Sunday, May 26, 2024

Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah. (Serie Doa Yabes)

 

Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah

 

Yabes berseru kepada Allah Israel, katanya: "Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku dari pada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku!" Dan Allah mengabulkan permintaannya itu. (1 Tawarikh 4:10)


Kiranya Engkau memberkati aku

Seruan Yabes agar Allah Israel memberkati dia, mengingatkan kita pada peristiwa pergulatan Yakub dengan Tuhan di tepi sungai Yabok. Setelah fajar menyingsing, ketika Tuhan akan meninggalkan dia, Yakub juga memohon agar Tuhan memberkati dia (Kej 32:26). Dua orang yang sama-sama sedang dalam pergumulan, dua orang yang sama-sama berseru kepada Allah Israel, dan dua orang yang sama-sama minta diberkati. Sulit untuk tidak melihat kesamaan di antara ke dua peristiwa, yaitu Yakub dan Yabes tersebut.

Pertanyaannya adalah pergumulan apa yang sedang mereka hadapi? Dan berkat apa yang sedang mereka minta dari Tuhan?

Bagi Yakub, pergumulan yang sedang ia hadapi adalah rasa takut karena sadar bahwa ia telah bersalah di hadapan Tuhan dan sesama. Yakub pernah menipu Esau, kakaknya, dan kini ia takut bahwa kakaknya akan marah sekali dan akan membunuh dia. Selain itu, Yakub juga merasa takut apabila ia harus mati dalam keadaan berdosa, maka ia harus berhadapan dengan penghakiman Ilahi atas dosa-dosanya tersebut.

Oleh karena itu, kita dapat menduga berkat apakah yang kiranya diminta oleh Yakub, dalam keadaan seperti itu, bukan? Apakah Yakub ingin berkat kekayaan yang berlimpah-limpah? Atau berkat kesehatan? Atau berkat puji-pujian dan pengakuan dari manusia? Tentu saja tidak.

Berkat yang dibutuhkan oleh Yakub adalah pengampunan dari Allah atas perbuatannya, sehingga ketika ia sudah menerima pengampunan dari Allah, ia sudah siap menerima konsekuensi dari Esau, apabila kakaknya itu masih marah kepadanya. Ketika Allah mengampuni Yakub, memang tidak ada jaminan baginya bahwa Esau juga akan mengampuni dia, tetapi hubungan yang dibereskan dengan Tuhan itu menjadi suatu landasan atau dasar bagi Yakub untuk berani menerima tanggungjawab atas perbuatannya di masa lalu.

Lalu sekarang, berkat apa yang diminta oleh Yabes melalui seruan kepada Allah Israel? Dalam konteks kitab Tawarikh sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan sebelumnya, maka dapat dipastikan bahwa bukan berkat berupa harta kekayaanlah yang diminta oleh Yabes. Hidup di era Hakim-hakim, Yabes bersama orang Israel lainnya, sedang berada dalam situasi peperangan dengan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah Israel.

Di dalam konteks peperangan seperti yang dihadapi oleh Yabes, ia meminta agar Tuhan yang telah mengutus dia untuk berperang itu berkenan untuk memberkati dia dengan keberanian dan kesetiaan.

Mengapa Yabes ingin mendapat berkat berupa keberanian? Sebab Yabes menghadapi peperangan yang diinisiasi oleh Tuhan, sebuah peperangan yang bersifat fisik, sekaligus merupakan peperangan yang bersifat rohani. Peperangan fisik yang dihadapi Yabes adalah peperangan yang benar-benar berhadapan dengan prajurit musuh yang bersifat garang serta berniat untuk membunuh lawannya, sehingga dalam peperangan itu pasti akan melibatkan otot, ketrampilan dasar untuk bertempur serta berisiko besar akan mengalami luka atau bahkan terbunuh dengan cara yang menyakitkan. 

