Friday, July 16, 2021

Renungan dari 2 Petrus 1:5

Apakah beriman saja tidak cukup sehingga perlu ditambah dengan kebajikan dan pengetahuan?

 

Renungan dari 2 Petrus 1:5

Pendahuluan

Tulisan ini merupakan sebuah perenungan yang diambil dari Surat Petrus yang ke 2, yaitu tepatnya dari 2 Petrus 1:5. Di dalam tulisan ini kita akan merenungkan isi hati Tuhan, yang dituangkan melalui Petrus, mengenai betapa pentingnya berusaha melakukan sesuatu terhadap iman kita. Hal tersebut penting untuk kita pahami sebab tidak sedikit orang Kristen yang beranggapan bahwa hubungan satu-satunya yang terjalin antara manusia dengan Allah adalah percaya atau iman, tanpa mencoba berpikir lebih jauh mengenai apa yang Alkitab maksudkan dengan kata “percaya,” atau apa ciri-ciri dari orang yang percaya atau beriman tersebut.

Alkitab New Living Translation bersampul kulit. Klik disini.

Melalui 2 Petrus 1:5 ini kita akan belajar betapa Rasul Petrus memberikan penekanan pada arti yang sesungguhnya dari orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Semoga kita dapat membuka pikiran kita dan belajar dengan rendah hati, apa yang Petrus ajarkan melalui ayat ke 5 ini.


Dalam tulisan-tulisan sebelumnya saya telah menguraikan ayat 3 (klik disini) yang berbicara tentang panggilan untuk hidup saleh serta ayat 4 (klik disini) yang berbicara tentang janji Tuhan. [Baca juga: Renungan 2 Petrus 1:6. Klik disini.]

 

Ayat Firman Tuhan:

Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, (2 Petrus 1:5)


Justru karena itu:

Ayat ke 5 ini dibuka oleh Rasul Petrus dengan perkataan “justru karena itu.” Apa yang Rasul Petrus maksudkan dengan perkataan ini? Justru karena apa?


Jika melihat ayat-ayat sebelumnya, maka kita dapat memahami maksud Rasul Petrus, yaitu justru karena anugerah janji yang besar itu serta justru karena kita boleh mengambil bagian di dalam kodrat Ilahi itu, maka ada konsekuensi selanjutnya yang harus diperhatikan oleh orang Kristen.


Sekali lagi kita belajar bahwa anugerah Tuhan itu selalu membawa konsekuensi dan tanggungjawab bagi kita orang-orang yang menerima anugerah tersebut. Jika di dalam hidup kekristenan ini pemahaman anugerah yang seperti demikian tidak kita miliki, maka dapat dipastikan bahwa pemahaman anugerah kita itu tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Rasul Petrus mengajar kita bahwa justru karena anugerah dan panggilan dari Tuhan itu, maka harus ada sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita sebagai orang percaya.


Atau, jika tidak terjadi apa-apa seperti yang diutarakan oleh Rasul Petrus di sini, maka sangat mungkin kita sebetulnya memang belum pernah menerima anugerah dan panggilan dari Tuhan untuk turut mengambil bagian di dalam kodrat Ilahi yang mulia itu. Dan apabila itu yang terjadi dalam hidup kita, maka biarlah pada kesempatan ini kita boleh datang dengan rendah hati ke hadapan Tuhan dan mulai belajar untuk peka terhadap panggilan-Nya serta mulai berespon dengan benar terhadap anugerah-Nya.

 

Kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha:

Meskipun menurut Rasul Petus, berita anugerah tidak bertentangan dengan dorongan untuk berusaha, bahkan sungguh-sungguh berusaha, namun tidak jarang orang Kristen di masa ini yang merasa sangat terganggu dengan konsep yang demikian. Mengapa? Karena tidak sedikit orang Kristen yang mempunyai pemahaman anugerah yang tidak lengkap. Seperti apakah berita anugerah yang tidak lengkap itu? Berita anugerah yang tidak lengkap adalah berita anugerah yang tidak disertai dengan tanggungjawab yang sungguh-sungguh untuk menjalani hidup yang sepadan dengan anugerah itu sendiri.


Sekali lagi, ini bukan berarti bahwa kita diselamatkan karena kesungguhan atau karena perbuatan kita, melainkan tentang apa yang seharusnya terjadi pada diri orang-orang yang sudah diselamatkan oleh Kristus.


