Oleh : Izar Tirta
Versi Audio dari tulisan ini dapat didengarkan melalui:
Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun.. (Matius 27:38a)
Kristus Yesus adalah Pribadi paling mulia yang pernah hidup dan berjalan-jalan di atas bumi kita ini. Meskipun demikian, sejak lahir hingga kematian-Nya, Tuhan kita senantiasa berada di dalam kehinaan. Dilahirkan di antara binatang-binatang, hidup di antara para pendosa (tidak sedikit bahkan yang membenci Dia), lalu mati di antara para penyamun. Sulit membayangkan bahwa ada seorang manusia yang jalan hidupnya bisa setragis itu.
Meskipun demikian, kehidupan Tuhan Yesus adalah kehidupan yang menjadi terang dan berkat untuk banyak orang. Dan sebagai orang yang percaya kepada-Nya, kita pun dipanggil untuk memiliki hidup yang seperti Yesus Kristus, yaitu hidup yang menjadi terang, hidup yang menjadi berkat, hidup yang menyangkal diri bahkan memikul salib bersama-sama dengan Tuhan. Apakah sebagai orang Kristen kita sadar akan panggilan ini?
Salib dan penderitaan adalah hal yang tak terhindarkan oleh setiap manusia yang terlahir ke dunia ini. Yang menjadi persoalan bukan apakah kita akan menderita atau tidak menderita. Yang menjadi persoalan adalah apakah kita menderita sekarang selagi di dunia ini? Atau menderita nanti, setelah tidak di dunia ini lagi?
Yang menjadi pertanyaan bukan apakah kita akan memikul salib atau tidak memikul salib. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita memikul salib penderitaan yang disediakan Kristus dan mati bersama Dia? Atau memikul salib penderitaan yang disediakan dunia ini dan mati tanpa Dia?
Kita sudah sangat terbiasa (familiar) dengan ajaran bahwa Yesus Kristus mati untuk menebus kita dari dosa bukan? Tapi apakah kita pernah mempertanyakan, mengapa Tuhan harus mati sambil disertai dengan kehadiran orang lain? Mengapa Tuhan kita tidak tersalib sendirian saja? Pasti jauh lebih dramatis penggambarannya jika seperti itu, bukan? Yesus Anak Allah itu mati sendirian di dalam sepi, menjadi satu-satunya pusat kehinaan, sebagai satu-satunya objek pelengkap penderita yang dibutuhkan umat manusia?
Namun mengapa harus ada dua orang tersebut yang mati bersama-Nya pada hari itu? Apakah mereka sekedar figuran dalam kisah ini? Jika ya, lalu mengapa hanya dua orang, bukan empat, sembilan atau lima belas orang saja sekalian, agar lebih rame dan lebih seram adegannya? Adakah ini semua semata-mata suatu kebetulan belaka? Pasti tidak.
Ketika kita membaca Alkitab, alangkah baiknya jika kita tidak berada di posisi penonton (outsider perspective) semata-mata, yaitu hanya melihat adegan yang satu berganti kepada adegan yang lain tanpa ada hubungan apa-apa dengan diri kita. Sebaliknya, sungguh hal yang indah apabila kita sedang membaca Alkitab, kita dapat melihatnya sebagai cermin dari kehidupan kita sendiri. Alkitab ditulis untuk manusia, Alkitab ditujukan kepada kita. Oleh karena itu, kita belum benar-benar membaca Alkitab jika belum melihat di mana keterkaitan sebuah kisah yang ada di dalamnya itu dengan diri kita sendiri.
Tentu saja hal ini bukan dimaksudkan untuk menyuburkan sifat narsis di dalam diri kita yang sering menganggap diri ini sedemikian penting sehingga selalu harus menjadi pusat perhatian, pasti bukan itu maksudnya. Tetapi hal ini untuk mengingatkan kita bahwa ketika Allah berbicara melalui Alkitab, mata-Nya sedang tertuju kepada kita.
Mengapa ketika Tuhan disalibkan, Dia tidak tersalib sendirian? Karena kita semua pun seharusnya hadir di sana. Kedua penyamun itu adalah wakil dari kita semua, yaitu orang-orang berdosa yang kelak juga akan mati seperti mereka. Namun yang terjadi di Golgota bukan orang berdosa yang mati untuk menemani kematian Kristus, melainkan Kristus yang mati untuk menemani kematian orang berdosa. Sebab bagi Kristus selalu ada pilihan untuk mati atau tidak mati. Tetapi bagi kita manusia, tidak ada pilihan selain daripada datangnya kematian itu sendiri.
Cepat atau lambat, kematian akan menjemput kita. Dan seperti di Golgota itu, ada yang mati sambil mengenal Kristus, namun ada pula yang mati sambil tetap tidak mengenal Dia, demikian pula kelak semua manusia terbagi ke dalam dua golongan saja; mereka yang mati sambil mengenal Dia dan mereka yang mati sambil tetap tidak mengenal Dia. Tidak ada golongan yang lain.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah; apakah yang akan terjadi dengan kita sendiri kelak? Jika di dalam hidup ini kita tidak pernah mengenal Dia, maka pada saat setelah matipun kita tidak akan bersama-sama dengan Dia. Tetapi jika di dalam hidup ini kita sudah mengenal Dia, maka kita boleh berharap bahwa pada hari kematian datang menjemput, maka pada hari itu juga kita akan bersama-sama dengan Dia di Firdaus. Kiranya Tuhan menaruh belaskasihan dan menolong kita untuk mengenal Dia selagi di sini dan sekarang.
Baca juga:
Sebab karena kasih karunia kamu di selamatkan. Klik di sini
Mengapa Tuhan Yesus harus menjadi Manusia? Klik di sini
Apakah kubur Tuhan Yesus telah ditemukan? Klik disini
Apa maksud dari bersaksi di dalam kuasa Roh Kudus? Klik disini