Bersamaan dengan peperangan fisik ini, berkecamuk pula peperangan rohani, yaitu menumpas orang-orang berdosa yang menolak pengenalan sejati akan Tuhan. Kesesatan mereka harus ditumpas, agar dunia tidak semakin dicemari oleh ajaran sesat. Bagi kita di zaman modern ini, gagasan untuk menumpas orang berdosa yang tidak mengenal Tuhan secara fisik di dalam suatu peperangan, mungkin akan menjadi gagasan yang sulit diterima. Tetapi setidaknya ada dua hal yang harus kita pegang, pertama, gagasan yang sesat dari manusia yang tidak mengenal Tuhan, tetap harus kita lawan hingga saat ini, yaitu melalui pemberitaan Firman Tuhan dengan cara yang bertanggungjawab, secara gigih dan konsisten. Melalui pemberitaan Firman itu, kita turuf ambil bagian di dalam peperangan Ilahi dalam menumpas ajaran sesat dan ketidakmengenalan manusia akan Tuhan. Kedua, mengenai penumpasan secara fisik, memang semenjak zaman Perjanjian Baru hal itu sudah tidak diminta untuk dilakukan lagi oleh kita orang percaya, sebab kita telah diminta untuk menyerahkan segala penghakiman dan pembalasan ke dalam tangan Tuhan. 

Kita percaya bahwa pembalasan Tuhan itu bersifat pasti dan bersifat adil. Ada kalanya Tuhan mengizinkan orang jahat tetap hidup untuk jangka waktu tertentu, tetapi pada akhirnya kita tahu bahwa Tuhan memberi batas waktu bagi setiap orang, jika sudah tiba waktunya, maka orang-orang jahat yang menyesatkan dunia ini pasti akan ditumpas pula oleh Tuhan dengan cara-cara yang Tuhan sendiri tentukan. Ada yang mati karena sakit, ada yang mati karena dibunuh oleh aparat keamanan, ada yang mati karena kecelakaan dan lain sebagainya. Tuhan akan menjaga dan memelihara dunia ini dan Tuhan pasti akan membalas kejahatan manusia dengan penghakiman.

1 Tawarikh 4:41-43 dan 5:20 membicarakan tentang bangsa-bangsa yang harus ditumpas oleh orang-orang sebangsa dengan Yabes atas perintah Tuhan. Sebagai manusia yang normal dan bukan pembunuh profesional yang jiwanya penuh kebencian dan kesadisan, tentu saja Yabes dan sebagian besar orang Israel akan merasa takut untuk menghadapi peperangan yang bisa membawa risiko kematian. Oleh karena itu, bersama-sama, mereka juga berseru kepada Tuhan, mereka percaya kepada-Nya, sehingga mereka memiliki keberanian dalam menjalankan peperangan suci tersebut bagi Tuhan. 

Gambaran Alkitab tentang peperangan Tuhan, selalu bicara tentang penyertaan dari Tuhan, kekuatan dari Tuhan dan kemenangan dari Tuhan. Bukan seperti gambaran peperangan yang umumnya dikisahkan dalam cerita lain di luar Alkitab yang menekankan pada heroisme seorang manusia, dengan segala keberanian serta strateginya yang hebat. Di dalam peperangan Tuhan yang dibicarakan oleh Alkitab, Tuhanlah yang senantiasa menjadi pahlawan sejati, bukan manusia. Yabes menyadari hal itu, sehingga ia tidak mengandalkan hidupnya di atas kekuatannya sendiri, melainkan bersandar pada Tuhan yang memberikan berkat keberanian.

Sebagai orang Kristen, kita juga harus seperti Yabes dalam hal bersandar kepada Tuhan. Jangan memandang enteng peperangan rohani yang sedang berkecamuk di dalam dunia. Tanpa pertolongan dari Tuhan, maka segala strategi kita pasti akan menghasilkan kejatuhan, sebab lawan kita si iblis jauh lebih pandai daripada manusia manapun. Ketika kita pikir bahwa kita telah berhasil mengalahkan si iblis dengan kekuatan kita, maka sebenarnya justru pada saat itu kita telah masuk ke dalam perangkapnya. Kita menjadi sombong karena merasa menang, kita merasa tidak memerlukan Tuhan lagi, karena menganggap diri sendiripun mampu. Dan sementara kita sedang merasa menang seperti itu, iblis justru tertawa melihat jiwa kita yang terperangkap dalam kemenangan yang palsu tersebut, sebab target utama iblis justru adalah untuk menjauhkan manusia dari Tuhan, untuk membuat manusia merasa tidak memerlukan Tuhan lagi. Ironis sekali, bahwa di dalam kemenangan itu, kita justru sedang menuju kebinasaan.

