Sunday, May 15, 2022

Seperti apakah Iman Kristen yang Sehat dan Sejati itu?


Iman adalah sebuah kata yang amat sering muncul dalam pembicaraan sehari-hari orang Kristen. Bahkan dalam sebuah survei terhadap talenta/karunia dalam jemaat, karunia iman adalah satu hal yang paling banyak dipilih oleh jemaat. Iman begitu populer bagi kita. Meskipun demikian bukan berarti bahwa semua orang Kristen sudah memahami apa yang dimaksud dengan iman. Dan persoalannya adalah, apabila seorang Kristen belum dapat memahami apa yang ia imanni, maka bagaimana ia dapat menghidupi iman tersebut? Bagaimana mungkin imannya bertumbuh ke arah yang benar, apabila dasar dari iman itu sendiri ternyata keliru?


Buku "Pengharapan Yang Tak Tergoyahkan.
Klik disini.

Dalam tulisan yang lain, saya sudah memberikan tipe-tipe iman yang mungkin dimiliki oleh seorang manusia. Tidak semuanya merupakan iman yang murni, malah lebih banyak yang palsunya, bukan?[1] Seseorang bisa beriman kepada iman itu sendiri (faith in faith), beriman pada pengalaman rohani, beriman pada logika pemikiran dan lain sebagainya. Itu semua adalah contoh-contoh dari iman yang tidak murni dan pastinya bukan merupakan iman yang menyelamatkan sebagaimana yang dibicarakan di dalam Alkitab. [Baca juga: Sebuah perenungan tentang apa yang dimaksud dengan iman. Klik disini.]

 

Pengertian iman menurut pandangan populer

Sebuah kata dapat memiliki banyak makna, tergantung seberapa kita mengerti kata tersebut dan tergantung dengan “kaca mata” apa kita berusaha memahami kata tersebut. Istilah iman pun demikian. Setiap orang dapat memiliki pengertiannya sendiri-sendiri tentang kata tersebut. Akan tetapi dari sekian banyak pandangan kita dapat merangkumnya menjadi sebuah pengertian yang umum dipegang oleh masyarakat. Kita sebut saja hal itu sebagai iman dari sudut pandang populer. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan iman secara demikian:

(1) Kepercayaan (yang berkenaan dengan agama); keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab dsb. (2) Ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin.[2]

Berdasarkan definisi ini, kita melihat bahwa titik berat dari iman menurut pandangan populer terdapat di dalam diri manusia, bukan pada objek dari iman itu. Maksudnya adalah, ketika kita berbicara tentang iman maka yang dipentingkan adalah seberapa besar kita percaya atau seberapa besar keteguhan dan keyakinan kita pada sesuatu. Itu sebabnya, iman seringkali dianggap bersifat sangat subjektif, karena bertitik tolak dari diri sendiri sebagai subjek.

Pengertian iman dari dunia Filsafat, menurut saya bahkan jauh lebih subjektif lagi. Lorens Bagus melukiskan beberapa pengertian dari iman, yaitu sebagai :

(1) Penerimaan terhadap suatu sistem kepercayaan yang diyakini benar. Sikap percaya yang melampaui atau melebihi bukti yang ada. (2) Keyakinan akan sesuatu walaupun berlawanan dengan fakta-fakta. (3) Keyakinan terhadap sesuatu biarpun tidak terdapat evidensi baginya. (4) Kepercayaan akan kebenaran sesuatu yang tidak dapat didukung secara rasional dan empiris.[3]

Saya katakan pengertian iman dari dunia Filsafat bersifat lebih subjektif lagi adalah karena dalam pengertian ini terkandung suatu sikap yang benar-benar secara keras kepala mau mempercayai sesuatu sekalipun bukti-bukti mengatakan sesuatu yang berlawanan. Sikap semacam ini adalah suatu keputusan yang secara acuh tak acuh memilih untuk percaya, walau tidak ada alasan yang jelas bagi tindakan tersebut. Oleh karena itu, perlu kita ketahui dan sadari bahwa iman Kristen sama sekali tidak atau bukan seperti itu.

Pengertian populer semacam ini, baik dari sudut pandang bahasa populer maupun filsafat, tidak sama dengan pengertian iman yang sehat dan sejati menurut pandangan Kristen. Namun sayangnya, betapa banyak orang Kristen yang tidak menyadari hal ini. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari orang Kristen menjalani kehidupan beriman lebih seperti yang dilukiskan dalam pengertian Kamus Bahasa maupun Kamus Filsafat di atas. Untuk lebih jelasnya, mari sekarang kita melihat pengertian iman yang benar menurut pandangan kekristenan.

