Pada tulisan terdahulu kita telah mempelajari bahwa Firman Tuhan amat penting bagi kita karena:
- Hidup kita ditopang oleh Firman
- Firman itu berlaku selamanya, seumur hidup kita selalu harus memperhatikan Firman itu.
- Firman itu berkuasa, kita tidak mungkin menentang melainkan harus mentaati-Nya.
- Firman itu memberi kebebasan pada manusia untuk memilih, penting sekali untuk kita memilih apa yang benar di antara pilihan yang salah.
Tetapi apakah Firman itu?
Dalam pengertian yang sederhana Firman berarti kata-kata. Lantas, apakah arti dari kata-kata?
Kebutuhan akan kata-kata
Mungkin tidak terlalu mudah bagi anda untuk menemukan sebuah buku yang mengulas arti atau definisi dari kata-kata. Lagi pula, apa pentingnya memikirkan hal itu bukan? Mungkin saja, tetapi sebagai orang Kristen yang hidup bergaul dengan Firman Tuhan, agaknya perlu juga kita meluangkan waktu untuk merenungkan arti yang terkandung di dalam istilah “Firman” atau “kata-kata.” Sebab melaluinya kita setidaknya mempunyai pengertian yang baik dalam memandang posisi atau status Firman Tuhan di dalam hidup kita.
Kata-kata sesungguhnya adalah sebuah wadah atau sarana untuk mengutarakan apa yang kita pikirkan, kita rasakan dan kita kehendaki. Sebagai sebuah pribadi yang hidup, kita memiliki ketiga aspek tersebut yaitu pikiran/intelegensia, emosi/perasaan dan kehendak/kemauan(willingness). Semua yang kita pikirkan, rasakan dan kehendaki terjadi di dalam otak kita, dan sejauh kita tidak menyatakan semua itu dalam bahasa komunikasi, maka hanya kita pribadilah yang mengetahuinya.
Dapatkah anda bayangkan sebuah dunia tanpa kata-kata?
Cobalah masuk ke dalam sebuah ruangan yang penuh dengan bayi-bayi yang berusia kira-kira di bawah satu tahun. Betapa ributnya jika mereka ingin mengutarakan sesuatu bukan? Mereka menjerit, saling meneriaki, membuat gerakan-gerakan yang bagi kita mungkin tidak mudah untuk mengartikan apa yang mereka maksudkan.[1]
Untunglah kondisi semacam itu hanya terjadi pada masa-masa awal kehidupan manusia. Dengan bertambahnya usia, kita mulai belajar menggunakan kata-kata untuk mengutarakan pikiran kita. Bahkan lebih lanjut kita manusia mulai belajar untuk mengaplikasikan kata-kata itu kedalam sekumpulan gambar-gambar yang kita setujui bersama (konsensus) untuk mewakili bunyi tertentu. Sehingga akhirnya kita mengenal apa yang disebut sebagai huruf.
Kata-kata dan huruf kemudian berkembang menjadi semacam kekuatan yang hidup di tengah-tengah kita. Kata-kata dapat dipakai untuk membangun maupun menghancurkan. Huruf yang dikemas dengan apik dapat dipakai untuk menjalin suatu kisah, suatu berita ataupun suatu petunjuk yang berguna bagi hidup kita. Dampak kata-kata dan huruf di dalam hidup kita demikian besarnya, sehingga jika kita tidak hati-hati dalam menggunakannya maka potensi sebesar itu dapat segera berubah menjadi krisis yang dahsyat. Adolf Hitler adalah seorang diktator yang sangat pandai memakai orasi-orasinya yang penuh semangat untuk menggerakkan kaum muda Jerman untuk bangkit menjadi bangsa yang kuat. Namun sayangnya, kekuatan orasi yang begitu hebat juga dipakai oleh Hitler untuk membasmi orang Yahudi yang begitu dibencinya. Mengapa begitu banyak orang mau percaya pada ide-ide Hitler dan mau mendukung dia? Tidak lain karena kekuatan kata-katanya yang seolah mampu menyihir pikiran orang lain. Di sisi lain, John Calvin berhasil membuat perubahan di dalam arah kemajuan dunia, juga melalui kata-kata yang ia tuliskan. Kata-kata, ia dapat menghancurkan tetapi dapat pula membangun.