Mengapa Yabes ingin mendapat berkat berupa kesetiaan? Sebab tanpa pertolongan Tuhan, manusia dengan mudah dapat berubah setia. Abraham yang disebut-sebut sebagai bapak kaum beriman pun pernah berubah setia, ia nyaris mengorbankan istrinya dan nyaris membuat Mesir dikutuk oleh Tuhan, sebagai akibat ketidaksetiaannya. Daud pernah berubah setia, Salomo pun pernah berubah setia. Bahkan murid-murid Tuhan Yesus pun tidak mampu untuk tetap setia menyertai Tuhan menuju Golgota. Dan secara khusus dalam 1Tawarikh 5:25 pun kita melihat orang-orang Israel yang berubah setia dari panggilan Tuhan.

Tidak seorang pun mampu untuk tetap setia kepada Tuhan, kecuali apabila Tuhan sendiri yang menganugerahkan hati yang setia kepada orang itu. Dan melalui Yabes kita belajar betapa dirinya memiliki rasa takut yang sehat, yaitu takut berubah setia kepada Tuhan ketika ia menjalankan tugasnya. 

Mengapa rasa takut Yabes disebut sebagai rasa takut yang sehat? Sebab rasa takut tersebut dikaitkan dengan Pribadi Tuhan. Banyak orang di dunia ini yang merasa takut akan sesuatu, tetapi ketakutan mereka diarahkan kepada hal-hal yang sebetulnya tidak penting (bahkan berdosa) di dalam pandangan Tuhan, misalnya, takut tidak diakui sebagai orang kaya, takut tidak diterima dalam status sosial tertentu, takut tidak dianggap penting oleh orang lain dan lain sebagainya. Semua itu merupakan rasa takut yang tidak ada hubungannya dengan Pribadi Allah, semua itu merupakan ketakutan yang timbul dari sifat kedagingan yang berdosa dan justru menjadi tanda bahwa orang tersebut belum atau kurang mengenal Allah yang sejati.

Yabes memiliki ketakutan yang ada kaitannya dengan Pribadi Allah, ia takut tidak setia pada-Nya, itu sebabnya ia meminta Tuhan memberkati dia dengan kesetiaan. Berapa banyak di antara kita yang masih setia untuk Tuhan setelah sekian lama menjadi Kristen? Adakah kita memohon dengan sungguh-sungguh agar Tuhan memberkati kita dengan kesetiaan? Ataukah dengan sikap yakin yang palsu kita menganggap bahwa hal itu tidak perlu terlalu diperhatikan? Kita berasumsi saja, bahwa sekali setia maka pasti akan tetap setia? Itu sikap yang sangat keliru. Mari belajar dari Yabes yang dengan rendah hati tetap memohon agar Tuhan memberkati dia dengan kesetiaan.


Berlimpah-limpah di dalam keberanian dan kesetiaan.

Jika kita sudah memahami berkat apa yang diminta oleh Yabes, maka mungkin kita bisa memahami mengapa Yabes meminta berkat tersebut secara melimpah-limpah. Yabes sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa, namun harus mengemban tugas yang besar dari Allah, itu sebabnya ia memohon agar Tuhan memberkati dia dengan berlimpah, agar ia mampu mengemban tugas mulia tersebut.

Harapan Yabes untuk mendapat berkat keberanian dan kesetiaan yang melimpah adalah gambaran orang yang rendah hati dan sadar akan betapa berlimpahnya Pribadi Tuhan, sadar akan betapa pentingnya pekerjaan Tuhan dan sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa. Tidak jarang orang Kristen yang justru bersikap sebaliknya dari sikap Yabes. Karena tidak mengenal siapa Tuhan, maka mereka pun tidak berdoa minta apa-apa pada-Nya. Karena tidak sadar akan tugas tanggung jawab yang diberikan oleh Tuhan, maka mereka tidak sungguh-sungguh di dalam berdoa. Dan karena memandang diri terlalu tinggi, di dalam rasa percaya diri yang palsu, dan terlalu memandang remeh tantangan yang dihadapi, akhirnya mereka merasa tidak terlalu membutuhkan pertolongan dari Tuhan.

