Eksposisi
dari Surat 2 Petrus 1:9
Apakah orang Kristen dapat tetap buta dan
picik?
Apakah semua orang Kristen yang ada digereja pasti tidak buta secara rohani?
Apakah semua orang Kristen di gereja pasti pengikut
Kristus yang sejati?
Siapakah yang dimaksud Petus dengan orang
yang lupa bahwa dosanya telah dihapuskan?
Apakah perbedaan orang percaya sejati dan
orang percaya palsu?
Oleh: izar
tirta
Pendahuluan
Tulisan ini
merupakan perenungan yang diangkat dari eksposisi terhadap Surat 2 Petrus 1:9.
Salah satu tema yang diangkat dalam tulisan ini adalah apakah orang-orang yang
ada di dalam komunitas Kristen, seperti di gereja misalnya, dapat tetap
merupakan orang yang buta secara rohani dan memiliki hati yang picik? Menurut
Petrus dalam bagian ini, jawabannya adalah dapat.
Petrus
bukan satu-satunya tokoh Alkitab yang memperingatkan jemaat pembaca Alkitab
bahwa tidak semua orang yang kelihatannya mengikuti Kristus itu adalah
sungguh-sungguh pengikut yang sejati. Yohanes di dalam Injilnya juga
menjelaskan bahwa ada orang-orang yang kelihatannya seperti percaya kepada
Yesus tetapi sebetulnya mereka bukan orang percaya. Bahkan Tuhan Yesus sendiri
pun pernah memperingatkan hal yang serupa di dalam perumpamaan tentang Kerajaan
Allah.
Semoga
melalui perenungan yang diambil dari eksposisi Surat 2 Petrus 1:9 ini kita
dapat belajar sesuatu yang penting dari Petrus untuk memeriksa diri kita dan
menilai apakah kita sendiri termasuk orang yang buta dan picik tersebut. [Baca
juga: Seperti apakah ciri-ciri dari iman yang
sejati? Klik disini]
Ayat Firman Tuhan
Tetapi
barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia
lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan. (2 Petrus 1:9)
“Tetapi barangsiapa”:
perbedaan orang percaya sejati dan orang percaya palsu
Petrus membuka kalimat di dalam ayat 9 ini dengan
kata “Tetapi.” Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kerohanian yang disebutkan di
dalam ayat 9 adalah berlawanan dengan kualitas kerohanian di dalam ayat
sebelumnya. Jika di dalam ayat sebelumnya kita melihat kualitas kerohanian yang
bertumbuh mulai dari iman hingga kasih kepada semua orang, bahkan hingga giat
dan berhasil di dalam pengenalan akan Tuhan, maka di dalam ayat ini Petrus
melukiskan tentang apa yang yang terjadi apabila seseorang tidak serius di
dalam berusaha mempertumbuhkan imannya itu.
Alkitab mengajarkan bahwa seorang manusia hanya
memiliki dua pilihan di dalam hidupnya, entah makin lama makin mengenal Kristus
atau makin lama makin jauh meninggalkan Kristus.
Bagi orang
yang tidak percaya, tentu saja mereka makin lama akan makin jauh
meninggalkan Tuhan yang sejati hingga akhirnya akan selama-lamanya dijauhkan
dari pengenalan akan Tuhan, dijauhkan dari anugerah kebaikan Tuhan.
Bagi orang
yang sempat menjadi pengunjung gereja, mungkin karena lahir di keluarga
Kristen, atau karena sempat tertarik pada kekristenan, sempat belajar Alkitab,
sempat ikut dalam pelayanan, sempat aktif dalam organisasi Kristen, tetapi
tidak ada tanda-tanda pertumbuhan dan tidak tertarik pula untuk bertumbuh, maka
orang itu pun lama kelamaan akan menjadi buta dan picik, ia lupa bahwa Tuhan
sudah menawarkan penebusan dosa kepadanya. Pada akhirnya orang ini tidak akan
maju, juga tidak akan diam di tempat, melainkan akan mundur makin lama makin jauh
dari Tuhan, sama seperti orang yang tidak percaya tadi. [Baca juga: Barangsiapa percaya ia diselamatkan. Klik disini]
Tetapi orang
percaya sejati, yaitu mereka yang menerima anugerah keselamatan dari Tuhan,
mereka akan bertumbuh. Orang-orang itu akan menambahkan kepada imannya suatu
kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan dan seterusnya dan seterusnya
hingga mereka memiliki pengenalan yang semakin sempurna akan Yesus Kristus
Tuhan dan Juruselamat kita. Orang yang dari semula sudah tertarik untuk
mengenal Kristus pada akhirnya akan mengalami pengenalan yang sempurna, yaitu
ketika mereka hidup dan tinggal bersama-sama dengan Kristus di dalam kekekalan.
