Mengapa Yabes lebih dimuliakan dari saudara-saudaranya? |
Yabes lebih dimuliakan dari pada saudara-saudaranya; nama Yabes itu diberi ibunya kepadanya sebab katanya: "Aku telah melahirkan dia dengan kesakitan." (1 Tawarikh 4:9)
Mengapa doa Yabes menjadi sangat terkenal? Padahal itu merupakan doa yg sangat pendek? Dan bahkan nama Yabes sendiri pun sebetulnya hanya satu kali saja muncul di seluruh Alkitab.
Mengapa doa-doa seperti puji-pujian Hana misalnya kurang digali? Atau nyanyian pujian Maria contohnya? Mengapa tidak ada lagu untuk puji-pujian seperti itu? Padahal namanya jelas merupakan pujian Hana dan nyanyian pujian Maria.
Apakah karena isi dari doa Yabes yang sangat menarik, yang diam-diam telah membangkitkan hasrat kita yangbterdalam akan materi, kenyamanan dan cinta pada diri sendiri? Hanya diri kita dan Tuhan saja yang tahu tentang motivasi kita tersebut.
Tetapi jika kita kembali kepada Alkitab, kita mendapati bahwa nama Yabes hanya muncul satu kali saja, yaitu dalam 1 Tawarikh 4 ini, khususnya ayat 9 dan 10 yang membicarakan isi dari doa Yabes dan bagaimana respon Allah terhadap doa Yabes tersebut. Artinya, tidak banyak informasi yang dapat kita gali hanya berdasarkan dua ayat itu saja, sehingga kita harus berhati-hati sekali ketika ingin mengerti ayat ini, agar jangan sampai membuat penafsiran yang sesuka hati, sesuai angan-angan kita sendiri saja.
Dalam menafsirkan ayat-ayat Alkitab yang cukup minim informasi seperti Doa Yabes ini, kita harus memakai prinsip-prinsip yang sudah ada di dalam bagian-bagian lain dari Alkitab dan membandingkan dengan apa yang dikatakan dalam doa Yabes ini. Prinsip penafsiran semacam ini biasa disebut dengan istilah: Alkitab menafsirkan Alkitab.
Dalam konteks zaman apakah Kitab Tawarikh ditulis?
Tawarikh ditulis oleh Ezra, tahun 440 SM dan di dalamnya menceritakan tentang peristiwa yang terjadi pada sekitar tahun 1.000-960 SM, dan bahkan ada pula sedikit pembahasan tentang Adam. Jadi singkatnya kitab ini memulai dari Adam, lanjut pada kisah penaklukan Kanaan, pemerintahan Daud, Salomo, raja-raja dan akhirnya tentang pembuangan bangsa Israel ke Babel.
Mengapa demikian? Sebab kitab ini ditulis kepada generasi baru Israel. Ini adalah bangsa yang baru saja keluar dari pembuangan. Mereka perlu diingatkan akan sejarah bangsa mereka agar memahami jati diri mereka yang sesungguhnya.
Israel dibuang ke Babel pada 586 SM, lalu pada kira-kira tahun 516 SM, oleh bangsa Persia mereka diizinkan untuk kembali ke Kanaan dan membangun Bait Allah. Jadi ada sekitar 70 tahun, mereka terbuang dari hadapan Tuhan, yang ditandai dengan terpisahnya mereka dari Bait Suci.
Sekilas tentang Sejarah Bait Suci, Bait Suci adalah suatu perwakilan dari kehadiran Allah secara khusus di tengah-tengah umat-Nya. Memang Bait Allah adalah bangunan buatan manusia, tetapi bangunan tersebut dijadikan simbolisasi kehadiran Allah yang nyata, sehingga menjadi suatu elemen yang sangat penting di dalam penyembahan kepada Yahwe. Secara substansi memang kita mempercayai Allah yang Mahabesar, yang kebesaran-Nya tidak mungkin di tampung di dalam sebuah bangunan buatan manusia. Tetapi di dalam anugerah-Nya, Tuhan telah bersedia menyatakan diri-Nya secara khusus di dalam Bait tersebut.
Di dalam sejarah Alkitab, semenjak keluar dari Mesir dan mengembara di padang gurun, bangsa Israel beribadah kepada Yahwe yang menandai kehadiran-Nya melalui Kemah Suci (Keluaran 25:9). Dan bangsa Israel terus beribadah, selama kurang lebih 500 tahun, di depan Kemah Suci itu sampai Salomo mendirikan Bait Suci. Hal itu dapat kita baca dalam Alkitab, demikian: Di hadapan Kemah Suci, yakni Kemah Pertemuan, mereka melayani sebagai penyanyi sampai Salomo mendirikan rumah TUHAN di Yerusalem. Mereka melakukan tugas jabatannya sesuai dengan peraturannya (1 Tawarikh 6:32).