Rasul Petrus bukan satu-satunya rasul yang mengajarkan konsep seperti itu. Rasul Paulus pun pernah berkata: Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, (Filipi 2:12)


Dalam tulisan lain Rasul Paulus juga menekankan bahwa anugerah keselamatan yang Tuhan berikan adalah untuk pekerjaan baik yang Tuhan siapkan. Selengkapnya Rasul Paulus berkata: Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. (Efesus 2:10)


Rasul Yohanes, meskipun tidak memakai kata “berusaha” ataupun kata-kata “tetap kerjakan keselamatan,” namun sama-sama memiliki konsep tanggung jawab di dalam anugerah. Istilah yang dipakai oleh Rasul Yohanes adalah: Tetap tinggal di dalam Yesus (Yoh 15:4).


Orang Kristen yang sangat menentang konsep berusaha, berbuat, melakukan atau konsep peraturan dan kewajiban di dalam imannya, memiliki potensi yang besar untuk jatuh ke dalam ajaran sesat yang dikenal dengan istilah anti-nomianisme. Para penganut ajaran anti-nomianisme adalah orang-orang yang mengaku percaya kepada Yesus, tetapi hampir sama sekali menghilangkan arti penting dari Hukum Taurat, peraturan dan kewajiban di dalam kepercayaannya tersebut.


Orang-orang semacam ini ditentang keras oleh Injil Matius, sehingga jika kita membaca Injil tersebut, maka kita akan melihat betapa Matius justru menekankan pada “aspek melakukan perbuatan” ketimbang “aspek percaya.” Hal ini bukan berarti bahwa Injil Matius menentang konsep keselamatan berdasarkan anugerah. Yang ditentang oleh Injil Matius adalah konsep anugerah yang keliru, yaitu konsep anugerah yang menghapuskan arti penting dari perbuatan-perbuatan yang seharusnya ada di dalam diri orang Kristen.

 

Untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan:

Apakah dengan berkata seperti ini Rasul Petrus bermaksud mengatakan bahwa beriman saja tidak cukup? Sehingga harus ditambahkan sesuatu?


Perlu kita ingat sekali lagi bahwa Rasul Petrus tidak sedang berbicara tentang syarat untuk diselamatkan. Yang sedang dibicarakan oleh Petrus adalah bukti atau tanda dari orang yang sudah menerima keselamatan. Orang yang imannya sejati, pasti akan mengalami pertumbuhan. Imannya yang sejati itu pasti akan melahirkan sesuatu yang lain, yaitu kebajikan. Orang yang sungguh-sungguh beriman, akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk berbuat kebajikan, mengapa? Sebab orang itu telah percaya kepada Dia yang adalah sumber dari segala kebajikan.


[Baca Juga: Apakah yang dimaksud dengan iman? Klik disini]

Justru sangat aneh jika ada orang yang mengaku percaya kepada Kristus, namun tidak ada dorongan untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus di dalam hal kebajikan, bukan? Perkataan Petrus ini mirip dengan surat Paulus kepada Titus: Perkataan ini benar dan aku mau supaya engkau dengan yakin menguatkannya, agar mereka yang sudah percaya kepada Allah sungguh-sungguh berusaha melakukan pekerjaan yang baik. Itulah yang baik dan berguna bagi manusia (Titus 3:8).

Tantangan lain bagi orang Kristen untuk menerima konsep kebajikan adalah karena banyak dari mereka yang memahami prinsip total depravity secara terlalu berlebihan. Total depravity adalah suatu pemahaman bahwa semua aspek di dalam diri manusia telah rusak oleh dosa. Di satu sisi tentu saja pemahaman seperti ini ada benarnya. Alkitab pun memberi kesaksian demikian, seperti yang dapat kita baca dalam Roma 3:3-10 misalnya.


Akan tetapi, akan sangat tidak bijaksana apabila kita sedemikian menekankan pemahaman dari Roma 3:3-10 tentang kerusakan manusia, sehingga kita tidak lagi mampu menerima ajaran bahwa sesungguhnya orang percaya telah diberi anugerah oleh Tuhan agar mampu melakukan kebajikan di dalam hidupnya.


Setidaknya apa yang kita baca dari Rasul Petrus membuktikan bahwa kebajikan Kristiani itu adalah suatu kenyataan. Sebab jika tidak ada sama sekali kebajikan Kristiani di dalam dunia nyata, maka untuk apa Petrus menuliskannya bukan? Akan sangat aneh jika Rasul besar seperti Petrus justru memberi nasihat yang sama sekali tidak realisitis seperti itu, bukan?


