Thursday, August 5, 2021

Firman Tuhan adalah Kebenaran - Bagian 3

 

Firman Tuhan adalah kebenaran kekal

Pada tulisan terdahulu (klik disini) kita telah belajar bahwa:

  1. Tidak ada jarak antara Firman Tuhan & kebenaran. Artinya, Firman Tuhan identik dengan kebenaran.
  2. Manusia, sebagai perbandingan, tidaklah identik dengan kebenaran.
  3. Manusia memiliki sifat kebenaran karena dicipta oleh Allah yang adalah kebenaran. Itu sebabnya, manusia senantiasa haus akan kebenaran.
  4. Hanya ada empat Subjek di dalam Alkitab yang diidentikkan dengan kebenaran yaitu Allah Bapa, Yesus, Roh Kudus dan Firman Tuhan. Dan di dalam asas Tritunggal, kita tahu bahwa semuanya itu satu adanya.
  5. Ada beberapa kualitas, atau disebut juga sifat atribusi, yang harus dimiliki oleh suatu Subjek untuk dapat diidentikkan dengan kebenaran, yaitu mahatahu, mahakuasa, mahakudus dan kekal.

Mahatahu

Manusia butuh proses belajar untuk mengetahui sesuatu, tetapi Allah yang Mahatahu tidak membutuhkan proses itu. Firman yang diucapkan oleh Tuhan memang bersifat progresive revelation (penyataan yang bertahap), namun bukan disebabkan karena pengetahuan Allah yang maju secara bertahap dari jaman ke jaman, melainkan karena Allah berusaha menyesuaikan pengetahuan-Nya yang sempurna dengan keterbatasan pengetahuan manusia. Jika Allah menyatakan diri-Nya secara lengkap melalui Firman sekaligus dalam waktu yang bersamaan, maka manusia akan sulit bahkan tidak mungkin belajar apa-apa dari Firman itu. Itu sebabnya dibutuhkan kurang lebih 1.500 tahun untuk manusia memperoleh penyataan Allah yang begitu besar secara lengkap.

[Baca juga: Apa arti dari nubuat? Apakah nubuat masih ada? Klik disini]

Firman Tuhan memiliki sifat Mahatahu karena diucapkan oleh Pribadi yang Mahatahu. Sehingga apapun yang diucapkan oleh-Nya pastilah didasarkan pada pengetahuan yang sempurna, lengkap & tidak membutuhkan proses. Karena sifat Mahatahu ini, maka Firman Tuhan mempunyai kemungkinan untuk benar secara mutlak. Mengapa demikian? Bukankah semula dikatakan bahwa Firman identik dengan kebenaran? Tetapi mengapa kini dikatakan hanya “mempunyai kemungkinan?” Jawabannya, karena sifat Mahatahu ini masih perlu didukung oleh sifat atribusi lainnya agar dapat diidentikkan dengan kebenaran. [Baca juga: Perkataan yang tak pernah meleset. Klik disini.]

Mahakuasa

Penderitaan di dunia ini adalah ladang yang subur bagi manusia untuk menolak atau paling tidak meragukan Tuhan. Apakah Tuhan tidak tahu bahwa manusia mengalami begitu banyak penderitaan? Dalam hal ini ke-Mahatahu-an Allah dipertanyakan. Jika Tuhan memang Mahatahu, apakah Dia tidak berkuasa untuk menolong manusia dari penderitaan? Dalam hal ini ke-Mahakuasa-an Tuhan yang dipertanyakan.

Alkitab mengajarkan bahwa Allah bukan saja Mahatahu, tetapi juga Mahakuasa. Kata “kuasa” di sini lebih berarti “mampu” dalam bahasa Indonesia, bukan kuasa (otoritas) seperti yang dimiliki oleh seorang penguasa. Sehingga apapun yang ada di dalam pikiran dan kehendak Allah, pasti mampu untuk diwujudkan-Nya. Lalu apa artinya Allah adalah Pribadi yang Mahakuasa? Ke-Mahakuasa-an Allah mengandung arti bahwa tidak ada kuasa apapun yang melebihi kuasa Allah. Satu-satunya kuasa yang membatasi kuasa Allah adalah diri-Nya sendiri. Itu sebabnya, Allah yang Mahakuasa tidak selalu dapat mengerjakan segala-galanya secara bebas. Ada yang membatasi, yaitu Pribadi-Nya sendiri. Allah tidak dapat berbuat dosa, Allah tidak dapat tidak mengasihi dll adalah beberapa contoh “ke-tidakmampu-an” Allah sehubungan dengan sifat Pribadi-Nya.[1]

Firman Tuhan adalah Firman yang Mahakuasa, apa yang difirmankan pasti terjadi. Itu sebabnya Firman Tuhan juga mempunyai kemungkinan untuk benar secara mutlak.