Pada tahun 957 SM, Salomo mendirikan Bait Suci yang pertama. Namun Bait ini kemudian dihancurkan oleh Nebukadnezar dari Babilonia pada tahun 587/586 SM dan mengangkut orang Israel ke negri Babel.
Kelak, seperti dikatakan di atas, Bait Allah ke dua dibangun kembali pada saat bangsa Israel diizinkan untuk datang kembali ke Kanaan. Pembangunan Bait Allah kedua dipimpin oleh seorang bernama Zerubabel, Alkitab mencatat demikian: Pada waktu itu mulailah Zerubabel bin Sealtiel dan Yesua bin Yozadak membangun rumah Allah yang ada di Yerusalem. Mereka didampingi dan dibantu oleh nabi-nabi Allah. (Ezra 5:2)
Bait Allah yang ada pada zaman Tuhan Yesus adalah Bait Allah kedua yang telah diperbesar, diperbaharui secara cukup masif oleh Herodes. Waktu yang dipakai oleh Herodes untuk merenovasi Bait Allah adalah 46 tahun, yaitu dari 20 SM sampai dengan 26 M. Hal itu sempat dituliskan oleh rasul Yohanes demikian : Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?" (Yohanes 2:20).
Generasi baru Israel pembaca kitab Tawarikh, perlu mengetahui sejarah perbuatan Allah kepada leluhur mereka, bagaimana Allah membuang Israel, bagaimana Allah memelihara Israel dan bagaimana Allah mengembalikan mereka ke Tanah Perjanjian, agar mereka mengenal siapa Allah yang mereka sembah dan siapakah jatidiri mereka yang sebenarnya, yaitu umat pilihan Allah yang mendapat anugerah, sekaligus mendapat tugas dan tanggungjawab sebagai wakil Allah di dunia ini.
Yabes diperkirakan hidup di dalam konteks jaman hakim-hakim, yaitu sesudah bangsa Israel masuk ke tanah Kanaan. Mereka diberikan tanah perjanjian, sebagai sebuah anugerah, sekaligus sambil memikul tanggungjawab, yaitu berperang melawan bangsa lain yang tidak mengenal Tuhan. Inilah tanggungjawab sebagai wakil Tuhan dalam menyatakan kesucian-Nya serta penghakiman-Nya atas bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.
Dalam konteks Hakim-hakim ada dua hal yang perlu dijaga oleh umat Tuhan, yaitu keberanian untuk melawan bangsa lain dan kesetiaan kepada Allah, agar tidak menyimpang kepada allah lain yang disembah oleh orang Kanaan.
Yabes lebih dimuliakan daripada saudara-saudaranya
Mengapa Yabes dikatakan lebih dimuliakan daripada saudara-saudaranya? Alkitab tidak memberikan penjelasan yang eksplisit tentang mengapa, tetapi dari teks-teks selanjutnya kita membaca setidaknya ada dua hal yang mau diajarkan kepada generasi baru Israel, yaitu:
- bahwa Yabes lahir dari kesakitan.
- bahwa Yabes berseru/berdoa pada Allah Israel.
Tetapi, apa hubungan antara kesakitan dan kemuliaan? Hidup di dunia bersama Tuhan, hal pertama yang harus kita hayati bukanlah bagaimana hidup penuh sukacita, apalagi kemuliaan ala dunia, melainkan merenungkan apa artinya berdukacita secara rohani.
Tuhan Yesus pernah berkata: Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur (Matius 5:4). Dukacita adalah emosi yang sewajarnya dimiliki oleh orang-orang yang sudah melihat kesucian Allah, melihat keberdosaan dirinya dan melihat keadaan dunia yang sedang berjalan menuju kebinasaan ini. Apabila kita tidak memiliki perasaan berduka atas kehidupan kita di dunia ini, maka agak disangsikan apakah kita juga sudah mengerti apa itu Injil Keselamatan Allah, apa itu karya keselamatan yang dikerjakan Kristus. Kematian Kristus di atas kayu salib sudah pasti bukan suatu kejadian yang pantas kita tanggapi dengan tertawa-tertawa, senyum-senyum dan apalagi berpesta. Tuhan sedang mengalami kematian, yang sebenarnya merupakan kematian kita sendiri, apakah sukacita merupakan sikap yang tepat dalam menanggapi penderitaan dan kematian Tuhan kita?
Baru setelah ada kebangkitan, ada penghiburan serta ada pengharapan di dalam Tuhan yang bangkit itulah, maka kita punya alasan untuk bersukacita.
Di dalam kitab Yesaya kita mendapati penggalan kalimat seperti ini: ..".untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung" (Yesaya 61:2). Dari kalimat tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa tanpa adanya penghayatan akan perkabungan, bagaimana mungkin akan ada penghiburan yang dari Tuhan?
