Saturday, November 9, 2013

Konsep kebangunan rohani Jonathan Edwards



Konsep Kebangunan Rohani Jonathan Edwards



SIAPAKAH JONATHAN EDWARDS?

Jonathan lahir 5 Oktober 1703 dari pasangan Timothy Edwards, seorang pendeta di Connecticut, dan istrinya Ester. Jonathan anak ke 5 dan merupakan satu-satunya anak laki-laki dari 11 bersaudara. Ia masuk Yale College pada usia 13 tahun, pada tahun berikutnya Jonathan Edwards begitu tertarik mempelajari buku karya John Locke berjudul “Essay concerning human undestanding Buku itu begitu mempesona dia dan membuat dia sangat tertarik pada science. Ia begitu tertarik pada Isac Newton sebagai orang sezamannya.
 

 
 
Buku Bagus
"Pengharapan Yang Tak Tergoyahkan"

Sementara banyak ilmuwan yang tertarik ke arah Deisme, Jonathan Edwards justru melihat science sebagai cara Tuhan untuk menyatakan diri-Nya kepada manusia.

Tahun 1727, setelah menjadi dosen di New York dan Yale University, Edwards terpanggil untuk menjadi Pendeta. Ia melayani di Northampton, Massachusetts selama 23 tahun.


LATAR BELAKANG MUNCULNYA KONSEP KEBANGUNAN ROHANI
 
Walaupun lahir dari keluarga Pendeta, Allah mengerjakan karya keselamatan dalam diri Edwards melalui berbagai proses. Dari ketertarikannya pada alam, science, keindahan lalu mengarah pada Pribadi Allah dan karya keselamatannya.

Setelah mengaku percaya pun, Edwards semula tidak puas dengan pertobatannya itu, ia semula menganggap ajaran “Pemilihan” sebagai suatu ajaran yang mengerikan. Bagaimana mungkin seseorang dapat menerima Allah yang memilih beberapa orang untuk diselamatkan, dan membiarkan yang lainnya hilang ke neraka? Namun, pergumulan Edwards ini tidak berlangsung selamanya, Roh Kudus memberi pencerahan pada Edwards sehingga ia akhirnya menerima ajaran Alkitab ini.

Setelah keluar dari pergumulan ini, Edwards semakin maju di dalam pelayanannya dan semakin berani dalam pemberitaannya. Terlihat kesan bahwa pencerahan pribadi yang dialaminya inilah yang menjadi titik tolak kebangkitan spiritual dalam dirinya, yang kemudian berlanjut pada kebangkitan spiritual yang lebih besar.

Pada tanggal 7 Juli 1731, dengan penuh keberanian, Edwards berkhotbah di hadapan publik di Boston untuk menyerang gagasan Arminianisme. Edwards sangat dipengaruhi oleh ajaran Calvin tentang doktrin keselamatan yang seringkali diringkas menjadi TULIP.

Di bawah ini adalah perbandingan antara pandangan Johanes Calvin dan pandangan Jacobus Arminius terhadap ajaran tentang keselamatan:

Calvin
Arminius
Total Depravity:
Kehancuran total. Manusia tidak lagi punya kebebasan. Kemauan bebasnya hanyalah untuk berbuat dosa.
Free will or human ability:
Manusia tidak sepenuhnya rusak oleh dosa. Manusia masih punya kebebasan dan kemampuan untuk menerima anugerah Allah.
Unconditional Election:
Manusia dipilih tanpa syarat oleh Allah di dalam kedaulatan-Nya
Conditional Election:
Allah memilih orang-orang yang sudah diketahui-Nya akan menjadi percaya.
Limmited Atonement:
Penebusan Yesus terbatas hanya bagi orang-orang yang sudah dipilih oleh Allah di dalam kekekalan.
Universal redemption or general atonement:
 Yesus mati untuk semua orang, tetapi hanya yang percaya pada-Nya yang akan diselamatkan.
Irresistible Grace:
Kasih karunia Allah tidak dapat ditolak oleh manusia.
The Holy Spirit can be effectually resisted:
Manusia dapat menolak anugerah yang diberikan padanya.
Perseverance of the Saints:
Ketekunan orang kudus. Keselamatan seseorang tidak mungkin hilang lagi, karena Allah pasti akan memelihara iman orang tersebut.
Falling from grace:
Bagi penganut Arminianisme, keselamatan adalah pekerjaan Allah dan respon manusia.