 

Pengertian iman menurut pandangan Kristen yang sehat

Jika pandangan populer tentang iman lebih menekankan pada upaya manusia yaitu berupa aktivitas batiniah dengan kualitas tertentu. Maka iman yang sejati di dalam pandangan kekristenan bukanlah suatu “produk” yang dihasilkan oleh manusia. Jadi, jika menurut pandangan populer iman dikatakan sebagai upaya yang muncul dari dalam diri manusia, maka dalam pandangan kekristenan, iman adalah sesuatu yang diberikan dari luar diri manusia, yaitu dari Allah sebagai anugerah cuma-cuma.

Iman yang sejati bukanlah sesuatu yang datang sendiri secara tiba-tiba di dalam diri seseorang tanpa tujuan yang jelas. Iman yang sejati adalah anugerah dari Allah melalui karya Roh Kudus dalam diri seseorang. Jadi iman semacam ini adalah suatu karya Allah yang dikerjakan-Nya secara sadar di dalam diri manusia untuk maksud tertentu. Tanpa karya Allah yang demikian, tidak seorangpun dari kita yang mampu beriman pada Yesus Kristus. [4]

Tokoh-tokoh reformasi Kristen seperti Martin Luther dan John Calvin juga membicarakan tentang arti iman yang penting ini. Tentang iman, Martin Luther berkata :

Iman adalah suatu hubungan yang benar dengan Allah. Beriman artinya menjalani hidup sesuai dengan kehendak-Nya. [5]

Sebagai tambahan, Martin Luther juga mengemukakan tiga komponen penting dari iman, yaitu:

(1) Iman memiliki referensi yang lebih bersifat pribadi daripada referensi yang bersifat sejarah semata-mata. (2) Iman memberi penekanan pada pengandalan terhadap janji Allah. (3) Iman menyatukan orang-orang percaya dengan Kristus. [6]

Dari dua hal ini saja,[7] kita sudah dapat melihat betapa berbedanya pengertian iman menurut pandangan Kristen dengan pengertian iman menurut pandangan manusia pada umumnya. Coba perhatikan kalimat Martin Luther: “Iman adalah suatu hubungan yang benar dengan Allah.” Dari kalimat singkat ini saja tersimpan kekayaan pengertian yang begitu mendalam, mari kita coba telaah sedikit lebih dalam kalimat ini secara tahap demi tahap.

“Iman adalah suatu hubungan.” Iman adalah suatu relationship. Untuk terjalin suatu hubungan atau relationship tentu perlu ada pribadi-pribadi yang terkait. Itu sebabnya salah satu komponen iman yang disebutkan Luther adalah “referensi yang lebih bersifat pribadi.” Dengan kata lain, iman adalah suatu jalinan hubungan antar pribadi yang saling membangun. Di dalamnya ada pengenalan, ada komunikasi, ada suatu trust, ada interaksi yang normal sebagaimana kita biasa berhubungan dengan sesama kita.

Hubungan adalah sesuatu yang hidup dan berkembang. Hubungan mengalami masa pasang dan surut[8] namun ia tidak pernah mati. Oleh karena itu, jika orang Kristen mengatakan dirinya beriman, tetapi tidak pernah berusaha mengenal Tuhan dalam Pribadi-Nya maupun ajaran-Nya, maka bagaimana mungkin hal itu disebut sebagai hubungan? Lebih jauh lagi, bagaimana mungkin itu disebut sebagai iman?

“Iman adalah suatu hubungan yang benar Tidak saja iman adalah suatu hubungan, tetapi juga suatu hubungan yang memiliki suatu kualitas, yaitu benar. Kita bisa punya hubungan dengan seseorang, tetapi hubungan itu dapat baik dapat pula tidak baik, dapat membangun, dapat pula menjatuhkan. Seorang ayah mempunyai hubungan dengan anaknya, itu sudah pasti. Tetapi bagaimana kualitas hubungan tersebut? Jika ayah itu ternyata menghamili anaknya, tentu saja kita mengatakan bahwa itu adalah kualitas hubungan yang amat buruk.

Untuk memiliki hubungan yang benar, tentu sebelumnya kita perlu tahu apa yang benar dan apa yang salah. Dan untuk mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, kita semua tentu perlu belajar. Iman adalah suatu proses belajar. Iman pertama kali diberikan oleh Allah, akan tetapi setelah itu pertumbuhannya dipengaruhi pula oleh bagaimana kita menjalani proses belajar tersebut.