Mahakudus

Apa gunanya Firman itu memiliki kualitas Mahatahu dan Mahakuasa, jika Allah yang mengucap Firman itu bukanlah Allah yang Mahakudus?

Manusia, dalam kapasitasnya yang terbatas, dapat mengetahui sesuatu dan mampu melakukan sesuatu, tetapi karena manusia bukan makhluk yang mahakudus, maka apa yang ia ucapkan belum tentu merupakan kebenaran. Contoh: Anda diminta untuk melayani dalam kebaktian oleh pengurus gereja pada hari Minggu pagi (ini hanya contoh lho). Anda tahu bahwa pada waktu seperti itu anda tidak pergi kemana-mana sehingga sebenarnya bisa melakukan pelayanan tersebut. Dan dari segi kemampuan juga sebenarnya anda bisa melakukan pelayanan tersebut dengan baik. Akan tetapi karena anda sedang malas, maka anda katakan: “Wah sayang aku tidak bisa tuh melayani pada hari itu.” Ucapan ini sebenarnya didasarkan pada pengetahuan dan kemampuan yang memadai, tetapi karena subjeknya berbohong, maka ucapannya tentu menjadi tidak benar.

Dari contoh sederhana ini, maka jelaslah bagi kita bahwa sifat Mahatahu dan Mahakuasa dari Firman Tuhan hanya mengandung kemungkinan bahwa apa yang terkandung dalam Firman itu adalah kebenaran mutlak. Kita baru yakin bahwa Firman itu adalah kebenaran mutlak, jika diucapkan oleh Pribadi yang Mahakudus.

Allah boleh saja Mahatahu dan Mahakuasa, tetapi jika Allah tidak Mahakudus, maka mungkin saja Ia berbohong ketika menyampaikan Firman kepada manusia. Jika sudah begini, maka tidak ada kemungkinan bagi kita untuk memahami rencana dan mengetahui karya Tuhan bagi kita, karena kita dibayang-bayangi oleh perasaan, “…darimana kita yakin bahwa janji Tuhan ini benar, bagaimana jika kita ternyata dibohongi oleh-Nya…?”

Syukurlah, kita tidak perlu khawatir seperti itu, karena Allah kita adalah Allah yang Mahakudus. Pengetian Mahakudus begitu dalam, tetapi dalam hubungannya dengan konteks pembicaraan kita sekarang ini, Mahakudus dapat kita artikan sebagai memiliki moralitas yang tidak tercela karena tidak dicemari oleh dosa. Allah tidak mungkin melakukan penipuan atau kejahatan karena Allah adalah Mahakudus. Karena Ia adalah Mahakudus, maka ucapan-Nya pasti benar secara mutlak.

Dalam ke-Mahatahuan-Nya, Allah pasti benar ketika mengucapkan Firman karena Ia benar-benar tahu apa yang Ia ucapkan. Dalam ke-Mahakuasaan-Nya, Allah pasti benar ketika mengucap sesuatu Firman, karena segala sesuatu dapat Allah rancang sesuai dengan yang Ia inginkan. Allah tidak perlu “khawatir” seperti kita bahwa ada sesuatu yang terjadi di luar perhitungan-Nya atau sesuatu yang dapat mengacaukan rencana atau membatalkan ucapan-Nya. Tetapi semua itu hanya mempunyai kemungkinan bahwa Firman-Nya benar secara mutlak. Baru setelah kita tahu bahwa Allah adalah Pribadi yang Mahakudus, maka kita dapat memastikan bahwa Firman Tuhan adalah kebenaran secara mutlak.[2]

Kekal

Firman Tuhan adalah kekal karena Allah yang berfirman pun kekal adanya. Kekal berarti, firman itu berlaku selama-lamanya. (Kita sudah pernah membahas hal ini dalam tulisan berjudul “Pentingnya Firman Tuhan.” Oleh karena itu saya tidak akan berpanjang-panjang lagi.) Jika kebenaran hanya berlaku sementara, maka bagaimana dapat dikatakan sebagai kebenaran mutlak? Itu sebabnya sifat ini pun saya masukkan pula di pembahasan kita.

Kita sudah membicarakan beberapa sifat atribusi yang berhubungan dengan kebenaran Firman Tuhan. Namun masih ada satu hal lagi yang perlu kita telaah yaitu kebenaran itu sendiri. Apa yang dimaksud dengan kebenaran?

