Thursday, March 30, 2023

Bagaimana mendapat kasih dan penghargaan dari Allah (Renungan Amsal 3:3-4)

"Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu, maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalam pandangan Allah serta manusia." (Amsal 3:3,4)


Bagaimana mendapat kasih dan penghargaan dari Allah

Janganlah kasih dan setia meninggalkan engkau:

Penulis Amsal menasihati anaknya dengan tegas tentang apa yang tidak boleh (jangan) dilakukan. Peringatan ini penting karena secara natural, umat Tuhan pun bisa kehilangan kasih dan setia mereka kepada Tuhan maupun kepada sesama.

 


Rekomendasi Buku:
"Yesus - Allah Yang Mengenal Nama Anda"
Klik disini.

Kitab Wahyu mencatat bahwa Tuhan Yesus menegur jemaat Efesus karena mereka kehilangan kasih yang mula-mula. Sepanjang Perjanjian Lama pun, dilukiskan betapa seringnya umat Allah berubah setia pada Allah yang mahapengasih dan panjang sabar itu. Artinya, kehilangan kasih dan setia adalah ancaman yang sungguh-sungguh nyata bagi setiap orang Kristen. [Baca juga: Renungan Amsal 3:5-6. Klik disini.]

Sehingga nasihat penulis Amsal ini sangat relevan dan patut ditaati oleh setiap orang percaya. Tidak jarang orang Kristen yang berasumsi saja bahwa jika orang sudah mengaku percaya maka otomatis dia akan menaruh kasih pada Tuhan dan pasti akan setia selamanya. Padahal tidak demikian adanya.

Orang percaya sejati tahu bahwa mereka bertanggungjawab pula untuk memelihara kasih dan kesetiaan mereka pada Tuhan. Ajaran seperti ini bukan hanya muncul di Perjanjian Lama saja.Tetapi sesuai pula dengan ajaran Perjanjian Baru.

Injil Yohanes memakai present tense untuk kata "percaya" dalam Yohanes 3:16, yang berarti bahwa sebuah kepercayaan kepada Tuhan merupakan suatu tanggungjawab yang harus dilakukan dan dikerjakan setiap hari. Orang Kristen wajib memelihara imannya, wajib memelihara kasihnya dan wajib pula memelihara kesetiaannya. Sambil bergantung sepenuhnya pada kekuatan dan pertolongan dari Allah.


Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu

Kalungkan pada leher merupakan kegiatan yang bersifat eksternal, outward, terjadi di luar tubuh. Mengacu pada perbuatan nyata yang dapat dilihat oleh orang lain. Sedangkan, menulis pada loh hati merupakan kegiatan yang terjadi di dalam diri seseorang. Bersifat internal, inward. Mengacu pada perubahan hati yang disebabkan karena kesetiaan dalam menghayati ajaran Hikmat.

Dua-duanya sangat penting. Dua-duanya perlu diusahakan. Orang Kristen bukan hanya mementingkan perbuatan baik. Tetapi juga mementingkan perubahan hati. Disisi lain, orang tidak bisa hanya mengaku percaya, mengaku ada perubahan hati dan lain sebagainya. Tetapi tidak ada perubahan nyata di dalam perbuatan dan tindakan sehari-hari.

 

maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan

 

Jika dibaca sepintas, ada kesan bahwa kasih dan penghargaan Allah itu bersyarat. Jika manusia berhasil melakukan ayat 1 sampai ayat 3, maka ayat 4 menjadi milik mereka. Tetapi berpikir seperti ini tentu saja bertentangan dengan ajaran Alkitab yang lain. Yaitu bahwa kita diselamatkan berdasarkan anugerah Allah melalui kesempurnaan korban Kristus. Dan bukan karena kekuatan kita sendiri untuk melakukan tuntutan dan perintah Amsal ini.

Oleh karena itu, secara prinsip kita percaya bahwa apabila manusia dapat melakukan ayat 1 hingga ayat 3 pun maka itu pasti merupakan pertolongan dan anugerah dari Tuhan. Dan pasti bukan dari kekuatannya sendiri. Orang yang mendapat anugerah dari Tuhan adalah orang yang ditolong-Nya untuk melakukan ayat 1 - 3. Dan jika seorang manusia memperlihatkan tanda-tanda yang demikian, maka niscaya orang itu akan mendapat kasih dan penghargaan dari Allah dan manusia.