Memang kita sendiri tidak mungkin melakukan kebajikan yang sempurna seperti Kristus, akan tetapi bukan berarti orang Kristen sama sekali tidak ada kemungkinan untuk melakukannya. Apakah kita ingin mengatakan bahwa orang-orang seperti Rasul Petrus dan Paulus, Raja Daud, Nabi Yesaya dan tokoh Alkitab lainnya sama sekali tidak memiliki kebajikan di dalam hidup mereka?


Ketika Zakheus berkata bahwa setengah dari harta miliknya akan diberikan kepada orang miskin, apakah kita akan menilai bahwa Zakheus telah bersikap munafik di hadapan Tuhan? Tentu itu merupakan cara menilai yang sangat sembrono bukan? Sebab fakta bahwa Tuhan Yesus tidak membuat koreksi apapun terhadap rencana Zakheus, tentu saja sudah merupakan suatu bukti yang kuat bahwa di mata Tuhan kita, perbuatan Zakheus adalah tulus dan sungguh-sungguh merupakan sebuah kebajikan.


Ada kalanya penolakan terhadap konsep kebajikan Kristiani disebabkan pula oleh keengganan manusia untuk taat kepada Tuhan dan melakukan pengorbanan seturut dengan iman yang dimiliki. Hati manusia terlalu berpusat pada kelemahan dan dosa sedemikian rupa sehingga tidak sadar bahwa Tuhan telah menjadikan kita manusia yang baru dan telah memperlengkapi kita dengan segala sestuatu yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan baik yang Tuhan telah rencanakan bagi kita.

 

Dan kepada kebajikan pengetahuan:

Rasul Petrus melanjutkan pengajarannya dengan mengatakan bahwa kebajikan saja ternyata tidak cukup, tetapi harus ditambahkan dengan pengetahuan. Sebab untuk melakukan kebajikan, manusia perlu tahu mana yang benar mana yang salah, mana yang bijaksana dan mana yang sembrono.


Kitab Amsal mengatakan : Tanpa pengetahuan kerajinan pun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah. (Amsal 19:2) Kerajinan adalah sesuatu yang mulia, kerajinan adalah suatu bentuk dari kebajikan. Tetapi menurut penulis Amsal, tanpa pengetahuan, maka hal yang baik seperti kerajinan pun dapat menjadi tidak baik.


Seseorang bisa menjadi rajin, untuk sesuatu yang salah. Misalnya ada orang yang rajin berdoa, tetapi karena kerajinannya itu tidak didukung dengan pengetahuan yang baik, maka bisa saja orang itu berdoa kepada orang kudus atau kepada malaikat atau kepada allah palsu dan bukan kepada Allah yang sejati. Pada akhirnya, kerajinan semacam ini bukan saja tidak berguna, melainkan justru akan membawa orang itu kepada penyembahan berhala.


Atau seseorang bisa saja memiliki hati yang penuh belas kasihan dan siap menolong orang lain, tetapi jika kurang hati-hati atau kurang bijaksana, bisa saja pertolongannya itu malah menyuburkan sifat malas atau manja dari orang yang ditolong tersebut. Sudah bukan rahasia lagi bahwa di dalam kehidupan ini ada orang-orang yang setelah ditolong oleh orang lain, akhirnya malah menganggap bahwa semua orang lain memang selalu berkewajiban untuk menolong dia. Tentu saja sikap yang demikian bukan sikap yang terpuji, tetapi di dalam kehidupan nyata tidak jarang terjadi seperti itu. Sifat penuh belas kasihan adalah sebuah kebajikan, tetapi tanpa didukung oleh kebijaksanaan, maka hal yang baik seperti itu pun bisa membawa dampak yang buruk bagi orang lain.


Kiranya apa yang disampaikan oleh Rasul Petrus melalui 2 Petrus 1:5 ini boleh mendorong kita untuk sungguh-sungguh berusaha menambahkan kepada iman kita itu suatu kebajikan dan kepada kebajikan itu pengetahuan akan kebenaran. Kiranya Tuhan Yesus memberkati dan menolong kita semua. (Oleh: Izar Tirta)


Baca juga:
Siapakah penulis Surat 2 Petrus? Klik disini
Apa panggilan hidup orang Kristen? 2 Petrus 1:3. Klik disini
Apakah janji Tuhan bagi kita? 2 Petrus 1:4. Klik disini
Apa arti bersaksi di dalam kuasa Roh Kudus? Klik disini
Mengapa Tuhan Yesus harus menjadi Manusia? Klik disini