Fokus utama khotbah Edwards adalah kedaulatan utama Allah di dalam karya keselamatan. Iman percaya yang dimiliki oleh manusia bukanlah hasil perbuatan manusia itu sendiri melainkan anugerah Allah.

Khotbah-khotbah Alkitabiah yang secara setia di sampaikan oleh Edwards akhirnya membuahkan kebangunan rohani pada tahun 1733 di Northampton dan kebangunan itu terus berlanjut sampai dua tahun berikutnya.

Pada tahun 1735 ada peristiwa mengerikan yang terjadi, yaitu ketika ada sekelompok orang yang terkena dampak kengerian khotbah Edwards namun tetap berkeras hati untuk tidak bertobat, akhirnya karena mereka percaya bahwa jiwa mereka telah terhilang, mereka kemudian justru melakukan tindakan bunuh diri secara bersama-sama. Tidak kurang paman dari Jonathan Edwards sendiri yang bernama Joseph Hawley menjadi korban dari insiden ini. Peristiwa mengerikan itu sekaligus menjadi penutup bagi serangkaian peristiwa kebangunan rohani di Northampton.

Lima tahun kemudian, yaitu tahun 1940, seorang bernama George Whitefield yang juga merupakan pengkhotbah keliling dan yang telah dipakai Tuhan untuk mengobarkan kebangunan rohani dimana-mana, akhirnya tiba di gereja yang dilayani Edwards. Pelayanan Whitefield di tempat itu ternyata menjadi semacam pemicu terhadap serangkaian kebangunan rohani berikutnya di Northampton. Tahun 1941, Jonathan Edwards mengkhotbahkan tema yang sangat terkenal yaitu “Sinners in the hand of an Angry God” dan melalui khotbah itu terjadilah suatu fenomena yang luar biasa di dalam diri jemaat. Walaupun Edward berkhotbah dengan suara yang lembut dan hanya membaca dari teks yang telah ia buat, para jemaat dilaporkan ketakutan, beberapa berteriak dan berpegangan pada kursi, tiang atau apa pun karena mereka merasa bahwa seakan-akan dirinya akan ditarik ke dalam bumi oleh karena dosa-dosa mereka.

Sebenarnya, apa yang dikhotbahkan Edward pada waktu itu, bukanlah sesuatu yang baru, namun urapan Allah terhadap khotbah itulah yang membuat jemaat takut. Seolah mereka berhadapan sendiri dengan Allah yang murka terhadap mereka.


APA KONSEP KEBANGUNAN ROHANI JONATHAN EDWARDS?

Pertama, kejenuhan spiritual adalah penyakit yang harus disembuhkan.
Kejenuhan spiritual yang dimaksud di sini adalah suatu situasi di mana realitas Allah dan Injil sudah begitu lemah dan tidak menarik hati bagi kita. Hal ini tidak selalu harus diartikan sebagai tindakan dosa yang nyata atau tindakan amoral yang begitu jelas. Tidak. Kejenuhan spiritual dapat berupa suatu ibadah formal yang mulai salah arah dan kehilangan makna.

Kedua, Allah dan kemuliaan-Nya adalah sumber dan tujuan dari kebangunan sejati
Melalui Jonathan Edwards, kita melihat bahwa kebangunan rohani dapat ditandai dengan orang-orang yang ketakutan karena sadar akan dosa-dosa mereka. Hal itu terjadi karena melalui kebangunan rohani yang terjadi dikota tempat Jonathan Edwards melayani, orang-orang mulai melihat akan ke Mahasucian Allah dan keberdosaan manusia. Dan bagi Edwards, justru hal inilah yang seharusnya menjadi tujuan dari kebangunan sejati yaitu  ketika orang melihat dan mengenal Allah dalam kemuliaan-Nya.

