Monday, May 23, 2022

Realitas Manusia

Seri tulisan tentang manusia
Siapakah manusia?
Mengapa kita sulit untuk menjelaskan tentang apa itu manusia?
Darimana kita dapat memperoleh jawaban yang pasti?

 


 

Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau tempatkan. Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? (Mazmur 8:4-5)

 

Kesulitan dalam menjelaskan tentang jatidiri manusia

Pertanyaan yang diajukan oleh pemazmur sungguh adalah pertanyaan yang mendasar bagi kita, namun yang terus terang saja, tidak mudah untuk dijawab. [Baca juga: Ada 8 alasan mengapa Tuhan Yesus menjadi Manusia. Klik disini.]

Dikatakan mendasar, karena pertanyaan itu adalah mengenai diri kita sendiri. Kitalah manusia itu, dan sekarang kita bertanya apakah manusia itu. Ini sama saja dengan bertanya, apakah saya ini? Siapakah saya sebenarnya?

Dikatakan tidak mudah dijawab, karena pertanyaan itu dapat dijawab dengan cara yang amat berbeda-beda. Tergantung dari sudut pandang mana kita mau menjawab pertanyaan tersebut. Misalnya, ditinjau dari sudut kegunaan, manusia sering disamakan dengan mesin. Ditinjau dari sudut pandang biologi, manusia sering disebut sebagai mamalia. Sigmund Freud melihat manusia dari sudut pandang lain, yaitu manusia sebagai makhluk seksual. Kelompok lain menitikberatkan manusia sebagai makhluk ekonomi yang senantiasa berusaha memenuhi kebutuhannya. Kaum politisi dan sosialis melihat manusia sebagai makhluk yang bebas, mereka melihat kehendak manusia yang bebas sebagai bagian yang amat penting (esensi) dari kepribadian.

[Baca juga: Apa yang dimaksud dengan menjadi manusia baru? Klik disini.]

Tentu saja kita harus memilih dari sudut pandang mana kita mau melihat manusia. Tetapi, apakah tidak ada suatu titik pangkal dimana kita bisa melihat manusia secara utuh? Sebab semua pendapat yang dijabarkan oleh beberapa kelompok yang saya sebutkan di atas melihat manusia secara sepotong-sepotong. Tidak menyeluruh. Dan terus terang saja, kita masih belum puas menemukan jawaban yang tepat bagi pertanyaan : Apakah manusia?

Sebagai manusia (sejauh konsep yang saat ini sudah masing-masing kita miliki tentang kata tersebut), kita memang memiliki pengetahuan yang terbatas. Saya berpendapat bahwa akan sulit kita menemukan jawaban tentang diri kita sendiri jika kita mencarinya hanya dalam ruang lingkup yang sempit. Maksud saya dengan ruang lingkup yang sempit adalah ruang lingkup yang mencakup diri kita sendiri dan lingkungan sekitar kita sejauh yang dapat ditangkap dengan panca indera kita. Itu sama saja dengan seekor amuba yang terperangkap di bawah mikroskop lalu dimintai keterangan tentang siapakah dirinya. Akan sulit sekali bagi si amuba untuk menjelaskan dirinya karena begitu sedikitnya sumber atau ide dasar yang dapat dia pakai untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Manusia juga demikian, tanpa adanya sumber atau ide dasar yang kita miliki maka akan tidak mungkin bagi kita sebagai manuia untuk memberikan jawaban. Jika kemudian manusia ini mencari sumber atau ide dasar dari sesama manusia, maka jawaban yang muncul juga tidak akan memuaskan karena bersifat sepotong-sepotong (berhubung pengetahuan manusia juga terbatas).

Oleh karena itu, manusia harus mencari sumber yang lebih tinggi dari manusia untuk mengetahui siapakah dirinya. Sumber yang lebih tinggi yang diketahui oleh manusia adalah Allah sendiri. Dan pengetahuan akan manusia yang bersumber dari Allah dapat kita temukan di dalam Alkitab. Dari sudut pandang inilah kita akan coba memikirkan tentang hakikat diri kita.


