pandangan kita kepada Anak Allah yang sejati, yaitu Yesus Kristus.

Dalam Injil Markus ada polemik dimana Kristus berhadapan langsung dengan kuasa kekaisaran. Markus 5 bicara tentang orang yang dirasuki oleh roh jahat, yang menamakan dirinya Legion, suatu istilah yang sangat khas Romawi, sekaligus sebagai semacam perwakilan dari kekuatan dan kekuasaan Romawi. Iblis bisa menyebut Tuhan Yesus sebagai Anak Allah yang mahatinggi. Tetapi disini terlihat bahwa manusia suka diperbudak oleh anak allah, yaitu Kaisar. Kristus Anak Allah yang sejati, datang untuk menghadirkan kerajaan-Nya yang dilandaskan pada kasih, Ia datang untuk membebaskan manusia dari perbudakan anak-anak allah yang palsu tersebut. Tuhan Yesus menghentikan kekuasaan ideologi dunia, Legion di usir ke luar, lalu masuk ke dalam babi. Tanah itu kini telah dibebaskan dari ideologi yang keliru. Tetapi ironisnya, manusia justru lebih suka dikuasai dan diperbudak oleh kerajaan palsu, oleh kuasa yang palsu. Tidak semua orang memang bisa melihat kerajaan Allah, hanya orang yang lahir baru saja yang diberi kemampuan untuk melihat keindahan kerajaan Allah. Jaman sekarang banyak orang sadar bahwa dirinya diperbudak oleh sosial media, tetapi meski sadar, mereka tidak sudi meninggalkan sang tiran yang memperbudak itu, sebalinya mereka menerima diri diperbudak, bahkan sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan.

Kristus datang untuk membebaskan kita dari perbudakan yang dihadirkan oleh para kaisar yang palsu, sehingga dapat menikmati keindahan kerajaan Allah. Ia mengajak kita juga untuk berpartisipasi dalam kerajaan Allah itu. Kita bahkan diingatkan bahwa sebetulnya kita ini adalah warga dari Kerajaan Allah, yang diberi kesempatan untuk menikmati kepemimpinan dari Kristus. Kehadiran Yesus Krsitus sebagai son of God adalah lambang dari kehadiran Kerajaan Allah.

Tetapi orang lebih suka dikuasai oleh Kaisar, karena ketika Kritus datang, orang malah menderita kerugian. Itu sebabnya manusia tidak serta merata secara otomatis menerima Kristus sebagai Son of God. Ini adalah peperangan ideologi antara Son of God dengan para sons of gods. [Baca juga: Dalam hal apakah iblis dikatakan berbahaya? Klik disini.]

Istilah Son of God di dalam ajaran Kristen, bukan sekedar sebutan saja, sebab Iblis pun bisa menyebut Yesus sebagai Son of God. Yang diharapkan dari kita sebagai orang Kristen adalah mengenal apa artinya memperlakukan Tuhan Yesus sebagai Son of God.

Dewasa ini ada banyak kebangkitan dari agama-agama pagan, yang sangat mungkin merupakan indikasi bahwa kekristenan sudah tidak lagi menawarkan/menghadirkan naratif Kerajaan Allah. Padahal di dalam Kristus, jawaban atas pertanyaan: “Siapakah yang akan mewakili kita dan memediasi hubungan kita dengan Allah?” sudah diberikan.

Suatu saat bisa saja kita masuk ke dalam post religious era. Kekristenan pun bisa berubah menjadi Christless Christianity. Hal ini bisa terjadi, ketika kita tidak sadar bahwa Kristus adalah Anak Allah yang mengundang kita untuk berbagian di dalamnya. Pada saat itu, orang akan lebih suka dengan piaraan babinya, dengan status quonya yang sudah nyaman berkat kebaikan kaisar palsu. [Baca juga: Manusia lebih suka pada kesementaraan ketimbang kekekalan. Klik disini.]

Waktu Tuhan Yesus datang Ia menghadirkan good news, pembebasan dari perbudakan. Tetapi apakah kita mengerti bahwa good news itu berarti kita harus kehilangan sesuatu, ada harga yang harus dibayar? Ataukah kita mau good news, tetapi mau juga dengan legion yang tetap memerintah, mau juga dengan kekaisaran, sekalipun kekaisaran itu menghadirkan opresion?

