Friday, April 28, 2023

Beberapa hal yang bukan merupakan tanda pengenalan akan Tuhan (Lukas 24:13-16)

Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem, dan mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka. PTetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia. (Lukas 24:13-16)



Buku "Kau Ubah Hidupku" 
Klik Disini.

Dari kisah dua murid Emaus ini, kita belajar bahwa ada beberapa hal yang seringkali secara keliru dianggap sebagai tanda bahwa seseorang mengenal Tuhan, padahal sebetulnya tidak demikian.

 

Pertama: banyak berbicara tentang Tuhan

Berbicara tentang Tuhan, berdiskusi tentang Dia, adalah hal yang baik. Jauh lebih baik daripada berbicara tentang hal-hal yang tidak ada artinya sama sekali, seperti gosip, membicarakan keburukan orang lain, meramalkan masa depan dan lain sebagainya. Tetapi jika kita menyangka bahwa banyak berbicara tentang Tuhan, banyak memakai kosa kata rohani dalam perbincangan sehari-hari, maka itu adalah tanda bahwa kita sudah banyak mengenal Tuhan, mungkin sangkaan kita itu tidak selalu benar juga. 

Peristiwa yang terjadi dalam perjalanan dua murid ke Emaus ini mengajarkan bahwa orang yang banyak membicarakan tentang Tuhan belum tentu merupakan tanda bahwa orang itu sudah memiliki pengenalan yang sejati. Dua murid itu banyak berdiskusi tentang Tuhan Yesus, tetapi mereka malah tidak mengenali ketika Tuhan Yesus berjalan bersama mereka. Manusia bisa bincang-bincang tentang Tuhan, tanpa mengenali kehadiran-Nya. Manusia bisa banyak bicara tentang Tuhan Yesus, tetapi mungkin bukan Tuhan sejati. Yang mereka bicarakan adalah Tuhan yang mereka pikir sudah mati. Padahal Tuhan Yesus yang sejati hidup dan ada di dekat mereka. [Tulisan sebelumnya: Para murid pun bisa gagal mengenali Tuhan Yesus, apalagi kita. Klik disini.]

Orang Kristen juga bisa seperti ini, bicara banyak tentang Tuhan, tetapi tidak peka akan kehadiran-Nya. Orang-orang Kristen bisa berdiskusi atau berdialog atau bahkan saling berdebat tentang Tuhan, tanpa memiliki kesadaran akan kehadiran Tuhan yang berjalan di dekat mereka. Ini kondisi yang bisa terjadi pada diri siapa pun kita sebagai orang Kristen. 

Jalan keluar dari persoalan ini bukanlah dengan berhenti berdiskusi tentang Tuhan, melainkan dengan cara meningkatkan kesadaran kita akan kehadiran Dia. Yang harus kita sadari adalah, jika orang yang membicarakan Tuhan sajapun masih bisa luput mengenali kehadiran Tuhan, apalagi orang yang tidak peduli sama sekali, bukan? Setidaknya dalam kisah ini kita belajar bahwa Tuhan pada akhirnya menghampiri, menyatakan diri dan memperbaiki kesalahan mereka.


Kedua: perasaan kita terhadap Tuhan

Perasaan kita tentang Tuhan, belum tentu sama dengan apa yang menjadi kenyataannya. Maksudnya begini, apabila kita merasa Tuhan itu jauh, maka kita yakin bahwa Tuhan memang sedang jauh, atau jika kita merasa dekat, maka kita yakin bahwa Tuhan itu dekat. Pada kenyataannya, dekat atau jauhnya kehadiran Tuhan, tidak selalu dapat dideteksi oleh perasaan kita.

Hal seperti ini pernah dicatat juga di dalam kitab Wahyu, di mana Anak Manusia itu dilukiskan sedang berjalan di antara kaki dian, yaitu gereja-Nya. Sebagai jemaat gereja yang teraniaya, perasaan ditinggalkan oleh Tuhan adalah hal yang cukup wajar apabila muncul. Memang tidak mudah bagi pemahaman manusia yang terbatas untuk menyatukan gambaran dari Tuhan yang mahabaik dan mahakuasa dengan gambaran tentang kejahatan dan penderitaan di dalam satu bingkai yang sama. Ada sesuatu yang menganggu perasaan kita sehingga kita cenderung sulit menerimanya. 

Tetapi kitab Wahyu dengan jelas mengatakan bahwa di dalam aniaya yang sedang terjadi itupun, Tuhan Yesus tidak jauh dari jemaat-Nya. Tuhan Yesus berjalan di antara kaki dian, yaitu jemaat gereja-Nya. Dan sambil menyatakan kehadiran-Nya, Tuhan Yesus juga menyatakan penilaian-Nya terhadap jemaat tersebut. Jadi bukan saja Tuhan sungguh-sungguh hadir, tetapi bahkan Tuhan secara aktif memperhatikan dan menilai dengan teliti apa yang dilakukan oleh tiap-tiap jemaat.

