Wednesday, August 1, 2007

Pentingnya Firman Tuhan

“Sebab perkataan ini bukanlah perkataan hampa bagimu, tetapi itulah hidupmu ...” (Ulangan 32:47)


Perkataan yang menghidupkan

Kutipan ayat Alkitab di atas datang dari mulut Musa, seorang hamba Tuhan yang luarbiasa. Meskipun keluar dari mulut seorang manusia, tetapi perkataan-perkataan tersebut berasal dari Tuhan sendiri, sehingga tidak salah jika kita katakan bahwa perkataan-perkataan tersebut adalah juga perkataan Tuhan.

Ada banyak perkataan yang kita dengarkan setiap hari, bahkan setiap detiknya. Meskipun demikian bukan berarti semua perkataan itu penting bagi kita. Beberapa, atau mungkin malah sebagian besar, perkataan yang kita dengar setiap harinya tidak memiliki makna yang penting bagi hidup kita. Akan tetapi perkataan yang disampaikan oleh Musa, yaitu perkataan yang berasal dari Allah sendiri, bukanlah perkataan yang hampa.

Perkataan yang hampa adalah perkataan yang tidak memiliki dasar yang kuat. Perkataan hampa dapat pula berarti perkataan yang tidak bermakna. Atau dapat pula kita pahami sebagai perkataan yang tidak berguna bagi hidup kita.

Perkataan Tuhan bukanlah perkataan yang hampa. Jika Tuhan mengatakan sesuatu, pastilah ada dasar yang kuat di balik kata-kata itu. Jika Tuhan mengatakan sesuatu maka pastilah kata-kata itu memiliki makna yang dalam di baliknya. Seorang yang mempunyai pengetahuan sederhana dapat mengerti perkataan Tuhan. Namun seorang cendekiawan yang paling cerdaspun tidak akan habis-habisnya menggali perkataan Tuhan. Sungguh amat dalam makna perkataan Tuhan itu. Dan di atas semua itu, perkataan Tuhan adalah perkataan yang pasti amat berguna bagi hidup kita.

Pengertian di atas muncul ketika kita memahami perkataan Tuhan sebagai bukan perkataan yang hampa. Akan tetapi sesungguhnya Alkitab bahkan berkata lebih jauh dan lebih dalam lagi tentang natur dari perkataan Tuhan. “Itulah hidupmu…”

Ada perbedaan antara suatu perkataan yang berguna bagi hidup dan suatu perkataan yang adalah hidup. Sebagai contoh: tangan berguna bagi hidup, tetapi tangan bukanlah hidup itu sendiri. Seorang manusia masih dapat hidup tanpa memiliki tangan bukan? Dari contoh sederhana ini, kiranya kita dapat memahami bahwa Firman Tuhan ternyata bukan saja berguna bagi hidup, tetapi adalah juga hidup itu sendiri. Tidaklah mengherankan jika 14 abad kemudian Seorang yang jauh lebih agung dari Musa berkata: “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” (Matius 4:4)

Jika Firman Tuhan hanya dikategorikan sebagai “berguna bagi hidup,” – sebagai sekedar lawan pengertian dari “hampa” – maka manusia masih dapat hidup tanpa Firman Tuhan. Akan tetapi Firman Tuhan lebih dari itu, Firman Tuhan adalah hidup, yaitu hidupku dan hidup anda sekalian. Tanpa Firman, sesungguhnya kita mati. Betapa dahsyat dan dalamnya pengertian ini. Kiranya Tuhan yang Mahamurah boleh membukakan mata kita akan pengertian dari kata-kata tersebut.

Bagaimana mungkin dikatakan tanpa Firman kita adalah mati? Pertama-tama kita harus ingat bahwa kita dapat ada sebagaimana kita ada sebagai manusia, itu adalah karena Firman Tuhan. Tuhan berfirman, maka apa yang difirmankan itu ada. Hidup kita ada, karena Tuhan yang telah menciptakannya melalui Firman yang Ia ucapkan. Kedua, kita harus sadari pula bahwa hidup kita bukanlah semata-mata terdiri dari kehidupan yang bersifat fisik, melainkan juga kehidupan spiritual. Banyak orang yang kita temui dalam keadaan hidup secara fisik, akan tetapi belum tentu mereka memiliki kehidupan secara spiritual. Ini bukanlah kehidupan yang lengkap seperti yang diinginkan Allah sejak semula. Hidup secara fisik saja belum berarti hidup di mata Allah. Itu sebabnya Tuhan Yesus berkata bahwa kehidupan kita perlu ditopang oleh roti, sebagai wakil dari makanan badaniah untuk kehidupan fisik kita, dan perlu pula ditopang oleh Firman, sebagai makanan rohaniah bagi kehidupan spiritual kita. Kedua makanan itu kita butuhkan bagi kehidupan kita secara lengkap. Jika tidak ada Firman, maka matilah kehidupan spiritual kita dan itu berarti di hadapan Tuhan kita adalah mati. Suatu saat, kita tidak lagi memerlukan makanan badaniah untuk hidup fisik kita, namun kita pasti tetap membutuhkan Firman Tuhan selamanya untuk menopang hidup spiritual kita. Oleh karena itu, dapat kita katakan bahwa makanan badaniah adalah penting, namun makanan spiritual bahkan lebih penting lagi daripada makanan badaniah.

