Oleh: Izar Tirta
Versi Audio dapat didengarkan melalui Podcast: Anchor atau Spotify
Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Nya. (Matius 27:38b)
Jika dalam pembahasan
sebelumnya kita sudah merenungkan tentang mengapa ada dua orang penyamun yang
turut disalibkan bersama Yesus Kristus dan mengapa Tuhan kita tidak disalibkan
seorang diri saja, maka pada bagian ini kita mendapati informasi lebih lanjut tentang
posisi penyaliban Tuhan Yesus. Matius menyebutkan bahwa yang seorang ada di sebelah kanan, dan yang seorang ada di sebelah kiri-Nya. Tapi
pertanyaannya, mengapa Matius harus
mencatat hal ini? [Baca juga: Mengapa Paulus rela terkutuk bagi orang berdosa? Klik disini.]
Nabi Yesaya pernah
menuliskan tentang Yesus Kristus demikian: … ia terhitung di antara
pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan
berdoa untuk pemberontak-pemberontak. (Yesaya 53:12)
[Baca juga: Arti penting kebangkitan Yesus Kristus. klik disini]
Apa yang dituliskan
oleh Matius adalah penggenapan dari apa yang dikatakan oleh Yesaya sekitar 700
tahun sebelumnya, namun apa kira-kira pesan
yang ingin disampaikan dari kondisi Tuhan Yesus yang disalibkan di
tengah-tengah, sehingga Matius merasa perlu menyebutkan hal itu secara khusus? Bukankah
Tuhan kita tetap dapat diperhitungkan di antara pemberontak, meskipun tidak
disebutkan secara spesifik bahwa Dia
ditempatkan di tengah?
Beberapa penafsir PB mengatakan bahwa pada hari itu seharusnya memang ada tiga orang yang disalibkan. Dan orang ketiga, yaitu yang dianggap sebagai pemimpin dari kelompok tersebut, tidak lain dan tidak bukan adalah Barabas. Namun sebagaimana kita ketahui, Barabas justru kemudian dibebaskan dan digantikan dengan Kristus Yesus. Jika Barabas ada, maka dialah yang seharusnya disalibkan di tengah, sebab dia adalah pemimpin dari kelompok penyamun ini. Tapi mengapa harus Yesus Kristus yang kemudian ditaruh di tengah menggantikan posisi Barabas?
Saya melihat bahwa hal ini sangat mungkin ada hubungannya dengan tulisan Pilatus yang ditempelkan di atas salib Tuhan kita yaitu: "Inilah Yesus Raja orang Yahudi" (Matius 27:37). Bukankah seorang raja atau seorang pemimpin memang selalu ditempatkan di posisi tengah? Sehingga dapat disimpulkan bahwa penempatan Tuhan kita di posisi tengah pun ada hubungannya dengan hal tersebut, yaitu sebagai suatu olok-olok bangsa Romawi bahwa Yesus orang Nazaret yang mengaku sebagai Raja ini, ternyata adalah Raja dari kumpulan para penjahat tersebut. Sangat mungkin apa yang dilakukan oleh Romawi ini adalah atas anjuran orang-orang Yahudi karena mereka sangat membenci Tuhan Yesus.
Tidak cukup Tuhan kita
dipukuli, diludahi, dicacimaki, dimahkotai duri, dicambuk dengan duri, dipaksa
memikul salib, serta ditancapkan ke sebuah tiang dengan paku-paku. Kini kita
tahu bahwa bahkan secara posisi penyaliban pun Dia masih diejek dengan
ditempatkan bukan saja pada posisi yang sama seperti penjahat, tetapi bahkan
sebagai pemimpin dari para penjahat itu. Sungguh merupakan sebuah lelucon
kejam yang sangat-sangat tidak mengenal belas kasihan sama sekali.
[Baca juga: Ketika Bapa yang baik mengizinkan penderitaan. Klik disini]
Jika kenyataan seperti
ini belum dapat menggerakkan hati kita untuk mengasihi Kristus, maka tidak tahu
lagi hal apakah yang kiranya dapat? Tuhan Yesus sudah disiksa, dipermainkan dan
dipermalukan serta dihina sehebat-hebatnya di atas kayu salib itu demi
menunaikan panggilan-Nya di dunia ini. Masihkah kita berani mengatakan bahwa ada
cara lain bagi manusia untuk diselamatkan dari hukuman dosa selain melalui Dia?
Masihkah kita berpikir bahwa menolak Kristus itu bukan merupakan suatu
perbuatan yang jahat?
Kalau anak kita yang masih kecil membuat gambar pemandangan yang berantakan lalu menghadiahkan gambar itu kepada kita orang tuanya. Apakah orang tua yang normal tega menolak atau bahkan berani berkata jujur bahwa gambarnya itu jelek dan berantakan? Bukankah dengan penuh kasih kita pasti mau menerima karya tersebut karena kita sangat mencintai dia?
Yesus Kristus bukan seorang anak kecil, Dia adalah Tuhan. Tuhan Yesus juga bukan membuat karya yang berantakan, melainkan telah menghasilkan karya terbaik yang tidak mungkin dapat dikerjakan oleh siapa pun. Lalu Tuhan bermaksud untuk memberikan karya-Nya itu kepada manusia. Tetapi mengapa manusia bisa punya hati yang sedemikian dingin dan kejam sehingga berani menolak karya tersebut?
Jika kita bisa kesal atau marah kepada orang tua yang menolak karya anaknya karena dinilai jelek, mengapa kita tidak bisa melihat kekejaman hati manusia yang telah menolak Kristus? Dia bukan pemberontak, tetapi rela dihina dan mati di antara pemberontak. Kristus telah memberi yang terbaik, tetapi banyak orang menganggap ada orang lain yang sama baiknya atau bahkan lebih baik daripada Dia.
Apabila kita berkata bahwa semua orang bisa diselamatkan walau tanpa melalui Kristus Yesus, maka itu sama saja dengan mengatakan bahwa karya keselamatan Yesus Kristus yang sedemikian sempurna itu adalah sebuah karya yang biasa-biasa saja, pekerjaan yang tidak terlalu istimewa, dapat dikerjakan oleh siapapun serta dapat diselesaikan dengan cara lain (tanpa salib Kristus). Apakah ini bukan keterlaluan namanya?
Tuhan Yesus sendiri pernah berkata: Bapa telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak,supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia. (Yoh 5:22,23).
Pesan dari Alkitab begitu
jelas, yaitu bahwa semua orang harus
memperlakukan Tuhan Yesus sama seperti mereka memperlakukan Allah. Oleh karena
itu, menolak Tuhan Yesus bukanlah suatu persoalan yang sederhana, menolak Dia sama
artinya dengan menghina Allah dan tentu saja menghina Allah pasti merupakan sebuah
kejahatan yang sangat serius.
[Baca juga: Tema-tema penting dalam Perjanjian Baru. Klik disini]
Mungkin banyak orang
akan terkejut akan betapa seriusnya masalah ini, tetapi sangat mungkin pula
bahwa keterkejutan semacam itu adalah sebuah
tanda bahwa selama ini mereka memang kurang
menggali dan jarang merenungkan
Firman Tuhan. Kiranya Tuhan menolong dan menaruh belas kasihan pada kita semua.
Kiranya Tuhan mencelikkan mata kita untuk memandang Dia yang terhitung di
antara para pemberontak itu. Amin.
Baca Juga:
Kisah Yehuda dan Tamar, serta hubungannya dengan Tuhan Yesus. Klik disini
Mengapa Tuhan Yesus harus menjadi Manusia? Klik disini