Konsep Kebangunan Rohani Jonathan Edwards |
SIAPAKAH
JONATHAN EDWARDS?
Jonathan lahir 5 Oktober 1703 dari
pasangan Timothy Edwards, seorang pendeta di Connecticut, dan istrinya Ester.
Jonathan anak ke 5 dan merupakan satu-satunya anak laki-laki dari 11
bersaudara. Ia masuk Yale College pada usia 13 tahun, pada tahun berikutnya
Jonathan Edwards begitu tertarik mempelajari buku karya John Locke berjudul “Essay concerning human undestanding” Buku itu begitu mempesona dia dan membuat dia
sangat tertarik pada science. Ia
begitu tertarik pada Isac Newton sebagai orang sezamannya.
Buku Bagus
"Pengharapan Yang Tak Tergoyahkan"
Sementara banyak ilmuwan yang tertarik
ke arah Deisme, Jonathan Edwards
justru melihat science sebagai cara
Tuhan untuk menyatakan diri-Nya kepada manusia.
Tahun 1727, setelah menjadi dosen di New
York dan Yale University, Edwards
terpanggil untuk menjadi Pendeta. Ia melayani di Northampton, Massachusetts
selama 23 tahun.
LATAR BELAKANG
MUNCULNYA KONSEP KEBANGUNAN ROHANI
Walaupun lahir dari keluarga Pendeta, Allah
mengerjakan karya keselamatan dalam diri Edwards melalui berbagai proses. Dari
ketertarikannya pada alam, science,
keindahan lalu mengarah pada Pribadi Allah dan karya keselamatannya.
Setelah mengaku percaya pun, Edwards semula tidak puas
dengan pertobatannya itu, ia semula menganggap ajaran “Pemilihan” sebagai suatu
ajaran yang mengerikan. Bagaimana mungkin seseorang dapat menerima Allah yang
memilih beberapa orang untuk diselamatkan, dan membiarkan yang lainnya hilang
ke neraka? Namun, pergumulan Edwards ini tidak berlangsung selamanya, Roh Kudus
memberi pencerahan pada Edwards sehingga ia akhirnya menerima ajaran Alkitab
ini.
Setelah keluar dari pergumulan ini, Edwards semakin
maju di dalam pelayanannya dan semakin berani dalam pemberitaannya. Terlihat
kesan bahwa pencerahan pribadi yang dialaminya inilah yang menjadi titik tolak
kebangkitan spiritual dalam dirinya, yang kemudian berlanjut pada kebangkitan
spiritual yang lebih besar.
Pada tanggal 7 Juli 1731, dengan penuh keberanian,
Edwards berkhotbah di hadapan publik di Boston untuk menyerang gagasan Arminianisme. Edwards sangat dipengaruhi
oleh ajaran Calvin tentang doktrin keselamatan yang seringkali diringkas
menjadi TULIP.
Di bawah ini adalah perbandingan antara pandangan
Johanes Calvin dan pandangan Jacobus Arminius terhadap ajaran tentang
keselamatan:
Calvin
|
Arminius
|
Total
Depravity:
Kehancuran total. Manusia tidak lagi punya
kebebasan. Kemauan bebasnya hanyalah untuk berbuat dosa.
|
Free will
or human ability:
Manusia tidak sepenuhnya rusak oleh dosa. Manusia
masih punya kebebasan dan kemampuan untuk menerima anugerah Allah.
|
Unconditional
Election:
Manusia dipilih tanpa syarat oleh Allah di dalam
kedaulatan-Nya
|
Conditional
Election:
Allah memilih orang-orang yang sudah diketahui-Nya
akan menjadi percaya.
|
Limmited
Atonement:
Penebusan Yesus terbatas hanya bagi orang-orang yang
sudah dipilih oleh Allah di dalam kekekalan.
|
Universal
redemption or general atonement:
Yesus mati
untuk semua orang, tetapi hanya yang percaya pada-Nya yang akan diselamatkan.
|
Irresistible
Grace:
Kasih karunia Allah tidak dapat ditolak oleh
manusia.
|
The Holy
Spirit can be effectually resisted:
Manusia dapat menolak anugerah yang diberikan
padanya.
|
Perseverance
of the Saints:
Ketekunan orang kudus. Keselamatan seseorang tidak
mungkin hilang lagi, karena Allah pasti akan memelihara iman orang tersebut.
|
Falling
from grace:
Bagi penganut Arminianisme, keselamatan adalah
pekerjaan Allah dan respon manusia.
|
Fokus utama khotbah Edwards adalah kedaulatan utama
Allah di dalam karya keselamatan. Iman percaya yang dimiliki oleh manusia
bukanlah hasil perbuatan manusia itu sendiri melainkan anugerah Allah.