Ketiga, khotbah Firman dan doa adalah metode utama
Tema dalam khotbah haruslah mengenai Kristus dan kelahiran baru oleh Roh Kudus. Tema-tema penghakiman yang dikhotbahkan oleh Edwards, terlihat dari judul-judul khotbahnya, seperti: The Justice of God in the Damnation of Sinners, The excellency of Christ, Pressing into the Kingdom, Justification by Faith Alone, The Divine and Supernatural Light, Sinners in The Hands of an Angry God. Dari khotbah-khotbahnya itu, terlihat bahwa Jonathan Edwards kerap kali mengusung tema-tema yang berhubungan dengan penghakiman Allah, keadilan-Nya serta kedaulatan-Nya.

Fokus dari khotbah-khotbah Edwards itu adalah ketidak berdayaan manusia dan kedaulatan Allah yang bersifat mutlak di dalam Yesus Kristus.

Selain itu, Jonathan Edwards juga sangat mendorong untuk diadakannya doa-doa yang dipanjatkan secara khusus untuk meminta belas kasihan Tuhan agar berkenan untuk memberikan pemulihan, kesejahteraan gereja, menyatakan kemuliaan-Nya serta memajukan kerajaan Allah di dunia ini, seperti yang terdapat dalam doa Bapa kami: “datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di dalam surga.”

Keempat, kebangunan bukanlah hasil akhir
Kebangunan rohani adalah pembaharuan, bukan hasil akhir yang mutlak. Setelah peristiwa kebangunan rohani, problem dan masalah masih saja akan ada. Dalam pengalamannya, Jonathan Edwards tidak jarang mendapati munculnya orang-orang yang menjadi pengacau dan selalu ingin menimbulkan konflik di dalam gereja yang digembalainya.

Kelima, esensi dari kebangunn rohani adalah hati yang mengalami pencerahan
Kebangunan rohani bukan tentang emosi yang meluap-luap. Bukan pula tentang karunia rohani spektakuler seperti bahasa lidah. Kebangunan rohani adalah tentang hati yang mengalami pencerahan. Hati yang dicerahkan artinya, seseorang yang memiliki pengertian yang baru, sudut pandang yang baru, serta keinginan yang diperbaharui untuk memuliakan Allah.

Keenam, kebangunan rohani harus memberi dampak pada penginjilan
Kebangunan rohani haruslah ditandai oleh semangat penginjilan. Semangat memberitakan Firman. Kebangunan rohani bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh seorang individu demi dirinya sendiri. Roh Kudus tidak pernah melengkapi seseorang hanya demi orang itu semata. Kita diberi karunia dengan tujuan untuk membangun jemaat. Demikian pula suatu kebangunan rohani yang sejati, tidak mungkin hanya berdampak di dalam jemaat saja, tetapi keluar kepada dunia melalui penginjilan.




Buku Bagus
"You Are Never Alone"

HAL-HAL YANG DAPAT MENJADI PELAJARAN

Melihat sejarah kebangunan rohani dari Jonathan Edwards, saya menarik beberapa point penting yang dapat kita jadikan pelajaran serta bahan perenungan:

Pertama: Iman sungguh adalah anugerah semata dari Tuhan.
 
Tidak semua anak Pendeta akhirnya juga memiliki iman yang kokoh di dalam Injil. Jonathan sudah menemukan keindahan science sejak masa mudanya. Sementara orang lain yang tertarik pada science dapat akhirnya menjauh dari Tuhan, Jonathan justru “berhasil” melihat science dari kacamata yang benar, yaitu science sebagai cara Allah mewahyukan diri-Nya kepada manusia (wahyu umum). Saya berikan tanda petik pada kata berhasil, untuk menegaskan maksud saya bahwa itu semua pada dasarnya adalah anugerah Allah semata kepada manusia. Berbahagialah kita yang jika dikaruniai otak pintar seperti Jonathan namun tidak menjadi sombong, melainkan tetap dapat melihat Allah melalui karya ciptaan-Nya ini.

Kedua: Iman adalah sesuatu yang pribadi
 
Walaupun orang tua dari Edwards adalah pendeta, ia tetap harus memiliki imannya sendiri. Iman orang tua bukanlah sesuatu yang mutlak pasti dimiliki oleh anak. Setiap pribadi, termasuk anak-anak harus mengalami pergumulan dan pertumbuhan imannya secara pribadi bersama Tuhan. Hal ini menjadi peringatan bagi kita untuk memperhatikan pembinaan iman kepada anak-anak kita.