Ketika kita bertemu seseorang yang belum kita kenal, mungkin sekali kita membuat prasangka-prasangka. Siapa orang ini? Mau apa dia ke sini? Apakah dia bermaksud baik atau jahat? Dan berbagai pertanyaan lain yang mungkin muncul di dalam benak kita. Baru setelah terjalin kata-kata antara kita dan dia, segala pertanyaan dalam benak kita itupun mulai terjawab satu persatu dan sedikit demi sedikit kita pun mulai mengenal orang tersebut. Melalui kata-kata, seorang manusia menyatakan apa yang ada di dalam pikirannya, apa yang ia rasakan dan apa yang ia kehendaki. Melalui kata-kata, jati diri seseorang dapat menjadi jelas.
Pertanyaannya, apakah hanya melalui kata-kata seseorang dapat mengemukakan pikiran, perasaan dan kehendaknya? Apakah melalui kata-kata saja kita dapat mengenal dan dikenal? Tentu saja tidak, namun kata-kata adalah media yang paling jelas dan paling populer diterima secara umum oleh sebagian besar umat manusia sebagai sarana berkomunikasi. Bagi orang-orang yang tidak dapat mendengar dan tidak dapat berbicara (tuna rungu dan tuna wicara) tentu saja ada bahasa isyarat yang dapat dipakai sebagai sarana komunikasi. Dan tiap-tiap kelompok manusia biasanya mempunyai bahasanya sendiri untuk saling berkomunikasi. Apapun bahasanya, apapun sarananya, komunikasi adalah kata kunci yang menghubungkan pribadi yang satu dengan yang lain. Akan tetapi, bagaimana komunikasi dapat terjalin antara manusia dengan Allah, mengingat kedua jenis pribadi tersebut memiliki perbedaan kualitas yang tak terperikan?
Kata-kata: penghubung kita dengan Allah
Tidak seperti ajaran teologi Budha, Allah yang dikenal[2] melalui Alkitab adalah makhluk Ilahi yang ber-Pribadi. Artinya, Allah kita bukanlah semacam kekuatan di alam semesta yang bekerja melalui probabilita alamiah belaka. Atau bukan pula semacam “the Force” yang dikenal melalui film “Star Wars” yang begitu kuat namun tergantung pada orang yang “memakainya.” Jika yang memakai adalah orang baik seperti Obiwan Kenobi, maka “Ia” menjadi kekuatan baik, lalu jika yang memakai adalah Anakin Skywalker (Dart Vader) yang dirundung dendam, maka “Ia” turut bekerja di dalam kejahatan. Allah Alkitab tidak demikian.
Sebagai makhluk Ilahi yang ber-Pribadi, Allah memiliki intelegensia, emosi dan kehendak. Itu sebabnya, kita sebagai manusia yang dicipta menurut gambar dan teladan Allah pun memiliki ketiga aspek tersebut. Ketika Allah ingin mengungkapkan pikiran-Nya, perasaan-Nya dan kehendak-Nya, cara apakah yang Ia tempuh? Firman,[3] kata-kata. Jadi, jika demikian apakah arti dari Firman?