“Iman adalah suatu hubungan yang benar dengan Allah.” Dalam beriman kita perlu mengenal siapa Allah, sebab dengan Dia-lah kita berhubungan. Iman bukanlah suatu hubungan yang terjadi antara pribadi manusia, melainkan hubungan yang terjalin antara manusia dengan Allah. Betapa luar biasanya pengertian ini, karena di dalam hubungan ini terdapat perbedaan kualitas yang tak terperikan. Satu pihak adalah manusia yang fana, terbatas dan berdosa, di pihak lain adalah Allah yang keberadaannya tidak mungkin ditampung oleh akal pikiran kita yang terbatas.

Bagaimana hubungan semacam itu dapat terjalin? Dari pihak manusia hal ini mustahil dapat terjadi. Tetapi dari pihak Allah mungkin, karena Allah memiliki keberadaan yang melintasi segala keterbatasan kita. Itu sebabnya iman pun bersifat melintasi segala keterbatasan ruang, waktu dan keberadaan yang kelihatan.

Jadi kita melihat bahwa di satu sisi iman mengandung suatu tuntutan atau tanggung jawab manusia untuk berusaha memahami apa yang mereka percayai seperti rasul Paulus berkata: “Kutahu yang kupercaya.” Sementara di sisi lain iman juga mengandung hal-hal yang melampaui pemahaman manusia sehingga kita tidak boleh mengurung iman di dalam pengetahuan kita yang terbatas.[9] Ketaatan kita terlihat ketika kita secara bersungguh-sungguh menjaga titik keseimbangan di antara kedua kutub ekstrim tersebut.

Jika iman adalah suatu hubungan yang hidup dan yang diatur oleh kaidah-kaidah kebenaran dari Allah, maka secara otomatis kita dapat mengatakan seperti yang Martin Luther katakan: “Beriman adalah menjalani hidup sesuai kehendak Allah.” Bukankah pengertian semacam ini jauh lebih dalam dan melampaui pengertian iman yang di anut oleh sebagian besar orang? Iman bukan sekedar percaya. Di dalam iman memang ada unsur percaya, tetapi iman sendiri jauh lebih luas dan dalam daripada percaya.

Betapa dalamnya pengertian iman, sehingga betapa kurang pantasnya jika kita meremehkan iman kita. Apa yang kita bicarakan di sini masih jauh dari lengkap sehingga kurang memadai untuk dapat membawa kita pada pengertian yang cukup baik tentang iman. Oleh karena itu, di bawah ini adalah beberapa tulisan lain yang berkaitan dengan pengertian iman, yaitu:

Iman Kristen mempunyai dasar yang teguh. Klik disini.

Kebenaran karena iman. Klik disini.

Aspek-aspek dari Iman. Klik disini.

Sebab Karena Kasih Karunia Kamu Diselamatkan Oleh Iman. Klik disini.

Iman Kristen bukanlah suatu kepercayaan yang buta. Klik disini.

Iman kebajikan dan pengetahuan. Klik disini.

Semoga melalui semuanya itu, iman kita sendiri dapat semakin diperkaya.

Tuhan Yesus memberkati. (Oleh: izar tirta).


[1] Silahkan membaca lagi Lembar Pembinaan Edisi 6 tahun 2005.

[2] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 684.

[3] Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), 321.

[4] Itu sebabnya kita tidak boleh merasa lebih hebat dari orang lain jika sekarang ini bisa percaya pada Yesus. Gagasan semacam ini dapat dibaca dalam Efesus 2: 8.

[5] Alister E.McGrath, Christian Theology: An Introduction (Oxford: Blackwell Publishers, 1996),155.

[6] Ibid.

[7] Yaitu: pengertian iman dan komponen iman.

[8] Pada umumnya kita mengatakan seseorang beriman kuat jika ia tidak pernah mengalami keraguan. Tetapi Alkitab justru menjelaskan bahwa raksasa-raksasa iman pun bergumul dalam keraguan. Lynn Anderson D.Min, seorang pendeta senior dan pendiri Hope Network Ministries, mengatakan : “.. aku sangat percaya di mana tidak pernah ada keraguan sama sekali, berarti juga tidak ada iman yang sehat.” Lihat: Lee Strobel, The Case for Faith (Batam: Gospel Press, 2005), 293.

[9] Maksud kalimat ini adalah : “seseorang baru mau percaya jika ia sudah mengerti.” Gagasan seperti itu tidak baik, seharusnya adalah: “Percaya dulu baru mengerti, kemudian setelah percaya dan mengerti barulah kita tahu bahwa sebagian dari hal-hal yang kita percayai itu tidak mungkin kita mengerti. Selanjutnya ketika kita masih bersedia untuk percaya walaupun menemukan hal-hal yang tidak dapat dimengerti maka disitu ketaatan muncul.”