Khotbah-khotbah Alkitabiah yang secara setia di
sampaikan oleh Edwards akhirnya membuahkan kebangunan rohani pada tahun 1733 di
Northampton dan kebangunan itu terus berlanjut sampai dua tahun berikutnya.
Pada tahun 1735 ada peristiwa mengerikan
yang terjadi, yaitu ketika ada sekelompok orang yang terkena dampak kengerian
khotbah Edwards namun tetap berkeras hati untuk tidak bertobat, akhirnya karena
mereka percaya bahwa jiwa mereka telah terhilang, mereka kemudian justru
melakukan tindakan bunuh diri secara bersama-sama. Tidak kurang paman dari
Jonathan Edwards sendiri yang bernama Joseph Hawley menjadi korban dari insiden
ini. Peristiwa mengerikan itu sekaligus menjadi penutup bagi serangkaian
peristiwa kebangunan rohani di Northampton.
Lima tahun kemudian, yaitu tahun 1940,
seorang bernama George Whitefield yang juga merupakan pengkhotbah keliling dan yang
telah dipakai Tuhan untuk mengobarkan kebangunan rohani dimana-mana, akhirnya
tiba di gereja yang dilayani Edwards. Pelayanan Whitefield di tempat itu
ternyata menjadi semacam pemicu terhadap serangkaian kebangunan rohani
berikutnya di Northampton. Tahun 1941, Jonathan Edwards mengkhotbahkan tema
yang sangat terkenal yaitu “Sinners in
the hand of an Angry God” dan melalui khotbah itu terjadilah suatu fenomena
yang luar biasa di dalam diri jemaat. Walaupun Edward berkhotbah dengan suara
yang lembut dan hanya membaca dari teks yang telah ia buat, para jemaat
dilaporkan ketakutan, beberapa berteriak dan berpegangan pada kursi, tiang atau
apa pun karena mereka merasa bahwa seakan-akan dirinya akan ditarik ke dalam
bumi oleh karena dosa-dosa mereka.
Sebenarnya, apa yang dikhotbahkan Edward
pada waktu itu, bukanlah sesuatu yang baru, namun urapan Allah terhadap khotbah
itulah yang membuat jemaat takut. Seolah mereka berhadapan sendiri dengan Allah
yang murka terhadap mereka.
APA KONSEP
KEBANGUNAN ROHANI JONATHAN EDWARDS?
Pertama, kejenuhan
spiritual adalah penyakit yang harus disembuhkan.
Kejenuhan spiritual yang dimaksud di
sini adalah suatu situasi di mana realitas Allah dan Injil sudah begitu lemah
dan tidak menarik hati bagi kita. Hal ini tidak selalu harus diartikan sebagai
tindakan dosa yang nyata atau tindakan amoral yang begitu jelas. Tidak. Kejenuhan
spiritual dapat berupa suatu ibadah formal yang mulai salah arah dan kehilangan
makna.
Kedua, Allah dan
kemuliaan-Nya adalah sumber dan tujuan dari kebangunan sejati
Melalui Jonathan Edwards, kita melihat
bahwa kebangunan rohani dapat ditandai dengan orang-orang yang ketakutan karena
sadar akan dosa-dosa mereka. Hal itu terjadi karena melalui kebangunan rohani
yang terjadi dikota tempat Jonathan Edwards melayani, orang-orang mulai melihat
akan ke Mahasucian Allah dan keberdosaan manusia. Dan bagi Edwards, justru hal
inilah yang seharusnya menjadi tujuan dari kebangunan sejati yaitu ketika orang melihat dan mengenal Allah dalam
kemuliaan-Nya.