Tuhan Yesus adalah Son of God, artinya Dia yang memiliki pengenalan yang otoritatif akan Allah. Dan hanya Dia yang mampu menyatakan secara paling jelas, tentang siapakah Allah. Penekanan dalam Injil Yohanes adalah peran Tuhan Yesus sebagai Anak Allah memberikan penyataan paling otoritatif tentang siapakah Bapa.

Tetapi seringkali pembaca Injil Yohanes lebih fokus pada pesan bahwa Yesus Kristus itu sama dengan Allah, akibatnya mereka marah dan menganggap Tuhan Yesus telah menghujat Allah. Padahal penekanan yang mau disampaikan oleh Injil Yohanes adalah bagaimana Kristus mampu membawa manusia untuk mengenal Allah yang sejati. Pengenalan akan Bapa tidak mungkin dapat terjadi tanpa kehadiran Kristus, sebab Dia-lah sang pengantara satu-satunya, Dialah Son of God yang sejati. Tanpa Son Of God ini, maka manusia tidak mungkin bisa mengenal Allah. Mengapa harus lewat kristus? Sebab Dialah satu-satunya Anak Alah yang sejati.

Fatherhood of God adalah sebuah konsep yang berbicara tentang keberanian untuk datang kepada Bapa, bukan takut seperti budak, tetapi takut seperti seorang anak pada Bapa. Kita ini adalah anak-anak Allah sehingga boleh menyebut Allah sebagai Bapa. Allah bukan polisi yang suka mencari-cari kesalahan manusia.

Dalam narasi kerajaan Allah yang dihadirkan oleh Kristus, mamang Dia sendirilah The Son of God. Tetapi melalui Dia, kita pun diundang untuk menjadi children of God (anak-anak Allah). Ajaran dunia hanya menekankan emperor sebagai anak allah, tidak ada yang lain, tetapi melalui Kristus, semua orang percaya diadopsi pula untuk menjadi anak-anak Allah.  Kehadiran Kristus itu, telah membawa kita untuk memiliki jati diri sebagai sons of God pula

Tuhan Yesus memiliki hati yang begitu luas sehingga Ia tidak keberatan jika kita pun dijadi sebagai anak Allah. Tuhan Yesus tidak malu menyebut kita sebagai saudara. Ini bukan identitas yang sekedar nama saja, sebab jika sekedar nama maka iblis pun bisa melakukannya, tetapi merupakan suatu identitas baru yang ada kaitannya dengan kehiduapn yang baru, ada meaning, ada story, ada calling yang baru di dalam identitas yang baru ini.

Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita. Amin.

 

 

Thursday, September 25, 2025

Dalam hal apakah Iblis dikatakan berbahaya ?

 

Iblis sedang membisiki Yudas (Yoh 13:2)

 

Matius 4:3 Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya…

 

Berbeda dengan pandangan orang, bahwa iblis itu berbahaya karena bisa melukai kita, bisa memperkosa, atau bahkan membunuh manusia dengan sadis, Alkitab berpendapat bahwa keberbahayaan yang terutama dari Iblis justru terletak pada perkataannya.

Contoh yang paling utama, dapat kita lihat dalam dua peristiwa yang dicatat oleh Alkitab, yaitu peristiwa di taman Eden dan peristiwa di padang gurun.

 

Kemunculan iblis di Taman Eden

Di taman Eden, iblis mengacaukan kehidupan manusia bukan melalui serangan fisik. Meskipun dalam peristiwa itu, iblis dikatakan muncul dalam wujud seekor ular, akan tetapi musibah yang ditimbulkan oleh iblis terhadap Hawa bukanlah dalam bentuk gigitan atau terkaman atau lilitan maut yang meremukkan tulang seperti yang biasanya dilakukan oleh seekor ular. Di taman Eden Iblis menyerang Hawa melalui perkataan demi perkataan.

Dan ketika diungkapkan bahwa serangan iblis tersebut berupa perkataan, kita juga tidak menemukan bahwa perkataan iblis itu disampaikan dengan cara yang kasar, memaki-maki, atau mengata-ngatai Hawa dan Adam. Sebaliknya, iblis berbicara dengan cara yang halus dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang jika dipahami secara sepintas maka perkataan-perkataan tersebut terdengar tidak berbahaya sama sekali.