Ketiga: Betapa pentingnya teologi
 
Semua kebangunan rohani yang terjadi sejak zaman Reformasi selalu berangkat dari pergumulan teologi yang dibangun atas dasar Alkitab. Bahkan Jonathan Edwards pun harus bergumul dengan teologi secara pribadi lebih dahulu sebelum dirinya mengalami kebangunan rohani pribadi. Pada gilirannya, kebangunan rohani pribadi inilah yang membangkitkan kebangunan rohani masal di kota tempat ia melayani.

Pada masa ini, teologi sudah mulai ditinggalkan, bahkan gereja pun tidak semua memperhatikan teologi dengan baik. Penggalian Alkitab kurang ditekankan, atau Alkitab dibaca namun tidak ada upaya penggalian yang mendalam sampai pada titik teologi jemaat sama dengan teologi Alkitab. Jika taraf ini sudah dicapai, maka jemaat dapat diharapkan untuk mengalami perubahan, yaitu sebagai pelaku Firman.

Jika teologi ditinggalkan, lalu bagaimana kita dapat berharap akan mengalami kebangunan rohani?

Keempat: Dosa paling berbahaya adalah dosa yang tidak kentara
 
Spiritualitas adalah sesuatu yang sudah menjadi ciri dari manusia. Setelah jatuh ke dalam dosapun, sifat spiritualitas ini tetap masih ada, namun melenceng dari arah yang seharusnya. Meski demikina, sifat spiritualitas inilah yang membedakan manusia dari hewan. Paul Tillich bahkan berkata: agama adalah the ultimate concern bagi seorang manusia.

Dengan spiritualitasnya ini, manusia memiliki kerinduan untuk menyembah apapun yang kuasanya lebih besar daripada dirinya. Dan hal ini dapat dilakukan terhadap apa saja. Orang melihat gunung yang besar, sungai yang besar, kilat, matahari atau apa saja, lalu muncul kerinduan untuk menyembah semua itu. Pada masa kini, orang bisa menjadikan teknologi, uang, rasio sebagai allah mereka.

Spiritualitas yang telah dicemari oleh dosa menyebabkan seseorang dapat terlihat begitu rajin beribadah, bahkan datang ke gereja, ikut kegiatan gerejawi, namun pada saat yang bersamaan tidak pernah memiliki pengenalan pribadi akan Tuhan. Hal ini sungguh mengerikan. Karena keberdosaan semacam ini bersifat sangat halus, tidak kentara, sulit dideteksi dan bercampur dengan kebenaran.

Jika kita menemukan seseorang yang korupsi, atau seperti Daud yang mengambil istri orang misalnya, maka dengan mudah kita bisa menemukan dosa orang itu. Tetapi terhadap seseorang terlihat sedang rajin beribadah dan giat melayani, darimanakah kita bisa mengetahui apakah orang itu sedang melakukan dosa atau tidak? Di sinilah letak bahaya dan kengerian dari dosa spiritualitas semacam ini.

 Kemampuan manusia untuk menipu dirinya sendiri sangat tidak terbatas. Aktivitas ke gereja, dapat dilakukan oleh seseorang tanpa orang itu mengenal Kristus. Matius 7:21-23 adalah contoh paling tepat sekaligus mengerikan dari permasalahan ini.

21 Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.  22 Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?  23 Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:21-23)

Orang-orang itu berseru pada Yesus, bernubuat demi nama Yesus, mengusir setan demi nama Yesus, mengadakan banyak mujizat demi nama Yesus. Tapi Yesus menyuruh mereka pergi. Tidak semua orang yang melakukan aktivitas agama dan ibadah Kristen, adalah orang yang sudah diselamatkan.

Kejenuhan spiritual adalah seperti ini, yaitu ketika di satu sisi aktivitas agama nampak begitu luar biasa, namun di sisi lain hubungan Pribadi dengan Yesus Kritus tidak ada. Dalan kondisi semacam ini, tidak ada buah Roh apa pun yang akan dihasilkan oleh orang-orang tersebut.