Ketiga, khotbah Firman
dan doa adalah metode utama
Tema dalam
khotbah haruslah mengenai Kristus dan kelahiran baru oleh Roh Kudus. Tema-tema
penghakiman yang dikhotbahkan oleh Edwards, terlihat dari judul-judul
khotbahnya, seperti: The Justice of God
in the Damnation of Sinners, The excellency of Christ, Pressing into the
Kingdom, Justification by Faith Alone, The Divine and Supernatural Light,
Sinners in The Hands of an Angry God. Dari khotbah-khotbahnya itu, terlihat
bahwa Jonathan Edwards kerap kali mengusung tema-tema yang berhubungan dengan
penghakiman Allah, keadilan-Nya serta kedaulatan-Nya.
Fokus dari
khotbah-khotbah Edwards itu adalah ketidak berdayaan manusia dan kedaulatan
Allah yang bersifat mutlak di dalam Yesus Kristus.
Selain itu, Jonathan Edwards juga sangat
mendorong untuk diadakannya doa-doa yang dipanjatkan secara khusus untuk
meminta belas kasihan Tuhan agar berkenan untuk memberikan pemulihan,
kesejahteraan gereja, menyatakan kemuliaan-Nya serta memajukan kerajaan Allah
di dunia ini, seperti yang terdapat dalam doa Bapa kami: “datanglah
kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di dalam surga.”
Keempat, kebangunan
bukanlah hasil akhir
Kebangunan rohani adalah pembaharuan,
bukan hasil akhir yang mutlak. Setelah peristiwa kebangunan rohani, problem dan
masalah masih saja akan ada. Dalam pengalamannya, Jonathan Edwards tidak jarang
mendapati munculnya orang-orang yang menjadi pengacau dan selalu ingin
menimbulkan konflik di dalam gereja yang digembalainya.
Kelima, esensi dari
kebangunn rohani adalah hati yang mengalami pencerahan
Kebangunan rohani bukan tentang emosi
yang meluap-luap. Bukan pula tentang karunia rohani spektakuler seperti bahasa
lidah. Kebangunan rohani adalah tentang hati yang mengalami pencerahan. Hati
yang dicerahkan artinya, seseorang yang memiliki pengertian yang baru, sudut
pandang yang baru, serta keinginan yang diperbaharui untuk memuliakan Allah.
Keenam, kebangunan rohani
harus memberi dampak pada penginjilan
Kebangunan rohani haruslah ditandai oleh
semangat penginjilan. Semangat memberitakan Firman. Kebangunan rohani bukanlah
sesuatu yang dimiliki oleh seorang individu demi dirinya sendiri. Roh Kudus
tidak pernah melengkapi seseorang hanya demi orang itu semata. Kita diberi
karunia dengan tujuan untuk membangun jemaat. Demikian pula suatu kebangunan
rohani yang sejati, tidak mungkin hanya berdampak di dalam jemaat saja, tetapi
keluar kepada dunia melalui penginjilan.
Buku Bagus
"You Are Never Alone"
HAL-HAL
YANG DAPAT MENJADI PELAJARAN
Melihat sejarah kebangunan rohani dari
Jonathan Edwards, saya menarik beberapa point
penting yang dapat kita jadikan pelajaran serta bahan perenungan:
Pertama:
Iman sungguh adalah anugerah semata dari Tuhan.
Tidak semua anak Pendeta akhirnya juga
memiliki iman yang kokoh di dalam Injil. Jonathan sudah menemukan keindahan
science sejak masa mudanya. Sementara orang lain yang tertarik pada science
dapat akhirnya menjauh dari Tuhan, Jonathan justru “berhasil” melihat science dari kacamata yang benar, yaitu science sebagai cara Allah mewahyukan
diri-Nya kepada manusia (wahyu umum). Saya berikan tanda petik pada kata
berhasil, untuk menegaskan maksud saya bahwa itu semua pada dasarnya adalah
anugerah Allah semata kepada manusia. Berbahagialah kita yang jika dikaruniai
otak pintar seperti Jonathan namun tidak menjadi sombong, melainkan tetap dapat
melihat Allah melalui karya ciptaan-Nya ini.
Kedua:
Iman adalah sesuatu yang pribadi
Walaupun orang tua dari Edwards adalah
pendeta, ia tetap harus memiliki imannya sendiri. Iman orang tua bukanlah
sesuatu yang mutlak pasti dimiliki oleh anak. Setiap pribadi, termasuk
anak-anak harus mengalami pergumulan dan pertumbuhan imannya secara pribadi
bersama Tuhan. Hal ini menjadi peringatan bagi kita untuk memperhatikan
pembinaan iman kepada anak-anak kita.