Perkataan yang berlaku selamanya

Di gereja kita ada tulisan “Harap matikan handphone anda selama ibadah berlangsung.” Bagi kita yang sibuk dan selalu dirundung urusan, entah itu urusan bisnis atau keluarga, tentu pengumuman ini kurang menyenangkan karena agak mengganggu kebebasan kita berkomunikasi dengan orang di luar gereja. Akan tetapi hal itu sebenarnya tidak harus menjadi masalah besar karena kata-kata yang terdapat dalam pengumuman tersebut hanya berlaku “selama ibadah berlangsung,” tidak selama-lamanya. Ada saat dimana kata-kata dalam pengumuman itu tidak berlaku lagi, yaitu setelah ibadah selesai. Kita hanya harus bersabar beberapa saat untuk membiarkan diri kita diikat oleh aturan sementara tersebut. Tetapi Firman Tuhan tidak bersifat seperti ini.

Firman Tuhan bukanlah perkataan yang berlaku hanya sementara saja. Tuhan Yesus berkata: “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.” (Matius 24:35)

Siapa di antara kita yang tahu persis kapan langit dan bumi bermula dan kapan mereka akan berlalu? Jika kita memandang langit dan memperhatikan bumi tempat kita hidup, betapa sulitnya membayangkan bagaimana sesuatu yang dahsyat seperti ini pertama kali tercipta dan lebih sulit lagi membayangkan bagaimana sesuatu yang hebat seperti ini suatu saat harus berlalu. Akan tetapi kalimat Tuhan Yesus di atas menjelaskan secara tidak langsung pada kita bahwa sesuatu yang dahsyat seperti langit dan bumi ini tidak ada apa-apanya dibanding kedahsyatan perkataan Tuhan.

Perkataan Tuhan bersifat kekal. Selama-lamanya perkataan itu akan berlaku. Tidak ada suatu saat di mana kita tidak diikat oleh kebenaran perkataan Tuhan. Ketika kita masih muda, Firman Tuhan berlaku bagi kita. Ketika tua pun bukan berarti apa yang pernah kita pelajari dari Firman Tuhan tidak berlaku lagi. Di zaman para rasul ketika bayang-bayang kehadiran Tuhan Yesus masih terasa begitu hangat, Firman-Nya berlaku, tetapi ratusan tahun bahkan ribuan tahun kemudian pun kata-kata Tuhan tetap berlaku. Di abad kegelapan gereja (selama 1000 tahun yaitu kira-kira[1] dari abad 5 sampai abad 15) dimana Firman Tuhan diabaikan oleh gereja, Firman itu tetap berlaku. Di zaman reformasi Kristen sampai gereja hari ini pun Firman itu tetap berlaku. Di zaman modern (kira-kira mulai abad 17 sampai abad 19) dimana pusat perhatian manusia adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan berbagai penemuan ilmiah, Firman Tuhan tetap berlaku. Di zaman postmodern (kira-kira mulai abad 20 sampai sekarang) ketika teknologi masih jadi primadona dan orang mulai mempertanyakan adanya kebenaran yang bersifat mutlak, Firman Tuhan juga masih berlaku.

Firman Tuhan selamanya berlaku, bagaikan batu karang zaman yang tidak pernah goyah diterpa badai keraguan, ketidakpercayaan dan bahkan kebencian. Jangankan hancur, goyah pun tidak.