Firman Tuhan adalah pikiran, perasaan dan kehendak Allah, yang sama-sama merangkum jati diri Allah yang ingin diungkapkan-Nya pada manusia sesuai dengan maksud dan tujuan Ilahi. Di dalam Yohanes pasal 1 kita membaca: “Pada mulanya adalah Firman.” Artinya, pada mulanya segala sesuatu berasal dari pikiran, perasaan dan kehendak Allah yang dinyatakan dalam kata-kata-Nya. Sebelum Tuhan mencipta segala sesuatu, Allah sudah mempunyai rencana (intelegensia), Allah sudah mempunyai emosi cinta (aspek perasaan) dan Allah sudah mempunyai tujuan (aspek kehendak) terhadap langkah-langkah penciptaan yang akan Ia lakukan. Lalu, semua itu Ia ekspresikan dalam bentuk kata-kata. Misalnya: “Jadilah Terang!” Sebelum Allah berucap Jadilah Terang, sudah ada di dalam benak Allah tentang terang itu. Setelah Allah mengucapkannya, maka barulah kita tahu, bahwa Allah menghendaki adanya terang, dan bahwa terang itu baik. Kata-kata adalah permulaan dari ekspresi pikiran, perasaan, kehendak dan bahkan jati diri Allah terhadap ciptaan-Nya ini, tapi ingat, ini baru permulaan saja.
Dalam Yohanes pasal 1 yang kita baca, kata Firman dalam bahasa aslinya adalah Logos yang berarti sesuatu yang diucapkan atau sesuatu yang ada di dalam pikiran. Melalui Logos, Allah menyatakan diri-Nya. Melalui Firman Allah membuat keberadaan diri-Nya menjadi nyata. Melalui Firman kita dapat mengenal sebagian dari pikiran Allah, apa yang Ia rasakan dan apa yang Ia mau dari diri kita. Firman, adalah bagaimana Allah berkomunikasi pada ciptaan-Nya, terutama kita. Firman, adalah satu-satunya cara yang benar agar manusia dapat mengenal Allah yang benar.
Allah adalah Pribadi yang Mahakuasa, oleh karena itu di dalam kata-kata-Nya ada kuasa. Semua orang, bahkan anak SD yang masih kecil pun dapat berkata : “Jadilah terang.” Apa susahnya? Tetapi masalahnya adalah, kata-kata manusia tidak memiliki kuasa seperti kata-kata Allah. (Kita pernah membahas ini dalam tulisan sebelumnya) Sehingga ketika kita berkata “Jadilah terang,” maka mungkin sekali terang itu tidak jadi. Akan tetapi ketika Allah berkata demikian, maka Alkitab menyaksikan : “Lalu terang itu jadi.” Pengertian ini penting untuk kita pegang agar dapat mengerti mengapa Firman Tuhan adalah Kebenaran.
Jadi, sekali lagi, Firman dalam arti sempit memang adalah kata-kata. Tetapi dalam arti yang luas, Firman jauh lebih besar dari kata-kata, Firman adalah ekspresi dari Pribadi Allah pada ciptaan-Nya. Bahkan di dalam Perjanjian Baru, Firman diwujudkan jauh lebih besar dan lebih dahsyat lagi dari sekedar kata-kata. Firman telah menjadi daging, yaitu di dalam Pribadi Yesus Kristus.
Kita akan melihat pengertian Firman Tuhan adalah Kebenaran secara lebih jauh dalam tulisan mendatang. Tuhan memberkati. (izar)
[1] Dalam bahasa Inggris bayi disebut juga Infant, yang merupakan serapan dari bahasa Latin yang mengandung arti No Language (tanpa bahasa). Jadi bayi adalah sekelompok manusia yang belum mengenal bahasa.
[2] Atau lebih tepatnya: “Allah yang memperkenal diri-Nya”
[3] Alkitab mengenal dua jenis penyataan diri Allah atau yang disebut Wahyu Allah, yaitu Wahyu Umum dan Wahyu Khusus. Wahyu Umum sudah pernah kita bahas dalam lembar pembinaan semacam ini, yaitu penyataan Allah melalui alam semesta ciptaan-Nya. Roma 1: 20 menyatakan : Apa yang tidak nampak dari pada-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan. Wahyu Khusus secara sederhana dapat dikatakan sebagai adalah penyataan Allah melalui Alkitab dan melalui Yesus Kristus, Firman Allah yang hidup.