Ketiga:
Betapa pentingnya teologi
Semua kebangunan rohani yang terjadi
sejak zaman Reformasi selalu berangkat dari pergumulan teologi yang dibangun
atas dasar Alkitab. Bahkan Jonathan Edwards pun harus bergumul dengan teologi
secara pribadi lebih dahulu sebelum dirinya mengalami kebangunan rohani pribadi.
Pada gilirannya, kebangunan rohani pribadi inilah yang membangkitkan kebangunan
rohani masal di kota tempat ia melayani.
Pada masa ini, teologi sudah mulai
ditinggalkan, bahkan gereja pun tidak semua memperhatikan teologi dengan baik.
Penggalian Alkitab kurang ditekankan, atau Alkitab dibaca namun tidak ada upaya
penggalian yang mendalam sampai pada titik teologi jemaat sama dengan teologi
Alkitab. Jika taraf ini sudah dicapai, maka jemaat dapat diharapkan untuk
mengalami perubahan, yaitu sebagai pelaku Firman.
Jika teologi ditinggalkan, lalu bagaimana
kita dapat berharap akan mengalami kebangunan rohani?
Keempat:
Dosa paling berbahaya adalah dosa yang tidak kentara
Spiritualitas adalah sesuatu yang sudah
menjadi ciri dari manusia. Setelah jatuh ke dalam dosapun, sifat spiritualitas
ini tetap masih ada, namun melenceng dari arah yang seharusnya. Meski demikina,
sifat spiritualitas inilah yang membedakan manusia dari hewan. Paul Tillich
bahkan berkata: agama adalah the ultimate
concern bagi seorang manusia.
Dengan spiritualitasnya ini, manusia
memiliki kerinduan untuk menyembah apapun yang kuasanya lebih besar daripada
dirinya. Dan hal ini dapat dilakukan terhadap apa saja. Orang melihat gunung
yang besar, sungai yang besar, kilat, matahari atau apa saja, lalu muncul
kerinduan untuk menyembah semua itu. Pada masa kini, orang bisa menjadikan
teknologi, uang, rasio sebagai allah mereka.
Spiritualitas yang telah dicemari oleh
dosa menyebabkan seseorang dapat terlihat begitu rajin beribadah, bahkan datang
ke gereja, ikut kegiatan gerejawi, namun pada saat yang bersamaan tidak pernah
memiliki pengenalan pribadi akan Tuhan. Hal ini sungguh mengerikan. Karena
keberdosaan semacam ini bersifat sangat halus, tidak kentara, sulit dideteksi
dan bercampur dengan kebenaran.
Jika kita menemukan seseorang yang
korupsi, atau seperti Daud yang mengambil istri orang misalnya, maka dengan
mudah kita bisa menemukan dosa orang itu. Tetapi terhadap seseorang terlihat
sedang rajin beribadah dan giat melayani, darimanakah kita bisa mengetahui
apakah orang itu sedang melakukan dosa atau tidak? Di sinilah letak bahaya dan
kengerian dari dosa spiritualitas semacam ini.
Kemampuan manusia untuk menipu dirinya sendiri
sangat tidak terbatas. Aktivitas ke gereja, dapat dilakukan oleh seseorang
tanpa orang itu mengenal Kristus. Matius 7:21-23 adalah contoh paling tepat
sekaligus mengerikan dari permasalahan ini.
21 Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan,
Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan
kehendak Bapa-Ku yang di sorga. 22
Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah
kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan
banyak mujizat demi nama-Mu juga? 23
Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak
pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat
kejahatan!" (Matius 7:21-23)
Orang-orang itu berseru pada Yesus,
bernubuat demi nama Yesus, mengusir setan demi nama Yesus, mengadakan banyak
mujizat demi nama Yesus. Tapi Yesus menyuruh mereka pergi. Tidak semua orang
yang melakukan aktivitas agama dan ibadah Kristen, adalah orang yang sudah
diselamatkan.
Kejenuhan spiritual adalah seperti ini,
yaitu ketika di satu sisi aktivitas agama nampak begitu luar biasa, namun di
sisi lain hubungan Pribadi dengan Yesus Kritus tidak ada. Dalan kondisi semacam
ini, tidak ada buah Roh apa pun yang akan dihasilkan oleh orang-orang tersebut.