Pandangan Alkitab tentang manusia

Alkitab menjelaskan bahwa manusia adalah karya Tuhan yang diciptakan dari ketidakberadaan. Artinya, sebelum manusia diciptakan, tidak ada makhluk yang disebut manusia. Kejadian 1:26 mengatakan bahwa manusia dijadikan oleh Allah menurut gambar dan rupa Allah sendiri. Ini adalah ungkapan yang luar biasa untuk manusia, tidak ada ciptaan lain di alam semesta ini yang mempunyai sebutan seperti itu. Manusia adalah ciptaan yang amat mulia karena dijadikan menurut gambar dan rupa Penciptanya. Tetapi, apa maksud dari kalimat tersebut? Apakah dengan demikian manusia sama dengan Allah?

Tidak terlalu mudah untuk menjelaskan apa maksud dari diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, paling tidak untuk mencapai pengertian yang cukup mendalam dibutuhkan lebih banyak penjelasan, tetapi saya mau coba bandingkan pernyataan itu dengan apa yang terjadi jika kita melihat foto seseorang. Bayangkan kita sedang memegang foto seseorang. Gambar dalam foto itu mampu menjelaskan sebagian dari ciri-ciri yang dimiliki oleh orang aslinya, pada suatu waktu tertentu. Misalnya, jika dalam foto itu (yang anggap saja diambil baru-baru ini) orang itu terlihat kurus, maka orang aslinya juga tentu kurus. Atau jika dalam foto itu orang tersebut terlihat memiliki kulit yang putih, maka orang aslinya juga tentu memiliki kulit yang putih.

Tidak sulit bagi kita untuk menyimpulkan gambar dalam foto itu adalah sama dengan orang aslinya, karena ada banyak ciri dari orang tersebut yang tertera dalam foto itu, bentuk wajah, warna rambut, potongan rambut, pakaiannya, alas kakinya dan seterusnya. Tetapi apakah itu berarti bahwa foto itu sepersis-persisnya sama dengan si manusia yang asli? Tentu saja tidak bukan?!. Paling tidak foto itu terdiri dari gambar dua dimensi yang hanya setebal kertas cetak. Paling tidak foto itu ukurannya tidak sebesar manusia aslinya bukan? Lalu foto itu tidak bisa bergerak, ia hanya bisa menunjukkan posisi tertentu pada detik tertentu. Ia tidak memiliki kehidupan. Foto itu tidak identik dengan manusia yang digambarkan di dalam foto tersebut.

Sebuah foto dapat menunjuk pada seseorang. Sebuah foto dapat memperkenalkan kita pada sosok seseorang. Tetapi foto bukanlah seseorang. Foto, sekalipun memuat ciri-ciri dari seseorang, merupakan sebagian yang sangat kecil saja dari keseluruhan pribadi orang yang digambarkannya.

Demikian pula halnya keberadaan manusia sebagai gambar dan rupa Allah. Ia memiliki ciri-ciri dari Allah. Dan dalam Kejadian 1:26 dikatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, “… supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi...”

Jadi, dalam hal apakah menurut ayat ini manusia dikatakan memiliki gambar dan rupa Allah? Dalam hal manusia diberi kuasa atas seluruh ciptaan Allah yang lain. Sama seperti Allah berkuasa atas segala sesuatu, demikian pula manusia memiliki ciri yang sama yaitu berkuasa atas segala ciptaan Allah. Tetapi apakah kuasa yang dimiliki oleh manusia sama seperti kuasa yang dimiliki Allah? Tentu saja tidak, sebab secara kualitas manusia bukanlah Allah. Manusia adalah ciptaan dan Allah adalah Pencipta. Ada jurang yang lebar dan tidak terseberangi antara kedua kualitas tersebut. Sama seperti ada jurang yang lebar dan tak terseberangi antara foto dan pribadi sebenarnya dari seseorang.

Sebagai ciptaan yang mulia, manusia memiliki banyak atribut yang juga terdapat pada Allah. Misalnya, manusia memiliki akal budi, kehendak, emosi, kemampuan menilai, kemampuan memberi pertimbangan, kemampuan mengasihi, memiliki cita rasa seni, kemampuan bernalar dll yang dapat dikatakan tidak dimiliki oleh makhluk lain di alam semesta. (Memang beberapa makhluk memiliki kualitas tertentu yang dimiliki manusia, tetapi dalam kualitas yang jauh lebih rendah).

Jadi ringkasnya, manusia adalah gambaran yang paling mendekati citra Sang Pencipta, dibanding ciptaan lainnya. Jika kita memandang manusia maka kita paling tidak punya sedikit gambaran tentang betapa mulianya Dia yang telah menciptakan manusia tersebut.

Tuhan Yesus memberkati (Oleh : Izar tirta).