(Sebuah renungan antara Natal dan Paskah)
Oleh: Novizar Tirta
Lho? Memangnya moment dan momentum itu beda yach?
Jelas beda. Moment (karena ini sudah jadi bahasa Indonesia, boleh juga ditulis “momen”) memiliki beberapa pengertian. Dalam bahasa Inggris, “moment” dapat didefinisikan sebagai “very brief period of time” atau “exact point in time.” Sedangkan dalam bahasa Indonesia, momen dimengerti sebagai “waktu yang pendek” atau “saat.” Dalam hal ini, kita melihat bahwa baik bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia memiliki pengertian yang sama tentang istilah moment (momen) ini, yaitu berkenaan dengan periode waktu yang singkat.
Bagaimana dengan momentum? Dalam bahasa Inggris, momentum dimengerti sebagai “force that increases the rate of development of a process.” Sedangkan dalam bahasa Indonesia, momentum adalah “sifat benda bergerak” atau boleh juga dipahami sebagai “gerakan.” Jadi, kalau boleh saya simpulkan, karakteristik dari momentum adalah terdapatnya suatu daya atau upaya, lalu adanya gerakan (sebagai kontras dari sesuatu yang bersifat statis atau monoton) dan tentu saja harus ada pula arah dan tujuan. Sebab bukankah setiap benda yang bergerak pasti ada arah gerakannya? Termasuk dalam karakteristik suatu momentum yang saya lihat adalah adanya pembangunan (development) atau boleh juga ditafsirkan sebagai progress (kemajuan) serta adanya suatu proses.
Dari penjabaran terhadap arti kata moment dan momentum, kita dapat melihat bahwa kedua kata itu memang jelas memiliki pengertian yang jauh berbeda, sekalipun cara melafalkannya terdengar hampir sama.
Lalu, apa arti penting semuanya itu?
Sering kali kita berpikir atau melihat Natal hanya dari sudut pandang moment atau sudut pandang periode waktu yang singkat. Biasanya kita mengasosiasikan Natal dengan bulan Desember sampai kira-kira dua minggu pertama di bulan Januari. Setelah semuanya berlalu, maka kita melupakan Natal dan kembali pada kesibukan semula, seolah tidak pernah terjadi apa-apa di waktu Natal yang baru saja lewat itu (Kecuali tagihan kartu kredit yang membengkak sehubungan dengan aktivitas belanja liburan Natal kita tentunya, atau barangkali?)
Saya akui, saya juga sering terjebak dalam cara pandang seperti ini. Tetapi saya ingin mengusulkan suatu cara pandang lain, yaitu melihat Natal bukan sekedar sebagai moment, yang dapat datang, berlangsung dan akhirnya berlalu, melainkan sebagai suatu momentum; artinya suatu gerakan. Dan karena ini adalah suatu gerakan, maka ia tidak perlu dibatasi oleh waktu. Kita dapat membicarakan dan memikirkannya at any time. Dan karena ia adalah suatu gerakan, maka dibutuhkan upaya atau usaha, dinamika, arah tujuan, pembangunan/kemajuan (atau progress) serta adanya suatu proses.
Mengapa saya mengusulkan demikian?
Karena pertama-tama, tentu saja melakukan gerakan semacam ini pasti ada faedahnya, khususnya di dalam hubungan dengan pengenalan kita terhadap Kristus Yesus. Kedua, pada dasarnya ada begitu banyak hal yang dapat kita pelajari dari Natal, lebih banyak dari waktu yang tersedia selama bulan Desember dan Januari. Dan ketiga, kita bisa memberi waktu kepada diri kita untuk mencerna pesan Natal di dalam pikiran kita dan mulai mencoba mengaplikasikan ajaran-ajaran di dalamnya pada kehidupan kita sehari-hari. Anda tentu setuju jika saya katakan bahwa proses tersebut membutuhkan waktu bukan?
Alasan keempat adalah bahwa membicarakan Natal dapat merupakan suatu persiapan yang baik pula untuk menyambut Paskah yang umumnya hanya berselang sekitar empat bulan setelah Natal.
Tidak sedikit orang yang mengganggap hari Natal lebih penting daripada Paskah, namun banyak pula yang melihat bahwa justru Paskah-lah yang lebih penting daripada Natal. Bagi saya, ide bahwa kedua peristiwa itu dapat dipisahkan-pisahkan saja sudah merupakan gagasan yang tidak tepat. Natal dan Paskah harus dilihat sebagai satu kesatuan, tidak boleh dipisah-pisahkan. Karena arti penting dari peristiwa yang satu amat bergantung pada peristiwa yang lain.
Dasar dari argumentasi saya adalah demikian: Natal tidak akan mencapai maksud dan tujuan Allah bagi umat manusia secara keseluruhan, jika Yesus yang lahir di Betlehem itu pada akhirnya tidak mati di kayu salib dan bangkit pada hari ketiga, karena tujuan dari Natal adalah “menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” (Matius 1:21). Tujuan mana tidak mungkin tercapai tanpa adanya pencurahan darah Yesus yang dilanjutkan dengan peristiwa kebangkitan. Di sisi lain, kematian Yesus di kayu salib hanya berhenti sebagai satu memori tragis seorang pemuda saleh yang rela berkorban, jika Yesus bukan sungguh-sungguh Allah yang menjadi Manusia. Kualitas Yesus sebagai Pribadi Allah yang menjadi Manusia adalah sangat signifikan bagi tugas yang kelak diemban-Nya di atas kayu salib; kualitas mana diperlihatkan-Nya melalui peristiwa Natal.
Jadi, jelas sekali bahwa kedua peristiwa ini secara substantial, tidak dapat dipisahkan sama sekali, sehingga kita (sepatutnya) tidak dapat memilih mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting. Bahwa pada kenyataannya kita sebagai manusia seringkali merayakan Natal secara lebih meriah daripada Paskah, hal itu terletak pada problem kebudayaan kita sendiri, bukan serta merta menunjukkan adanya suatu comparative atau superlative events.
Tujuan dari momentum Natal ini jelas, yaitu menjawab pertanyaan “apakah Natal tahun ini membuatku semakin mengenal Kristus?” Sebab jika Natal tahun ini ataupun tahun-tahun sebelumnya berlalu begitu saja (tidak jauh-jauh dari liburan dan yaah … itu tadi, tagihan kartu kredit yang membengkak) maka saya pikir kita telah kehilangan arah serta signifikansi dari Natal. Sebenarnya, ada jauh lebih banyak hal yang bernilai dari Natal daripada yang kita pikir telah kita pahami. Ada jauh lebih banyak kisah yang dapat kita gali daripada kisah-kisah yang biasanya muncul dalam drama Natal di gereja kita.
Bagaimana kalau kita mencoba gerakan sederhana ini dengan cara mulai menggali kembali catatan-catatan peristiwa yang berkenaan dengan Natal; meskipun perayaannya sendiri sudah agak lama berlalu? Apalagi jika mengingat fakta bahwa kita sekarang sedang bergerak mendekati Paskah? Saya yakin anda tidak keberatan. Tuhan memberkati.