Kelima:
Kebangunan rohani yang sejati bersifat Teosentris
Ada orang yang menganggap bahwa tujun
dari kebangunan rohani adalah sukacita. Ada yang menganggap bahwa kebangunan
rohani ditandai dengan ibadah yang ramai dan penuh semangat, banyak terjadi
mukjizat, banyak berkat, ada kesembuhan Ilahi dan lain-lain. Ada orang yang
menganggap bahwa kebangunan rohani ditandai dengan kesuksesan dan hal-hal penuh
gairah lainnya.
Semua itu adalah gambaran dari
kebangunan rohani yang bersifat antroposentris (berpusat pada manusia), bukan
Teosentris (berpusat pada Allah). Kebangunan rohani semacam itu ditandai dengan
kepuasan manusia, baik intelektual, maupun emosional.
Reaksi yang tepat dari kesadaran yang
benar akan Allah yang Mahasuci dan Mahamulia adalah rasa takut dan rasa takluk,
bukan rasa puas diri. Karena ketika kita melihat Allah yang Mahasuci itu, pada
saat yang sama kita juga melihat betapa hinanya jiwa kita.
Suatu kebangunan rohani yang sejati harus
menyentuh sisi spiritual, aspek kemauan dan tindakan yang berubah. Inilah yang
disebut dengan menghasilkan buah Roh.
Dari buahnyalah kita mengetahui apakah
suatu kebangunan rohani itu sejati atau tidak. Apakah setelah kebangunan
rohani, kecintaan orang terhadap Alkitab semakin besar? Apakah setelah
kebangunan rohani, kecintaan untuk berdoa semakin besar? Bagaimana dengan
kebencian terhadap dosa? Apakah jemaat masih dipenuhi dengan gosip, fitnah,
ketamakan, percabulan, perselingkuhan, kelicikan dan kemunafikan? Bagaimana
dengan persembahan? Apakah ada peningkatan dalam kecintaan jemaat terhadap
pekerjaan Tuhan? Bagaimana dengan penginjilan? Hal-hal semacam ini dapat
membantu kita melihat apakah kebangunan rohani yang sejati telah terjadi
ataukah belum.
Keenam:
Firman Tuhan harus dikhotbahkan
Roma 10:17 mengatakan: Jadi,
iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.
Khotbah ekspositori dari Alkitab adalah suatu
keharusan. Kelemahan gereja-gereja pada masa ini adalah terlalu sering memakai
metode tema yang bersifat topikal. Niatnya tentu baik, yaitu mencoba mencari
topik-topik apa yang sedang populer lalu mencoba mencari solusi melalui Firman.
Tetapi cara ini mengandung kelemahan, yaitu jemaat tidak pernah memperoleh
kesempatan untuk berkenalan dengan Alkitab secara intim dan menyeluruh. Topik
yang melompat-lompat membuat pendengar tidak memiliki gambaran yang utuh dari
Alkitab. Jangankan seluruh Alkitab, satu buku dari sebuah Alkitab pun belum
tentu ada jemaat yang memahami.
Khotbah Firman yang dilakukan secara
konsisten dan serial layak untuk dilakukan atau dimulai. Sebab hal itu akan
membentuk suatu biblical worldview
dan akan membantu jemaat semakin cinta pada Alkitab.
Biblical
worldview
adalah suatu cara pandang yang menyeluruh terhadap dunia ini, terhadap
keseharian kita, dengan menggunakan sudut pandang Alkitab. Menanamkan suatu biblical worldview di dalam benak jemaat
bukanlah perkara mudah. Harus ada kesungguhan dan harus melalui upaya-upaya
yang sistematis dan berkesinambungan untuk mencapainya.
CIRI-CIRI DARI
KEROHANIAN SESEORANG YANG SUDAH TERBANGUN
Pekerjaan Roh Kudus di dalam menciptakan
suatu kebangunan rohani memang merupakan misteri. “Bagaikan angin yang bertiup
kemana ia mau,” kata Yesus kepada Nikodemus, “demikianlah halnya dengan orang yang
lahir dari Roh.” Meskipun demikian, seseorang yang rohaninya sudah terbangun
dapat terlihat dari beberapa ciri sebagai berikut:
- Cinta akan Firman Tuhan dan eksposisi Alkitab; Alkitab bukan hanya dibaca, tetapi juga dipelajari, direnungkan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
- Cinta doa, baik pribadi maupun bersama-sama; doa menjadi nafas kehidupan sehari-hari. Dalam senang maupun susah, dalam keadaan apapun berbicara dengan Tuhan menjadi penghayatan hidup sehari-hari.