Secara khusus ayat dalam Amsal 3:4 ini dikaitkan dengan kehidupan Tuhan Yesus yang dicatat oleh Lukas. Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia. (Lukas 2:52)

Membaca tulisan Lukas, kita tidak dapat berkata: "Tentu saja Tuhan Yesus seperti itu, Dia adalah Tuhan?" Mengapa tidak dapat? Sebab kedatangan Tuhan Yesus adalah untuk menjadi teladan pula bagi kita. Ia adalah contoh dari sosok Manusia yang sempurna. Sehingga, sekalipun kita sendiri bukan orang yang sempurna. Kita tetap bertanggungjawab untuk berusaha hidup seperti Dia. Apabila kita mengaku percaya dan ingin dipersatukan dengan Kristus. Orang percaya sejati pasti akan dipersatukan dengan Kristus. Orang yang dipersatukan dengan Kristus, pasti akan berusaha meneladani Dia. Meskipun kita ini tidak sempurna.


dalam pandangan Allah serta manusia

 

Kita lebih mudah memahami jika disebutkan "dalam pandangan Allah" Sebab hanya Allah yang dapat menilai manusia sampai jauh ke dalam hati. Tetapi disini dikatakan "serta manusia"

Mengapa pandangan manusia seakan-akan juga penting di sini? Alkitab mengajarkan bahwa aspek vertikal dan aspek horisontal merupakan dua hal yang saling berkaitan, bahkan tidak terpisahkan. Tuhan Yesus pernah mengajarkan Hukum yang utama dan terutama: Matius 22:37-40 37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. 40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."

Perhatikan bahwa hukum kedua dianggap sama dengan hukum pertama. Tentu bukan berarti bahwa Allah dipersamakan nilainya dengan manusia. Melainkan bahwa mengasihi Allah sama pentingnya dengan mengasihi manusia. Mengasihi Allah tidak mungkin dipisahkan dengan mengasihi manusia.

Kita tidak dapat mengatakan bahwa kita mengasihi Allah, tetapi tidak mengasihi manusia, seperti gerakan radikalisme agama yang kerap menghancurkan manusia lain yang tidak sepemahaman misalnya.

Sebaliknya pun kita tidak dapat mengatakan bahwa kita mengasihi manusia, seperti gerakan humanisme misalnya,  tetapi tidak menaruh kepedulian pada Allah.

Rasul Yohanes juga pernah mengatakan prinsip yang serupa. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. (1 Yoh 4:20)

Dalam Amsal, pandangan Allah diparalelkan dengan pandangan sesama, sesuai dengan prinsip yang disampaikan oleh Tuhan Yesus maupun rasul Yohanes. Kita tidak dapat mengatakan bahwa kita sedang melakukan kebaikan bagi Allah, sementara semua orang disekitar kita merasa terganggu. Kita tidak dapat mengatakan bahwa kita setia melakukan perintah Allah. Jika melakukan kewajiban kita pada atasan saja kita tidak setia.

Tetapi hal ini memang tidak bisa diterapkan dalam segala situasi. Ada kalanya kita harus menyatakan kebenaran sekalipun orang di sekitar kita mungkin akan membenci kita. Tetapi bukan sudut pandang seperti itu yang sedang disoroti oleh Amsal ini. Barangkali hal itu adalah dalam kasus atau kondisi khusus dimana manusia harus memilih antara perkenanan Tuhan dan manusia.

Tentu saja dalam hal itu kita harus memilih perkenanan Tuhan. Tetapi yang disorot oleh Amsal ini adalah dalam konteks kehidupan normal sehari-hari. Sebagai orang yang memiliki iman yang sungguh kepada Tuhan, sewajarnya jika orang itu menyenangkan hati Tuhan. Sekaligus menjadi berkat bagi manusia. Kiranya Tuhan Yesus mengampuni dan menolong kita. Amin.

 

Pertanyaan:

Kasih dan kesetiaan siapakah yang akan pergi meninggalkan kita?
Apakah kasih dan kesetiaan manusia dapat hilang?
Apa artinya kalungkan dileher, tuliskan di loh hati?
Bagaimana kita menuliskan kasih dan kesetiaan itu di dalam loh hati kita?
Apakah kasih dan penghargaan Allah itu bersyarat sifatnya?

Baca juga: Tuhan Yesus adalah Raja. Klik disini.