Baca juga:
Pada hari engkau memakannya pastilah engkau mati. Klik disini.

Hanya ketika kita memahami apa yang sebenarnya Allah katakan kepada Hawa, maka barulah kita mengerti bahwa perkataan si iblis yang terdengar halus dan tidak berbahaya itu, ternyata justru sangat berbahaya dan pada akhirnya terbukti membawa kisah kehidupan manusia ke dalam jurang kebinasaan.

Betapa berbahayanya kekuatan sebuah perkataan, bukan? Perkataan itu bahkan tidak harus disampaikan dengan gaya yang menyerang atau berisi kata-kata kasar yang menyakitkan. Perkataan si iblis cukup disampaikan dengan cara yang halus dan bahkan terkesan elegan, tetapi perkataan itu telah menjadi alat berbahaya yang dipakai oleh iblis untuk membunuh manusia.

 

Kemunculan Iblis di padang gurun

Di padang gurun pun iblis menyerang Tuhan Yesus juga dengan memakai perkataan sebagai senjatanya, bukan dengan cakar, bukan melalui bencana alam, atau cuaca ekstrim yang mematikan dan lain sebagainya, melainkan melalui perkataan.

Dari dua peristiwa itu, kita seharusnya belajar bahwa perkataan bukanlah sesuatu yang tidak berarti. Melalui perkataan seseorang bisa dibangunkan, tetapi melalui perkataan pula seseorang bisa dihancurkan dan bahkan bisa menemui kebinasaannya.

 

Arti penting Firman Tuhan

Mengingat betapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh sebuah perkataan, maka tidak mengherankan jika di padang gurun Tuhan Yesus pun melawan iblis dengan memakai perkataan, yaitu perkataan Ilahi sebagaimana yang tertulis di dalam Kitab Suci. Tuhan Yesus tidak memakai kekuatan supranatural atau kekuatan fisik untuk melawan si iblis, melainkan memakai Firman Tuhan.

Itu sebabnya bagi orang Kristen, Firman Tuhan memegang peran yang sangat sentral. Firman Tuhan atau Alkitab itu adalah tolok ukur bagi orang Kristen dalam beriman, dalam berpikir, dalam berkata-kata maupun berperilaku. Melalui Firman Tuhan itu pulalah, orang Kristen mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus Kristus.

Orang Kristen yang sejati, tidak menjadikan tradisi manusia ataupun tradisi gereja sebagai tolok ukur yang layak dijadikan sebagai dasar kehidupan. Tradisi tidak bisa disejajarkan dengan Alkitab, apalagi jika dianggap lebih tinggi atau mencoba mengatur Alkitab. Dan prinsip ini bukan merupakan prinsip yang asal saja ditetapkan, melainkan prinsip yang diangkat dari dalam kisah-kisah di Alkitab itu sendiri.

Beberapa contoh yang dapat kita sebutkan secara singkat misalnya adalah;

Pertama, cara Tuhan Yesus melawan iblis dengan memakai Firman Tuhan, bukan kekuatan supranatural seperti air suci atau patung salib atau gambar Bunda Maria dan lain sebagainya.
Kedua, cara Tuhan Yesus menyadarkan dua murid Emaus bahwa yang sedang berbicara dengan mereka adalah Yesus Kristus yang asli, juga melalui penjelasan akan Firman Tuhan, bukan melalui penampakan atau cara-cara magis lain.

 

Bagaimana iblis menipu manusia di zaman sekarang ini

Kekristenan dewasa ini telah cukup sering ditipu oleh iblis sehingga dalam menjalankan kehidupan imannya, sehingga tidak semua gereja atau orang Kristen yang memiliki landasan kokoh di dalam pengajaran akan Firman Tuhan. Alkitab yang seharusnya menjadi otoritas tertinggi, malah disejajarkan, atau bahkan dikalahkan oleh tradisi gereja ataupun oleh tafsiran pemimpin gereja yang belum tentu sesuai dengan Alkitab itu sendiri.