Kebenaran

Arti kata-kata “Firman Tuhan adalah kebenaran” sesungguhnya dapat pula ditelaah dari bagaimana Tuhan Yesus memakai istilah bagi kata kebenaran itu. Dalam bahasa aslinya kata yang dipakai dalam Yohanes 17:17 yang kita bahas ini bukanlah alethinos atau alethes yang berarti “benar” atau mengandung kebenaran. Tetapi Tuhan Yesus memakai kata aletheia yang berarti bukan saja benar, tetapi adalah hakekat dari kebenaran itu sendiri.[3]

Sebenarnya kata aletheia ini sering dipakai pula di dalam berbagai bidang disiplin ilmu, misalnya:

  • Dalam bidang hukum, kata ini berarti duduk perkara yang nyata.
  • Dalam bidang sejarah, kata ini menunjuk pada kejadian yang nyata (sebagai kontras dari dongeng)
  • Dalam ilmu filsafat, kata ini berarti sesuatu yang sungguh-sungguh nyata dalam arti mutlak.

Dalam budaya Yunani dan akar ke Yahudian yang mempengaruhi penulisan PB, kata aletheia ini dipengaruhi oleh kata Ibrani emet yang biasanya dipakai untuk membicarakan kejadian-kejadian, apakah benar atau bohong. Kata emet ini dapat pula dikenakan pada sifat terpercayanya seseorang.[4]

Jadi , apa itu kebenaran? Kebenaran berarti tidak ada kepalsuan di dalamnya. Apa itu kebenaran? Kebenaran berarti memiliki karakter Allah di dalamnya. Apa itu kebenaran? Kebenaran berarti benar-benar ada dan selamanya ada. Apa itu kebenaran? Kebenaran adalah standar mutlak yang berlaku universal. Apa itu kebenaran? Kebenaran adalah Pribadi Allah sendiri yang kita kenal melalui Firman-Nya.

Penutup

Betapa dalamnya pengertian yang ada di dalam Alkitab. Dari satu kalimat singkat seperti “Firman Tuhan adalah Kebenaran” - yang barangkali telah berulang kali kita baca dalam Yoh 17:17 namun yang mungkin berulang kali pula kita lewati begitu saja tanpa sempat merenungkan artinya – ternyata tersimpan pokok-pokok pikiran yang penting untuk diketahui oleh orang Kristen.

Setelah pemahaman kita tentang Firman Tuhan yang adalah kebenaran makin bertambah maka renungkanlah, betapa indahnya fakta bahwa Allah sudi ber-Firman pada kita, bukan? Manusia yang pintar sekali, berkuasa sekali serta kaya sekali seringkali enggan berbicara dengan orang-orang yang tidak se-level dengan dirinya. Tetapi Allah yang Mahatahu, Mahakuasa dan Mahakaya bersedia untuk berbincang-bincang dengan kita, makhluk yang bodoh dan jahat ini. Dan itupun bukan untuk kepentingan Dia, tetapi demi kepentingan kita. Luarbiasa bukan? Kita patut bersyukur bisa mengenal Firman Tuhan, itulah harta yang tak ternilai harganya bagi hidup kita. Itu adalah hidup kita sendiri.[5]

Betapa malangnya dunia yang tidak pernah mendengar Firman. Lebih malang lagi adalah dunia yang pernah dengar namun membenci Firman itu. Namun yang paling malang adalah orang Kristen yang punya kesempatan untuk belajar Firman, tetapi malah menyia-nyiakan kesempatan itu. Marilah kita jauhi sikap semacam ini.

Mari kita mempelajari Firman Tuhan dengan sungguh-sungguh dan berusaha menjadi pelaku-pelaku Firman sehingga dengan demikian kita berkesempatan untuk menjadi agen-agen kebenaran bagi dunia yang semakin menolak kebenaran ini. Sebab kita tahu, yakin dan percaya bahwa Firman Tuhan adalah kebenaran. Tuhan memberkati. (izar)


[1] Kita pernah membahas ini dalam tulisan “Merenungkan Arti Kebebasan : Hubungan Kebebasan dan Batasan.”

[2] Kalimat ini harus ditinjau dari sudut pandang kita. Dari sudut pandang Allah, Ia tidak butuh pengakuan siapapun tentang ke-Mahakudusan-Nya.

[3] Kata yang sama ini dipakai pula oleh Tuhan Yesus di dalam Yoh 14:6 untuk menunjuk pada diri-Nya

[4] Sehingga kata ini kadang bahkan diterjemahkan menjadi “setia”

[5] Lihat pembahasan dalam tulisan “Pentingnya Firman Tuhan”