- Cinta penginjilan sebagai wujud dari cinta kepada sesama. Orang Kristen yang sudah mengenal kebenaran pasti sadar bahwa tanpa Kristus tidak mungkin seseorang dapat diselamatkan. Memberitakan injil adalah konsekuensi wajar dari orang yang sudah bertumbuh.
- Benci terhadap dosa dan berusaha hidup kudus. Tidak ada gunanya jika seseorang mendalami Alkitab namun tetap hidup di dalam dosa. Berbuat dosa tidak sama dengan hidup di dalam dosa. Setiap orang Kristen, masih bisa berbuat dosa, tetapi orang Kristen sejati tidak mungkin merasa nyaman dengan dosa-dosanya. Tunduk di hadapan Tuhan dengan perasaaan yang hancur karena dosa adalah respon yang wajar dari seorang yang sudah bertumbuh. Orang yang tidak merasa terganggu dengan dosa-dosanya, mungkin sekali adalah orang yang belum sungguh-sungguh mengalami kelahiran baru.
- Ada buah Roh yang mulai tampak dalam keseharian. Dalam Galatia 5:22 ada uraian mengenai buah Roh. Itu adalah hasil pekerjaan Roh Kudus dalam diri orang percaya. Kita harus peka untuk melihat apakah Roh Kudus sudah mengerjakan hal-hal itu di dalam diri kita? Seberapa pun kecilnya, seberapa pun samarnya, buah Roh haruslah muncul di dalam diri kita.
Beberapa hal
yang nampak rohani namun belum tentu merupakan tanda kesejatian:
- Ada mukjizat: Iblis pun bisa melakukan mukjizat. Mukjizat tidak selalu merupakan tanda kehadiran Allah, Iblis pun pada tingkat tertentu dapat melakukan keajaiban yang menakjubkan orang banyak. Para dukun Firaun dalam kitab Kejadian, adalah contoh yang tepat untuk hal ini.
- Banyak aktivitas: orang yang tidak percaya pun dapat beraktivitas di gereja. Aktivitas yang tinggi untuk kerajaan Allah memang dapat menjadi ciri-ciri dari orang Kristen yang sejati. Tetapi siapa yang dapat memastikan bahwa seseorang memang sedang beraktivitas dan bekerja demi Kerajaan Allah atau demi alasan lain?
- Senang bersekutu: orang yang tidak percaya pun dapat senang bersekutu. Manusia memang adalah makluk sosial, oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak di antara kita yang suka berkumpul dengan orang lain. Hal ini sama sekali belum menunjukkan kerohanian sejati dari orang tersebut. Orang atheis pun dapat menyukai persekutuan dengan kelompok mereka.
- Kelimpahan berkat: tidak semua orang yang mendapat berkat, pasti diselamatkan. Kisah perjumpaan Yesus dengan pemimpin muda yang kaya dalam Matius 19 adalah salah satu contoh yang tepat untuk hal ini.
-
Banyak memakai
kata-kata rohani
dalam keseharian: perbuatan jauh lebih dapat membuktikan kesejatian daripada
kata-kata, walau bukan berarti kata-kata itu tidak penting sama sekali.
AKHIR KATA
Kebangunan rohani adalah sesuatu yang
layak kita rindukan terjadi di dalam gereja kita. Di satu sisi, kebangunan
rohani adalah suatu pekerjaan Roh Kudus dan hanya Dia-lah yang menjadi sumber
dari kebangunan rohani itu. Akan tetapi di sisi lain, sebagai anak Tuhan kita
tidak sepatutnya hanya pasif menunggu sampai Roh Kudus bekerja, melainkan kita
pun dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengarahkan dan mempersiapkan
hati menuju pada suatu kebangunan.
Kiranya melalui peristiwa kebangunan
rohani yang terjadi pada masa Jonathan Edwards ini kita dapat belajar sesuatu
yang berharga dan berguna bagi pertumbuhan rohani kita di masa sekarang ini.