Sangat tidak tepat jika berkat berlimpah-limpah yang dituliskan disini kemudian dipahami sebagai berkat materi, atau kesehatan atau kemuliaan dunia, sebab pasti bukan itu yang dipikirkan oleh Yabes. Mengapa kita bisa yakin bahwa bukan itu yang diminta oleh Yabes? Pertama, sebab apabila permintaan Yabes bersifat materi dan duniawi, maka tentu tidak akan cocok dengan konteks yang sedang dihadapi oleh Yabes saat itu. Kedua, jika permintaan Yabes bersifat material dan duniawi, maka tidak mungkin Tuhan mengabulkan permintaan tersebut.

Darimana kita tahu bahwa yang didoakan oleh Yabes, bukan kelimpahan harta atau kesehatan atau status sosial yang tinggi di mata manusia?

Sudah menjadi rahasia umum bahwa hati kita yang berdosa ini jauh lebih mudah untuk tertarik kepada kelimpahan harta duniawi, kelimpahan akan kesehatan badani serta kelimpahan pengakuan dari orang lain akan betapa hebatnya, mulianya dan luarbiasanya diri kita. Jauh di dasar lubuk hati manusia, ada kerinduan untuk menjadi seperti Allah (Kejadian 3).

Oleh karena itu, boleh jadi kepopuleran Doa Yabes di kalangan orang Kristen pun sebenarnya disebabkan karena secara sepintas doa ini terdengar seperti jalan keluar yang sangat rohani untuk memenuhi hasrat jiwa kita yang terdalam akan kelimpahan materi dan berbagai kemuliaan duniawi tadi. Pertanyaannya, akankah kita masih tetap menyanyikan Doa Yabes dengan sepenuh hati apabila kita sudah mengerti makna yang sebenarnya dari doa ini?

Kelimpahan yang diminta oleh Yabes, sudah pasti bukan kelimpahan materi atau kelimpahan akan kemuliaan dan kemegahan duniawi, sebab hal itu pasti akan bertentangan dengan prinsip-prinsip mendasar yang diajarkan di dalam Alkitab. Selain itu, doa-doa yang dipanjatkan untuk memenuhi nafsu duniawi seperti demikian, sudah pasti tidak mungkin akan dikabulkan oleh Tuhan (Yakobus 4:3)

Alkitab tidak mengajarkan kelimpahan materi sebagai sesuatu yang harus dikejar oleh orang percaya. Yang diajarkan oleh Alkitab agar dikejar oleh orang Kristen adalah:

  • sifat ke-Raja-an Allah (Matius 6:33)
  • wajah Allah atau pengenalan akan Pribadi Allah (2 Tawarikh 7:14)
  • kehidupan spiritual yang berbuah (Roma 7:4)
  • kekudusan hidup di hadapan Allah. (1 Petrus 1:16)

Mengenai kebutuhan manusia akan materi, Tuhan yang memelihara kita telah berjanji bahwa Dia sendirilah yang akan mencukupkannya bagi kita, sehingga tidak perlulah kita sedemikian banyak mengerahkan energi atau merasa sedemikian khawatir semata-mata untuk mencari apa yang harus dimakan atau diminum atau dipakai. Itu semua adalah hal-hal yang dicari oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah. (Matius 6:31-32)

Bagi orang yang mengenal Allah, Tuhan Yesus mengajar kita melalui Doa Bapa Kami untuk meminta makanan yang secukupnya saja (Matius 6:11), bukan makanan yang berlimpah-limpah, bukan berkat materi yang berlimpah-limpah, sebagaimana yang disalahmengerti oleh orang Kristen ketika membaca doa Yabes. Prinsip serupa dengan yang diajarkan oleh Tuhan Yesus ini, dapat kita temukan pula dalam tulisan Paulus, demikian : Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. (1 Timotius 6:8)

Jadi melalui perspektif Doa Yabes, kita diajar untuk meminta berkat rohani (seperti keberanian dan kesetiaan) yang berlimpah-limpah, tetapi melalui Doa Bapa Kami, kita diajar untuk meminta berkat jasmani (seperti makanan) yang secukupnya saja. Inilah prinsip Alkitab yang benar. Dan hal itu dapat kita lihat pula dalam kehidupan Tuhan Yesus dan para murid-Nya yang jauh dari gelimangan harta, hidup dalam kesederhanaan dan bahkan meninggal dunia secara terbunuh oleh orang-orang yang jahat.