Kelima: Kebangunan rohani yang sejati bersifat Teosentris
 
Ada orang yang menganggap bahwa tujun dari kebangunan rohani adalah sukacita. Ada yang menganggap bahwa kebangunan rohani ditandai dengan ibadah yang ramai dan penuh semangat, banyak terjadi mukjizat, banyak berkat, ada kesembuhan Ilahi dan lain-lain. Ada orang yang menganggap bahwa kebangunan rohani ditandai dengan kesuksesan dan hal-hal penuh gairah lainnya.

Semua itu adalah gambaran dari kebangunan rohani yang bersifat antroposentris (berpusat pada manusia), bukan Teosentris (berpusat pada Allah). Kebangunan rohani semacam itu ditandai dengan kepuasan manusia, baik intelektual, maupun emosional.

Reaksi yang tepat dari kesadaran yang benar akan Allah yang Mahasuci dan Mahamulia adalah rasa takut dan rasa takluk, bukan rasa puas diri. Karena ketika kita melihat Allah yang Mahasuci itu, pada saat yang sama kita juga melihat betapa hinanya jiwa kita.

Suatu kebangunan rohani yang sejati harus menyentuh sisi spiritual, aspek kemauan dan tindakan yang berubah. Inilah yang disebut dengan menghasilkan buah Roh.

Dari buahnyalah kita mengetahui apakah suatu kebangunan rohani itu sejati atau tidak. Apakah setelah kebangunan rohani, kecintaan orang terhadap Alkitab semakin besar? Apakah setelah kebangunan rohani, kecintaan untuk berdoa semakin besar? Bagaimana dengan kebencian terhadap dosa? Apakah jemaat masih dipenuhi dengan gosip, fitnah, ketamakan, percabulan, perselingkuhan, kelicikan dan kemunafikan? Bagaimana dengan persembahan? Apakah ada peningkatan dalam kecintaan jemaat terhadap pekerjaan Tuhan? Bagaimana dengan penginjilan? Hal-hal semacam ini dapat membantu kita melihat apakah kebangunan rohani yang sejati telah terjadi ataukah belum.

Keenam: Firman Tuhan harus dikhotbahkan
 
Roma 10:17  mengatakan: Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.

Khotbah ekspositori dari Alkitab adalah suatu keharusan. Kelemahan gereja-gereja pada masa ini adalah terlalu sering memakai metode tema yang bersifat topikal. Niatnya tentu baik, yaitu mencoba mencari topik-topik apa yang sedang populer lalu mencoba mencari solusi melalui Firman. Tetapi cara ini mengandung kelemahan, yaitu jemaat tidak pernah memperoleh kesempatan untuk berkenalan dengan Alkitab secara intim dan menyeluruh. Topik yang melompat-lompat membuat pendengar tidak memiliki gambaran yang utuh dari Alkitab. Jangankan seluruh Alkitab, satu buku dari sebuah Alkitab pun belum tentu ada jemaat yang memahami.

Khotbah Firman yang dilakukan secara konsisten dan serial layak untuk dilakukan atau dimulai. Sebab hal itu akan membentuk suatu biblical worldview dan akan membantu jemaat semakin cinta pada Alkitab.

Biblical worldview adalah suatu cara pandang yang menyeluruh terhadap dunia ini, terhadap keseharian kita, dengan menggunakan sudut pandang Alkitab. Menanamkan suatu biblical worldview di dalam benak jemaat bukanlah perkara mudah. Harus ada kesungguhan dan harus melalui upaya-upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk mencapainya.


CIRI-CIRI DARI KEROHANIAN SESEORANG YANG SUDAH TERBANGUN

Pekerjaan Roh Kudus di dalam menciptakan suatu kebangunan rohani memang merupakan misteri. “Bagaikan angin yang bertiup kemana ia mau,” kata Yesus kepada Nikodemus, “demikianlah halnya dengan orang yang lahir dari Roh.” Meskipun demikian, seseorang yang rohaninya sudah terbangun dapat terlihat dari beberapa ciri sebagai berikut:

  1. Cinta akan Firman Tuhan dan eksposisi Alkitab; Alkitab bukan hanya dibaca, tetapi juga dipelajari, direnungkan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Cinta doa, baik pribadi maupun bersama-sama; doa menjadi nafas kehidupan sehari-hari. Dalam senang maupun susah, dalam keadaan apapun berbicara dengan Tuhan menjadi penghayatan hidup sehari-hari.
  3. Cinta penginjilan sebagai wujud dari cinta kepada sesama. Orang Kristen yang sudah mengenal kebenaran pasti sadar bahwa tanpa Kristus tidak mungkin seseorang dapat diselamatkan. Memberitakan injil adalah konsekuensi wajar dari orang yang sudah bertumbuh.
  4. Benci terhadap dosa dan berusaha hidup kudus. Tidak ada gunanya jika seseorang mendalami Alkitab namun tetap hidup di dalam dosa. Berbuat dosa tidak sama dengan hidup di dalam dosa. Setiap orang Kristen, masih bisa berbuat dosa, tetapi orang Kristen sejati tidak mungkin merasa nyaman dengan dosa-dosanya. Tunduk di hadapan Tuhan dengan perasaaan yang hancur karena dosa adalah respon yang wajar dari seorang yang sudah bertumbuh. Orang yang tidak merasa terganggu dengan dosa-dosanya, mungkin sekali adalah orang yang belum sungguh-sungguh mengalami kelahiran baru.
  5. Ada buah Roh yang mulai tampak dalam keseharian. Dalam Galatia 5:22 ada uraian mengenai buah Roh. Itu adalah hasil pekerjaan Roh Kudus dalam diri orang percaya. Kita harus peka untuk melihat apakah Roh Kudus sudah mengerjakan hal-hal itu di dalam diri kita? Seberapa pun kecilnya, seberapa pun samarnya, buah Roh haruslah muncul di dalam diri kita.

Beberapa hal yang nampak rohani namun belum tentu merupakan tanda kesejatian:
 
  1. Ada mukjizat: Iblis pun bisa melakukan mukjizat. Mukjizat tidak selalu merupakan tanda kehadiran Allah, Iblis pun pada tingkat tertentu dapat melakukan keajaiban yang menakjubkan orang banyak. Para dukun Firaun dalam kitab Kejadian, adalah contoh yang tepat untuk hal ini.
  2. Banyak aktivitas: orang yang tidak percaya pun dapat beraktivitas di gereja. Aktivitas yang tinggi untuk kerajaan Allah memang dapat menjadi ciri-ciri dari orang Kristen yang sejati. Tetapi siapa yang dapat memastikan bahwa seseorang memang sedang beraktivitas dan bekerja demi Kerajaan Allah atau demi alasan lain?
  3. Senang bersekutu: orang yang tidak percaya pun dapat senang bersekutu. Manusia memang adalah makluk sosial, oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak di antara kita yang suka berkumpul dengan orang lain. Hal ini sama sekali belum menunjukkan kerohanian sejati dari orang tersebut. Orang atheis pun dapat menyukai persekutuan dengan kelompok mereka.
  4. Kelimpahan berkat: tidak semua orang yang mendapat berkat, pasti diselamatkan. Kisah perjumpaan Yesus dengan pemimpin muda yang kaya dalam Matius 19 adalah salah satu contoh yang tepat untuk hal ini.
  5. Banyak memakai kata-kata rohani dalam keseharian: perbuatan jauh lebih dapat membuktikan kesejatian daripada kata-kata, walau bukan berarti kata-kata itu tidak penting sama sekali.
 
AKHIR KATA
 
Kebangunan rohani adalah sesuatu yang layak kita rindukan terjadi di dalam gereja kita. Di satu sisi, kebangunan rohani adalah suatu pekerjaan Roh Kudus dan hanya Dia-lah yang menjadi sumber dari kebangunan rohani itu. Akan tetapi di sisi lain, sebagai anak Tuhan kita tidak sepatutnya hanya pasif menunggu sampai Roh Kudus bekerja, melainkan kita pun dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengarahkan dan mempersiapkan hati menuju pada suatu kebangunan.

Kiranya melalui peristiwa kebangunan rohani yang terjadi pada masa Jonathan Edwards ini kita dapat belajar sesuatu yang berharga dan berguna bagi pertumbuhan rohani kita di masa sekarang ini.

Tuhan memberkati (Oleh: Izar Tirta).