Ketika Petrus berkata “Barangsiapa” maka itu berarti
bisa termasuk siapa saja, tidak terbatas pada orang di luar komunitas Kristen,
tetapi bisa pula berasal dari bagian komunitas Kristen. Itu sebabnya betapa
penting bagi kita untuk tidak berasumsi saja sebagai orang percaya, tetapi
dengan teliti turut memeriksa diri kita sendiri.
“Tidak memiliki
semuanya itu”: ciri-ciri orang Kristen palsu
Siapa saja bisa mengaku dirinya sebagai orang
Kristen. Tetapi Alkitab sudah menjelaskan seperti apakah orang Kristen yang
sungguh-sungguh percaya dan seperti apakah yang bukan orang percaya sejati.
Jika seseorang yang mengaku percaya Kristus tetapi tidak memiliki iman yang
bertumbuh ke arah kasih, tidak memiliki pengenalan akan Yesus Kristus, tidak
memiliki usaha yang sungguh-sungguh untuk bertobat dan bertumbuh serta tidak memiliki
ketertarikan untuk berpartisipasi dalam kodrat Ilahi, maka pada dasarnya orang
itu bukan orang percaya yang sejati.
Mungkin ia beragama Kristen, mungkin ia pergi ke
gereja, bahkan ikut pelayanan dan organisasi Kristen, tetapi jika ia tidak
memiliki semuanya itu, demikian kata Petrus, maka ia adalah orang yang buta dan
picik. Kita akan melihat satu persatu apa yang dimaksud dengan “buta dan picik”
dalam tulisan Petrus tersebut.
Tuhan Yesus pernah berjumpa dengan seorang pemuda
yang memiliki segalanya, kekayaan, jabatan, relasi dan bahkan kualitas
keagamaan tertentu. Pemuda itu mengaku bahwa ia telah mengikuti hukum Taurat
sejak masa mudanya. Sungguh luarbiasa bukan? Tetapi pemuda ini sama sekali
tidak tertarik untuk mengikut Yesus Kristus. Ia sudah terlanjur nyaman dengan
uangnya, dengan jabatannya, relasinya dan bahkan dengan ritual-ritual
keagamaannya sendiri sedemikian rupa sehingga ia bahkan tidak mau datang
mengenal Dia yang adalah Tuhan sejati. Pemuda kaya itu tidak buta secara fisik,
tetapi ia adalah orang yang buta secara rohani. Matanya jasmaninya bisa melihat
Kristus, tetapi mata rohaninya sama sekali tidak melihat Dia.
Di dalam kehidupan nyata kita akan berjumpa pula
dengan orang-orang seperti ini, semoga saja orang itu bukanlah orang yang kita
lihat sehari-hari di dalam cermin. [Baca:
Kisah perjumpaan
Yesus Kristus dengan pemuda kaya. Klik disini]
“Ia menjadi buta”:
orang Kristen yang tetap tidak bisa melihat
Mungkin Alkitab bahasa Indonesia kita kurang tepat
dalam mengekspresikan kalimat atau frasa ini. Kalimat yang betul seharusnya bukan
“menjadi buta,” melainkan “adalah buta.” Jadi kalimat tersebut bukan
menunjukkan keadaan yang berubah, yaitu dari keadaan melek menjadi keadaan
buta, melainkan sebuah ungkapan tentang keadaan yang sudah terjadi atau yang sebenarnya
sudah ada di dalam diri seseorang, yaitu keadaan buta.