Seperti apa perasaan kita tentang Tuhan, bukan merupakan ukuran dari pengenalan kita akan Dia. Sebab perasaan kita sangat rapuh dan dapat dengan mudah disalahartikan oleh diri kita sendiri. Dari kisah Emaus kita belajar bahwa manusia bisa merasa bahwa Tuhan itu jauh, padahal Tuhan ada dekat bersama-sama mereka, dan berjalan bersama mereka.

Dari kitab lain kita juga belajar bahwa yang sebaliknya pun bisa saja terjadi, yaitu ketika manusia merasa dekat dengan Tuhan, padahal Tuhan jauh dan tidak bersama mereka. Injil Matius adalah contoh yang cukup tepat untuk kasus ini. Ada sekumpulan orang yang merasa bahwa mereka sedang mengerjakan banyak hal dengan mengatasnamakan Tuhan. Tetapi Tuhan sendiri ternyata mengatakan bahwa Ia tidak mengenal mereka (Matius 7:21). Kekeliruan seperti itu sungguh merupakan suatu tragedi yang sangat mengerikan apabila kita renungkan.

Solusi dari persoalan ini adalah dengan senantiasa berusaha kembali kepada Kitab Suci, sungguh-sungguh mencari kehendak Tuhan dan berusaha untuk mentaati kehendak Tuhan meskipun kita sendiri tidak sempurna.


Ketiga: mengenal Tuhan Yesus karena sosok fisik-Nya

Ada kelompok orang tertentu yang punya ketertarikan besar terhadap penampakan rupa manusia yang dianggap sebagai Yesus Kristus, atau Bunda Maria atau sosok-sosok religius lain. Entah mengapa, ada semacam kesan relijius pada peristiwa penampakan tersebut, baik terhadap tempatnya, yaitu di mana penampakan itu terjadi maupun pada orang-orang yang pertama melihatnya, bahkan bagi orang-orang yang datang berziarah ke tempat-tempat tersebut. Seolah dengan mengunjungi tempat-tempat seperti itu, ada semacam kesegaran rohani dan tambahan nilai rohani terhadap siapapun yang melakukannya.

Masalahnya adalah, di jalan menuju Emaus ini, Tuhan Yesus yang asli sungguh-sungguh hadir secara badani, bukan sebagai gambar penampakan seperti yang digandrungi orang masa kini, tetapi Tuhan Yesus yang asli ini, tidak mengizinkan dua murid Emaus itu untuk mengenal Dia dari sosok fisik-Nya. Tuhan Yesus tetap saja membiarkan kedua murid itu tidak mengenali Dia, sampai Tuhan sendiri yang memberitakan Firman kepada mereka.

Lalu pertanyaannya? Mengapa orang jaman sekarang justru merasa yakin bahwa Tuhan Yesus ingin dikenali lewat penampilan fisik-Nya? Bukankah ini merupakan hal yang sangat bertentangan dengan kehendak Tuhan Yesus sendiri?

Berdasarkan kisah dua murid Emaus ini, kita diajarkan untuk tidak mengenal Tuhan berdasarkan wajah-Nya, panjang rambut, jenggot  atau warna kulit-Nya, dan kita bersyukur akan hal itu. Sebab kalau jalan untuk mengenal Tuhan Yesus itu harus atau hanya melalui tampilan fisik, maka celakalah kita yang tidak hidup sejaman dengan Dia. Sebab kita tidak pernah tahu seperti apakah bentuk wajah dan postur tubuh Tuhan Yesus. Jadi bagaimana mungkin kita dapat mengenal Dia?

Tuhan ingin dikenal melalui Firman-Nya dan melalui perbuatan-Nya, bukan melalui sosok fisik-Nya. Dan itu bukan saja berlaku bagi kita di masa sekarang ini, tetapi berlaku pula bahkan bagi orang-orang yang hidup di jaman-Nya. Ini adalah kehendak Tuhan yang berlaku secara universal. Sehingga kita yang tidak hidup sejaman dengan Dia pun memiliki kesempatan yang sama dengan orang yang hidup di jaman Tuhan Yesus hadir, kita memiliki kesempatan yang sama untuk mengenal Dia. Dan kita bersyukur atas hal itu.


Kesimpulan

Mengenal Tuhan itu bukan kondisi yang bersifat statis, sekali jadi dan otomatis dimiliki oleh semua orang Kristen. Ada dinamika dan tanggungjawab manusia untuk berusaha sungguh-sungguh untuk mengenal Dia. Ada risiko untuk salah, tetapi ada kemungkinan untuk diperbaiki oleh Tuhan melalui nasihat dan teguran.

Orang yang mengaku Kristen tetapi tidak masuk di dalam dinamika ini, atau yang tidak tertarik untuk memikul tanggungjawab seperti ini, mungkin sebenarnya ia belum lahir baru. Sebab orang yang sudah lahir baru pasti ada ketertarikan bahkan kehausan untuk mengenal Tuhan Yesus. Orang yang sudah lahir baru akan bersedia untuk ditegur dan dikoreksi oleh Firman, karena ia tahu bahwa Tuhan menegur bukan karena benci tetapi karena kasih sayang-Nya. Kiranya Tuhan Yesus menolong kita. Amin.