Perkataan yang berkuasa

Jika saya berkata: “Bapa ibu percayalah pada saya maka saya akan memberi kepada anda hidup yang kekal.” Anda tentu akan berpikir: “Kasihan, si Novizar ini sudah gila karena stress.” Dan anda benar. Sebab kata-kata saya itu hanya omong kosong belaka. Tidak ada kuasa dan kebenaran di balik kata-kata itu karena yang mengucapkan hanya manusia biasa yang sama berdosanya seperti anda, tetapi jika Yesus yang berkata demikian maka anda boleh percaya, bahkan harus. Sebab ada kuasa di dalam perkataan Tuhan Yesus. Jika kita berkata pada sebatang pohon: “Matilah dan tercampaklah engkau di laut.” Barangkali itu dapat menjadi kenyataan jika kita tebang dan cabut pohon itu sampai ke akarnya lalu kita buang ke laut. Tetapi jika kita berkata: “Bertumbuhlah dan berbuahlah.” Maka mungkin kita akan malu sendiri. Karena besok-besok datang kemarau lalu pohon itu malah mati, maka tidak ada apapun yang dapat kita lakukan. Perkataan kita kadang-kadang memiliki kuasa, tetapi tidak senantiasa. Tetapi perkataan Tuhan adalah perkataan yang berkuasa, selamanya di manapun juga. Tidak ada kuasa yang lebih besar dari Pribadi Tuhan sendiri. Oleh karena itu, tak ada kuasa apapun juga yang mampu melebihi kuasa perkataan-Nya.

Tidak ada suatu lokasi di dunia ini dimana perkataan Tuhan boleh tidak diberlakukan. Perkataan itu memiliki kuasa mengikat yang melampaui segala lokasi, segala waktu, segala lapisan masyarakat, segala struktur sosial, segala jenis budaya. Dimanapun, siapapun dan kapanpun, suka atau tidak suka, percaya atau tidak percaya, menerima atau tidak menerima, tahu atau tidak tahu, telah diikat oleh kekuasaan perkataan Tuhan. Orang-orang yang menolak perkataan Tuhan sudah pasti akan menerima konsekuensi dari penolakan tersebut. Orang-orang yang mencaci maki, menghina dan mengabaikan perkataan Tuhan Yesus tentu merasa senang dan menang saat ini, akan tetapi sesungguhnya saat inipun mereka sudah mendapat hukuman. Di dalam kekerasan hati mereka untuk menolak Firman, mereka telah dihukum Tuhan yaitu dijauhkan dari anugerah keselamatan. Semakin mereka membenci Firman, semakin jauh pulalah mereka dari kemungkinan mendapat keselamatan. Semakin mereka menolak, semakin mereka ditolak. Sungguh betapa mengerikan realitas yang paradoksial ini.

Perkataan yang dapat diabaikan

Perkataan Tuhan menghidupkan, berlaku selamanya serta berkuasa, oleh karena itu jelas perkataan Tuhan adalah perkataan yang penting bagi manusia. Akan tetapi bukan berarti bahwa manusia sudah pasti tertarik dan sadar bahwa mereka membutuhkan Firman Tuhan. Dalam keberadaannya yang diikat oleh dosa, manusia justru ingin menjauh dari Firman Tuhan. Inilah suatu paradoks kehidupan yang amat menakutkan. Di masa hidup kita sekarang, dengan mata kepala sendiri kita dapat melihat bagaimana Firman Tuhan dilecehkan. Kebenaran sejati Tuhan dipertanyakan dan bahkan dihina secara terbuka. Celakanya, bukan saja orang tidak percaya yang melakukan hal ini, gereja sebagai tubuh Kristus pun secara global mulai lebih mementingkan pengalaman rohani yang bersifat subjektif daripada penggalian Firman Tuhan. Gereja lebih suka pada hal-hal yang bersifat pragmatis dan cenderung sekuler, daripada ajaran yang bersifat konseptual dan dibangun dari penggalian Firman Tuhan. Dalam kondisi semacam ini, kita tahu bahwa Firman Tuhan justru menjadi semakin penting lagi untuk kita perhatikan.

Kiranya belas kasihan dan kebaikan Tuhan boleh menumbuhkan suatu sense of urgency[2] terhadap Firman-Nya di hati kita semua, sebab “inilah hidupku dan inilah hidupmu.” Tuhan memberkati. (izar)



[1] Untuk semua pembagian zaman dalam tulisan ini saya memakai bahasa “kira-kira” karena pembagian tersebut dilakukan secara kasar, untuk maksud memberikan patokan secara garis besar. Pada kenyataannya tidak pernah ada suatu batasan yang tegas sekali dari kalangan cendekiawan tentang kapan suatu zaman berakhir dan kapan zaman berikutnya lahir. Karena segala zaman itu saling mempengaruhi dan dipengaruhi sehingga kita hanya dapat menangkap sebagian saja dari gagasan utama yang muncul dalam masing-masing semangat zaman.

[2] Suatu perasaan yang menekan kita untuk segera melakukan sesuatu berhubungan kepentingan mendesak yang ada di dalamnya.