Kekristenan yang hanya mengerti sukacita, gembira-gembira, senda gurau, tetapi tidak mengerti apa itu kematian di dalam Tuhan dan tidak mengerti dukacita rohani apa yang meliputi dunia, bukanlah kekristenan sejati, sebab Tuhan datang untuk menghibur yang berduka. Tetapi sebaliknya, kekristenan yang murung, sedih, marah putus asa terus menerus, juga bukan kekeristenan sejati, sebab pengharapan di dalam Tuhan bukanlah sesuatu yang sia-sia.
Dalam Perjanjian Lama pun ada gambaran yang cukup kontras tentang kehidupan keluarga Kain dan keluarga Set. Di mana keluarga Kain diisi oleh orang-orang yang sukses, gagah perkasa, sedap dipandang, sedangkan keluarga Set justru tidak ada penyebutan apapun tentang prestasi mereka. Keluarga Kain tidak ada penghayatan akan hidup menderita, justru mereka yang membuat orang lain menderita. Keluarga Kain tidak ada penghayatan bahwa mereka berdosa, hidup di tanah yang terkutuk, sedang sebaliknya keluarga Set justru adalah keluarga yang mengerti apa itu penderitaan, apa itu kutukan dari Tuhan, sehingga mereka menantikan penghiburan dari Tuhan. Dan ketika Tuhan akhirnya memberi penghiburan, mereka pun sangat bersuka cita, sebagaimana yang dicatat oleh Alkitab demikian: 28 Setelah Lamekh hidup seratus delapan puluh dua tahun, ia memperanakkan seorang anak laki-laki, 29 dan memberi nama Nuh kepadanya, katanya: "Anak ini akan memberi kepada kita penghiburan dalam pekerjaan kita yang penuh susah payah di tanah yang telah terkutuk oleh TUHAN." (Kejadian 5:28-29). Keturunan Set, pengganti Habel, justru menghayati apa itu hidup bersusah payah dan apa artinya hidup dibawah keterkutukan.
Keluarga Kain tidak mengerti apa artinya berduka di hadapan Tuhan. Mereka tahu bagaimana sukses mengatasi masalah, bagaimana sukses mengalahkan orang lain, sukses menguasai dunia dan menjadi kaya. Sementara keluarga Set justru mengerti apa itu berduka. Dan kita (seharusnya) sudah tahu, kehidupan mana yang diperkenan oleh Tuhan, dan mana yang dikutuk oleh Tuhan, bukan?
Kita mungkin sering berduka, tetapi apa yang seringkali membuat kita berduka? Karena perekonomian yang sedang turun? Karena orang lain tidak mengerti kita? Karena tidak dihargai atau kurang dikagumi oleh orang banyak? Apabila kedukaan kita hanya sebatas hal-hal ini, maka penghiburan dari Kristus tidak akan relevan bagi kita. Tetapi apabila kedukaan kita disebabkan oleh kesadaran akan dosa kita, kesadaran akan ketidakmampuan kita membalas cinta kasih Tuhan, kesadaran bahwa kita belum bisa mengasihi sesama kita atau kedukaan yang timbul karena hati yang makin selaras dengan hati Tuhan yang juga sedang berduka melihat kerusakan di dunia ini, maka kedatangan Kristus benar-benar merupakan penghiburan bagi kita.
Jadi, mengapa Yabes lebih mulia dari saudaranya?
Alasan Pertama mengapa Yabes dimuliakan adalah: karena ia mengerti apa artinya menderita bersama Tuhan di dalam dunia yang terkutuk ini. Yabes adalah gambaran dari Kristus yang juga mendapat kemuliaan setelah melewati penderitaan. Iniil Lukas mencatat demikian: Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?" (Lukas 24:26)
Perhatikan hubungan antara penderitaan dan kemuliaan dalam hidup Kristus, seperti yang dikatakan dalam Injil Lukas. Tidak jarang orang Kristen berpikir, "yang menderita itukan Kristus, bukan saya, berarti saya aman dong?" Atau cara berpikir lain adalah: "Justru karena Kristus sudah menderita, maka berarti saya bebas, tidak harus menderita lagi."
Sepintas cara berpikir seperti itu ada benarnya, tetapi kalau kita berpikir demikian, maka hal ini hanya menunjukkan, bahwa kita tidak ada relasi kasih dengan Dia. Sebab kalau kita menyayangi seseorang, lalu orang itu menderita. Apakah kita dengan mudahnya dapat berkata: "biarlah itu urusan Dia, yang menderita itukan dia, saya kan tidak?"