Meski demikian, cukup disayangkan bahwa di dalam kehidupan orang Kristen sehari-hari, justru sebaliknya-lah yang lebih sering terjadi. Orang Kristen lebih tertarik pada berkat jasmani yang berlimpah, tetapi tidak ada atau kurang memiliki kepedulian pada berkat rohani. Orang Kristen pun lebih sering menganggap kesehatan fisik jauh lebih penting daripada kesehatan spiritual. Orang Kristen begitu tertarik pada ibadah penyembuhan fisik yang disertai mukjizat, tetapi tidak tertarik pada ibadah yang bersifat pengajaran Alkitab. Padahal jenis ibadah yang disebutkan pertama tadi lebih fokus pada kesembuhan fisik, sedangkan jenis ibadah yang disebutkan kedua, justru dapat menyembuhkan sakit rohani, melalui pengenalan yang benar akan Allah. Jika hasrat orang Kristen saat ini sudah sedemikian berbeda dalam cara pandang dan cara hidup Tuhan Yesus, maka bagaimana mungkin mereka akan memiliki persekutuan yang benar dengan Dia?

Tidak sedikit orang Kristen yang begitu menyukai perkataan Tuhan Yesus di dalam Injil Yohanes yang berbunyi: Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. (Yohanes 10:10), karena di dalam benak mereka Tuhan Yesus akan memenuhi hasrat mereka terdalam akan kekayaan materi, kesehatan dan berbagai kemuliaan dunia. Padahal bukan itu yang Tuhan Yesus maksudkan.

Yang Tuhan Yesus maksudkan dengan hidup berkelimpahan di dalam Yohanes 10 adalah hidup dari seseorang yang rela memberikan apapun bagi orang yang dikasihi, bagaikan seorang gembala yang rela menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya (lihat Yohanes 10:11,15 dan 17)

Orang yang hidup berkelimpahan menurut versi Alkitab adalah orang yang hatinya rela dan siap untuk memberi atau berbagi dengan sesamanya, karena orang itu berkelimpahan dengan cinta kasih Tuhan. Dan pemberian terbesar yang dapat diberikan oleh seseorang bagi sesama yang dikasihinya itu adalah nyawanya atau hidupnya sendiri. Tuhan Yesus sendiri pernah berkata: Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya (Yohanes 15:13).

Jadi sangatlah keliru apabila menafsirkan perkataan Tuhan Yesus tentang "hidup berkelimpahan" sebagai kehidupan yang berkelimpahan akan harta, kesehatan badani ataupun berlimpah di dalam bentuk-bentuk kemuliaan duniawi lainnya.

Kita perlu berhati-hati di dalam memaknai perkataan-perkataan di dalam Alkitab. Jangan biarkan hasrat kita yang berdosa atau nafsu kita akan dunia ini mempengaruhi cara kita memahami Firman Tuhan. Kita perlu menggali makna yang sebenarnya dari sebuah ayat dengan mempertimbangkan ayat-ayat lain di dalam Alkitab dan juga mempertimbangkan konteks dari ayat itu sendiri, sebab itulah cara yang paling bertanggungjawab di dalam menafsirkan Alkitab. Dan sebagai tambahan akhir yang justru paling penting adalah, kita perlu berdoa dengan hati yang jujur dan terbuka agar Roh Kudus memberi pengertian kepada kita sebab Roh Kudus-lah yang telah menuliskan ayat-ayat tersebut.

Kita masih akan melanjutkan pembahasan mengenai Doa Yabes di dalam tulisan-tulisan mendatang.

Berlanjut ke tulisan berjudul:
Kiranya Engkau memperluas daerahku. Klik disini.