Sebagai contoh: di dalam Alkitab tidak pernah ada gambaran dimana Maria memegang peran sebagai perantara kepada Tuhan. Meskipun Maria mendapat kesempatan untuk menjadi ibu yang melahirkan Kristus, tetapi tidak pernah ada gambaran sekecil apapun bahwa ia ditunjuk sebagai perantara manusia kepada Kristus. Alkitab mengajarkan bahwa Kristus adalah pengantara satu-satunya antara Allah dan manusia. Alkitab tidak mengajarkan bahwa ada semacam sub-pengantara, yaitu Maria, yang memediasi antara manusia dengan Kristus. Konsep semacam ini dibangun dari tradisi manusia saja, namun bukan dari Alkitab, tidak sepatutnya orang Kristen melakukan hal seperti itu.

Baca juga:
Mengapa Kekristenan tidak mengakui Apocrypha sebagai Kitab Suci? Klik disini.
Beberapa ayat dalam kitab Apocrypha yang bertentangan dengan Alkitab. Klik disini.

Selain itu, iblis juga dengan sangat pandainya membawa kehidupan iman gereja untuk lebih difokuskan pada ritual-ritual, seremoni, benda-benda suci, penampakan supranatural, penonjolan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai orang kudus, tanda-tanda ajaib seperti Stigmata, tempat-tempat religius dan lain sebagainya. Tujuan dari ditonjolkannya semua yang disebutkan di atas adalah agar perhatian manusia teralih dari apa yang paling penting, yaitu mengenal Kristus secara Pribadi melalui Firman-Nya.

Jemaat sibuk kesana kemari untuk melihat tempat-tempat suci, melihat penampakan, menyimpan benda-benda suci, menyanjung orang-orang kudus sedemikian rupa hingga mereka tidak fokus lagi untuk menggali Alkitab dan mencari wajah Kristus melalui Kitab Suci-Nya.

 

Penutup

Hingga hari ini iblis masih terus bekerja di tengah-tengah manusia, bahkan di tengah-tengah gereja. Iblis tidak muncul dengan wajah yang mengerikan dan perkataan kasar yang membuat ngeri. Sebaliknya iblis tampil dengan jubah agama dan memberikan wejangan-wejangan yang terdengar relijius namun bukan berasal dari Alkitab.

Iblis suka memberikan komentar-komentar yang humanis, lembut dan nyaman bagi telinga. Iblis dengan pandainya membuat kita fokus pada ritual agar supaya nurani kita bisa diredam dari rasa bersalah. Dosa yang satu dikompensasi dengan perbuatan baik yang lain. Dosa A bisa diresolusi dengan Doa Bapa Kami 5 kali dan Doa Salam Maria 10 kali. Entah dari mana ide seperti itu muncul, tetapi yang pasti adalah bahwa Alkitab tidak pernah mengajarkan metode kompensasi seperti itu.

Setiap orang bisa melakukan ritual yang disebutkan di atas dan merasa lega di hati, meskipun mereka tidak pernah benar-benar menjalin hubungan Pribadi dengan Kristus yang hidup. Orang bisa berdoa semalam suntuk mengulang-ulang doa yang sama itu, tanpa benar-benar mengalami perjumpaan dengan Kristus yang diberitakan dalam Alkitab. Karena mereka pikir setelah mengulang-ulang doa, maka semuanya sudah beres dan nurani sudah diredam dan dosa sudah diselesaikan. Padahal bukan seperti itu yang diajarkan oleh Alkitab. Bagaimana mungkin menjalin komunikasi yang riil dengan Pribadi yang hidup, tetapi memakai kata-kata yang diulang-ulang seperti itu? Sangat absurd dan aneh sekali, jika praktik semacam itu diteropong dari prinsip yang diajarkan oleh Alkitab.

Itu sebabnya hal semacam ini menjadi tipuan iblis yang paling mengerikan, karena disampaikan secara halus, sehingga membuat kita merasa baik-baik saja, padahal sesungguhnya kerohanian kita masih jauh dari apa yang digambarkan oleh Alkitab, dan kita bahkan tidak menyadarinya.

Kiranya melalui pembacaan Alkitab dan penggalian yang sehat terhadap ajaran Alkitab, semakin lama kita semakin sadar akan seberapa jauh kita telah menyimpang dari apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi umat-Nya. Amin.

Baca juga:
Bukti Alkitab adalah Firman Tuhan. Klik disini.
Apakah Tuhan merestui hubungan cinta di antara kaum LGBTQ. Klik disini.
Tuhan Yesus sebagai Son of God. Klik disini.