Lagipula, Alkitab sendiri tidak mendukung cara berpikir seperti yang saya uraikan dalam paragraf di atas. Alkitab, khususnya Kitab Roma berikut ini, justru berkata: Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. (Roma 8:17)
Alasan Kedua mengapa Yabes lebih dimuliakan adalah karena Yabes berdoa atau berseru kepada Allah yang benar. Hal itu dapat kita ketahui dari ayat berikutnya, yaitu: Yabes berseru kepada Allah Israel (1 Tawarikh 4:10).
Apa hubungan antara doa dan kemuliaan? Doa adalah suatu perbuatan yang membedakan antara manusia dan binatang. Darimana kita tahu prinsip seperti ini? Dari kisah Nebukadnezar dalam Daniel 4:34. Nebukadnezar dianggap sebagai manusia oleh Tuhan ketika ia bisa berdoa kepada Yahwe. Sebelum ia bisa berdoa, berkata-kata kepada Tuhan, maka bagi Tuhan Nebukadnezar pada dasarnya adalah binatang.
Begitu pentingnya doa dalam kehidupan orang percaya, namun sayangnya, tidak semua orang Kristen bisa dan biasa berdoa. Ada orang Kristen yang tidak bisa berdoa, ketika tiba-tiba ditunjuk untuk berdoa, orang itu ketakutan dan menolak, lalu dengan agak panik meminta agar orang lain saja yang berdoa. Dalam konteks kehidupan orang Kristen, menolak untuk berdoa di depan umum adalah indikasi sederhana dari kehidupan pribadi yang jarang atau tidak pernah berdoa. Ia tidak biasa berbicara dengan Tuhan sehingga ketakutan ketika diminta berdoa secara spontan sambil didengarkan orang lain. Atau mungkin juga orang itu memang pernah berdoa, tetapi doa yang diucapkan adalah doa hafalan yang diucapkan berulang-ulang, tanpa ia sendiri menyadari apa yang sedang ia katakan kepada Tuhan, sehingga ucapan tersebut lebih mirip sebuah mantra ketimbang sebuah pembicaraan antara orang percaya dengan Tuhannya.
Di sisi lain, ada juga orang yang kelihatannya seperti pandai berdoa, fasih lidah, tahu memakai kata-kata yang tepat, enak di dengar dan bahkan berdoa dalam durasi yang panjang. Tetapi belum tentu orang seperti ini memang biasa berdoa di dalam kehidupannya, dalam arti, belum tentu senantiasa melibatkan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, belum tentu bertanya kepada Tuhan ketika akan mengambil keputusan. Di depan orang lain keliatan pandai berdoa, tetapi di dalam keseharian ia lebih mengandalkan kepandaiannya, kekayaannya, koneksinya, pengalamannya dan lain-lain, ketimbang mengandalkan Tuhan melalui doa. Ketrampilannya berdoa di depan orang lain mungkin disebabkan karena ia memang pandai bicara, atau mungkin juga karena orang itu ingin pamer saja di depan orang lain agar kelihatan hebat, kelihatan rohani dan lain sebagainya.
Pada praktiknya ada orang-orang yang merasa dirinya cukup hebat, cukup pandai, cukup berani, cukup berpengalaman, sehingga merasa tidak perlu berdoa. Bagi orang seperti itu, doa hanya menjadi pilihan yang terakhir, ketika usaha manusia tampak menemukan jalan buntu, ketika tantangan sudah terlalu besar.
Yabes berbeda, ia disebut lebih mulia dari saudara-saudaranya karena ia berseru kepada Allah Israel. Yabes dalam hal ini adalah sosok yang seperti Kristus, yang juga senantiasa berdoa di dalam segala situasi. Kristus berdoa sebelum memilih murid-murid-Nya (Lukas 6), Ia berdoa di pagi hari ketika hari masih gelap (Markus 1:35), berdoa sebelum menolong para murid yang terkena badai (Matius 14:23), Tuhan Yesus berdoa di Taman Getsemane sebelum Ia mengalami penderitaan di atas kayu salib.
Berdoa adalah gesture kerendahan hati di hadapan Allah. Jika Kristus saja yang mahakuasa, mau merendahkan diri-Nya di hadapan Bapa, mengapa kita manusia justru tidak? Itu sebabnya, ketika ada manusia yang bersikap seperti Kristus, mau merendahkan dirinya di dalam doa, mau membiarkan Tuhan memimpin langkah hidupnya, mau meminta petunjuk Allah dalam mengerti kebenaran, mau bersandar pada kekuatan Tuhan dan bukan pada kekuatannya sendiri, mau bersandar pada hikmat Tuhan dan bukan pada pengertiannya sendiri, maka wajar sekali apabila orang itu dianggap lebih mulia daripada saudara-saudaranya yang tidak demikian.
Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita.
Bersambung ke tulisan selanjutnya:
Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah. Klik disini.