Ungkapan tentang orang yang buta ini, adalah
gambaran dari orang yang tidak bisa melihat atau orang yang ada di dalam
kegelapan. Menurut Alkitab, ini bukan suatu masalah yang kecil, tetapi merupakan
sebuah persoalan yang serius dan besar. Dan sangat mungkin kita pun tidak kebal
dari hal ini, sehingga sebagai orang Kristen kitapun harus hati-hati, mawas
diri dan senantiasa memeriksa keadaan kerohanian kita masing-masing.
Setiap kita, pada titik tertentu, pasti memiliki
semacam titik buta, atau blind spot,
yaitu kegagalan atau ketidakmampuan dalam melihat suatu realita, baik realita
di dalam dunia ini, realita tentang diri kita sendiri, maupun terlebih lagi
realita spiritual.
Sementara di sisi lain, kita tahu bahwa Tuhan tidak
buta, Tuhan pasti bisa melihat segala sesuatu yang tidak bisa kita lihat. Oleh
karena itu, sebagai orang Kristen kita juga harus cukup rendah hati untuk
meminta pertolongan Tuhan menunjukkan hal-hal yang masih belum dapat kita
lihat, agar jangan sampai kita mengira bahwa kita ini bisa melihat, menganggap
diri sebagai orang Kristen sejati, padahal di hadapan Tuhan kita ini sebenarnya
buta karena terus menerus gagal melihat realitas rohani yang dilihat Tuhan,
atau terus menerus gagal dalam melihat rencana dan pekerjaan Tuhan di dalam
dunia ini maupun di dalam diri kita sendiri.
“Dan picik”: orang percaya
yang tetap picik
Jika di bagian sebelumnya kita diperingatkan akan
kebutaan, maka dalam kalimat selanjutnya diperingatkan akan bahaya kepicikan. Dalam
bahasa aslinya, istilah kepicikan itu sama artinya dengan short-sighted, atau berpandangan pendek. Jadi, orang yang picik
adalah orang yang hanya mampu melihat dunia natural ini saja, orang itu tidak
bisa melihat dunia yang supranatural.
Orang yang di dalam hidupnya tidak ada pertumbuhan
rohani, yaitu mulai dari iman hingga menjadi kasih kepada semua orang, serta
tidak memiliki pengenalan akan siapakah Tuhan Yesus, menurut Petrus adalah
orang yang hanya bisa melihat hal-hal yang ada di dalam dunia fisikal saja.
Orang seperti itu tidak mampu melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam
dunia supranatural.
Setelah kebangkitan-Nya, Tuhan kita tinggal di
dalam dunia supranatural saat ini, yaitu dunia yang tidak terlihat oleh mata
jasmani kita. Tuhan Yesus memang pernah masuk ke dalam dunia natural kita,
yaitu kira-kira 2000 tahun yang lalu. Tetapi Tuhan Yesus kemudian sudah pergi,
naik ke sorga. Secara fisikal kita tidak dapat melihat Dia lagi. Meskipun
demikian kita tidak mempunyai alasan untuk mengatakan bahwa kita tidak bisa
melihat Tuhan Yesus lagi semata-mata karena Dia sudah pergi. Sebab orang yang
matanya sudah dicelikkan dan rohnya telah dilahirbarukan dapat tetap memandang
Dia yang bertakhta di dalam sorga. Melihat Tuhan Yesus secara fisik bukanlah
jaminan bahwa seseorang dapat melihat kuasa-Nya yang kekal. orang-orang di
zaman-Nya pun, yang bisa melihat Dia secara fisik, tetap tidak ada jaminan
bahwa mereka dapat mengenal Dia di dalam keadaan yang sebenarnya.
Jadi melihat Kristus secara fisik adalah satu hal,
tetapi melihat Dia di dalam keadaan yang sebenarnya, itu sungguh-sungguh
merupakan hal yang lain lagi. Dibutuhkan suatu kelahiran baru untuk melihat
Yesus Kristus di dalam keadaan yang sesungguhnya, yaitu Raja Kekal yang
memerintah alam semesta, baik alam fisikal yang terlihat oleh mata jasmani,
maupun alam spiritual yang hanya bisa dilihat oleh mata rohani.
Melihat Yesus Kristus secara fisik sungguh-sungguh
merupakan hal yang relatif sekali dan bahkan dapat dikatakan bukan hal yang
paling penting, sebab yang paling penting adalah bagaimana melihat Dia di dalam
keadaan-Nya yang melampaui segala keadaan fisikal. Hanya orang yang tidak picik
(tidak short-sighted) yang dapat
melihat-Nya seperti itu.
Karena ia lupa,
bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan:
Jika kita tidak merenungkan kalimat ini baik-baik
dan mohon pertolongan Roh Kudus, maka pastilah kita akan memahami ayat ini
sebagai ayat untuk orang-orang yang belum diselamatkan saja. Sehingga pada
akhirnya kita yang merasa sudah percaya ini jadi lupa untuk mawas diri.
Akan tetapi ungkapan Petrus bahwa “dosa-dosanya
yang dahulu telah dihapuskan” memberi indikasi bahwa orang ini sebetulnya
adalah orang percaya yang sudah diselamatkan. Oleh karena itu, kita perlu
membuka kemungkinan bahwa ada orang Kristen yang kehidupannya begitu buta dan short-sighted
seperti ini. Tetapi kehidupan orang semacam ini sudah sangat mirip dengan orang
yang tidak percaya.
Apabila
kalimat “Karena ia lupa bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah
dihapuskan,” diterjemahkan secara harfiah dari bahasa aslinya maka
bunyinya akan menjadi: “karena ia sedang
melupakan pembersihan (cleansing)
dari dosa-dosa lamanya.”
Beberapa penafsir Perjanjian Baru melihat hal ini
sebagai cara Petrus menunjuk pada arti penting dari pembersihan melalui
baptisan. Dalam peristiwa Paulus, ketika ia baru saja mengalami perjumpaan
dengan Yesus Kristus yang bersinar-sinar, Ananias berkata kepada Paulus, waktu
ia masih disebut Saulus, demikian: "Bangunlah, dan berilah dirimu
dibaptis, dan basuhlah dosamu" (Kisah Para Rasul 22:16).
Dan kita diingatkan pula bahwa dalam khotbahnya
yang pertama pun, Petrus juga mengatakan,
"Bertobatlah, dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis
dalam Nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosa." Baik Paulus dan Petrus
sama-sama melihat arti penting baptisan sebagai suatu cara atau tanda yang
dipakai Allah untuk menunjuk pada pembersihan dosa.
Lalu disini kita diperhadapkan pada orang-orang yang
tidak memiliki karakter kristen di dalam hidup mereka, adalah orang yang buta,
hanya bisa melihat hal yang duniawi dan mengesampingkan dunia spiritiual. Bagi
Petrus, orang-orang semacam ini telah melupakan atau mengabaikan anugerah yang
besar melalui pembaptisan.
Orang- orang itu, menurut Petrus, telah mengabaikan
pemberian dari Tuhan untuk mencapai anugerah yang lebih tinggi, yaitu hal-hal
rohani yang telah dibicarakan oleh Petrus. Mereka pernah dibaptis? Betul.
Tetapi kenyataan bahwa mereka tidak menambahkan iman mereka dengan kualitas
rohani hingga mencapai kasih dan pengenalan akan Tuhan, maka sebetulnya tidak
lain dan tidak bukan merupakan tanda bahwa orang itu tidak menghargai
pembaptisan.
Ini suatu fakta Alkitab yang cukup menakutkan dan
jarang dibicarakan karena membawa perasaan yang kurang nyaman. Banyak orang
Kristen yang suka pada kenyamanan, meskipun hal itu merupakan kenyamanan yang
palsu. Mereka berpikir bahwa apabila orang sudah mengaku percaya dan sudah
dibaptis maka segalanya sudah tidak perlu diperhatikan lagi, padahal Petrus
berbicara dengan lantang akan kebahayaan dari sikap yang percaya pada
kenyamanan palsu semacam ini.
Semoga melalui tulisan ini kita kembali diingatkan
untuk memeriksa kehidupan kita agar tidak tenggelam di dalam kenyamanan palsu
yang lahir dari ketidakmengenalan Yesus Kristus yang sejati. Semoga tulisan ini
mengingatkan kita bahwa seseorang dapat masuk ke dalam kelompok Kristen namun
tetap saja buta dan picik. Bagaimana ia menjalankan kehidupan itulah tanda yang
sesungguhnya dari imannya kepada Yesus Kristus.