… maka
terkutuklah tanah karena engkau;
… semak dan
rumput duri …
… yang akan
dihasilkannya bagimu, (Kej 3:17,18)
Jatuhnya
manusia ke dalam dosa membawa implikasi yang sangat serius bukan saja bagi
manusia itu sendiri, tetapi juga bagi seluruh alam semesta. “Terkutuklah
tanah karena engkau,” kata Tuhan kepada Adam. Dan semenjak itu,
dunia bukan lagi senantiasa menjadi rumah yang aman bagi manusia. Bencana
kekeringan, banjir, gunung meletus, taufan hingga tsunami adalah beberapa
contoh kecil dari wajah alam yang tidak lagi bersedia untuk menjadi sahabat
manusia. Dosa telah merusak relasi manusia dengan alam sekitarnya. [Baca juga: Yesus adalah Tuhan atas seluruh bumi. Klik disini.]
Alam
yang semula ditetapkan oleh Tuhan untuk dikuasai oleh manusia, kini justru
menunjukkan taringnya dan siap menantang manusia manapun yang ingin mencoba
kekuatan yang dimilikinya. Pesan yang disampaikan oleh Alkitab cukup jelas,
ketika manusia memberontak kepada Allah, maka alampun memberontak kepada
manusia, tidak ingin dikuasai lagi.[1]
Hanya karena anugerah Tuhan sajalah, maka aktivitas keseharian sebagian besar
umat manusia masih terpelihara dari hari ke sehari, hingga saat ini. Berkat
kebaikan Tuhan sajalah alam masih menahan kegeramannya terhadap dosa-dosa
manusia.
Namun
keadaan yang relatif terkendali ini tidak akan selamanya berlangsung seperti
itu. Coba perhatikan perkataan Petrus berikut ini: … hari Tuhan akan tiba
seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat
dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada
di atasnya akan hilang lenyap. (2 Petrus 3:10).
Dari tulisan Petrus, kita tahu bahwa pada suatu hari, akan
tiba saatnya, dimana semua bencana alam yang pernah kita lihat hari ini, tidak akan
ada artinya lagi jika dibandingkan dengan gemuruh yang dahsyat itu. Pada hari
Tuhan, yaitu hari dimana Tuhan hadir di dalam segala kemuliaan dan dalam
murka-Nya yang kudus, seluruh alam semesta akan melepaskan segala kekuatannya tanpa
ditahan-tahan lagi oleh Sang Pencipta. Dan ketika hal itu terjadi, maka tidak akan
ada teknologi atau sistem kapital sebesar apapun yang dapat menahan daya hancur
yang teramat dahsyat itu. [Baca juga: Makna Hari Tuhan. Klik disini.]
Kita sering disuguhi film-film bertema apocalyptic oleh Hollywood di mana
selalu ada segelintir umat manusia yang berhasil selamat dari bencana. Untuk
memberi kesan bahwa bagaimana pun hancurnya dunia, manusia selalu akan menjadi
pemenang. Betapa pun buruknya situasi, selalu dapat diatasi oleh manusia.
Bahkan tindakan Thanos yang
menyebabkan lenyapnya separuh umat manusia pun, dapat dicarikan jalan
keluarnya, dapat di-reverse,
dikembalikan ke situasi semula.
Tetapi tentu saja, itu semua hanya film belaka. Kita
boleh saja terhibur oleh segala keseruan kisah yang ada di dalamnya, tetapi
hendaklah kita jangan sampai lupa, bahwa bagaimana pun juga itu hanyalah film.
Apabila hari Tuhan yang disebutkan oleh rasul Petrus itu
terjadi, maka dapat dipastikan tak ada seorangpun yang akan bertahan. Zefanya,
seorang nabi dari era Perjanjian Lama yang melayani Tuhan di wilayah kerajaan
Selatan, pernah berkata: ..hari TUHAN pahit, pahlawan pun akan menangis.
(Zefanya 1:14).
Tidak akan ada hero
yang muncul pada hari Tuhan, apalagi seorang superhero. Semua orang, bahkan pahlawan pun akan menangis pada hari
yang getir itu. Hari di mana Tuhan meluapkan murka-Nya pada manusia yang
berdosa.
Ketika Zefanya menulis kalimat tersebut, yang ia
maksudkan adalah hari dimana Yerusalem dihancurkan oleh Babilonia. Dari sejarah
kita tahu, bahwa kehancuran yang terjadi pada zaman Zefanya itu belum bersifat
menyeluruh. Masih ada orang-orang yang tersisa dan berhasil selamat pada hari
tersebut.
Tetapi apa yang dilukiskan oleh rasul Petrus, jauh lebih
mengerikan dari apa yang dilihat oleh Zefanya. Karena menurut Petrus, pada hari
itu Tuhan tidak lagi memakai bangsa Babilonia untuk menghukum Israel yang
berdosa. Pada hari itu, Tuhan akan memakai seluruh alam semesta untuk menghukum
seluruh umat manusia yang berdosa.
Jika di zaman Zefanya saja, para pahlawan akan menangis.
Bagaimanakah kira-kira yang akan terjadi di zaman yang disebutkan oleh Petrus
ini?
“Mengapa
di tanahku terjadi bencana?” tanya Ebiet G.Ade di dalam salah satu lagunya. Saya
pikir, seandainya saja penyanyi kondang di era awal ’80-an itu merenungkan Firman
Tuhan dengan baik, maka ia tentu tidak perlu repot-repot bertanya kepada rumput yang bergoyang, bukan?
Dari
Alkitab kita tahu, bahwa alam bukan satu-satunya pihak yang dirugikan, seluruh
makhluk ciptaan Tuhan yang lain pun ikut menanggung akibat dari kejatuhan
manusia ke dalam dosa ini. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Rasul Paulus menulis:
“… Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan
kepada kesia-siaan, ….sampai sekarang segala makhluk sama-sama
mengeluh…” (Roma 8:20 dan 22). Baik alam, maupun makhluk lain yang
diciptakan oleh Tuhan, sama-sama merasakan dampak buruk akibat pemberontakan
manusia kepada Tuhan. Gara-gara kita,
mereka ikut dikutuk.
Jika alam dan hewan-hewan yang tidak turut memberontak kepada
Tuhan saja terkena efek negatif dari dosa manusia, apalagi kita manusia, bukan?
Alkitab
mengajarkan kepada kita bahwa problem dosa adalah problem yang berskala kosmik.
Problem dosa, bukan cuma persoalan karena kita kedapatan suka mencuri,
berzinah, lupa ibadah, bicara kasar kepada sesama, malas bekerja, rakus, cinta
uang dan lain sebagainya. Itu semua memang adalah dosa, tetapi semua itu hanyalah
suatu fenomena belaka, belum merupakan inti persoalan yang sebenarnya. The
root of the evil and the fruit of sin, itulah persoalan utama yang
harus diselesaikan oleh manusia.
Jika
problem dosa adalah tercemarnya eksistensi kosmos secara menyeluruh akibat
pemberontakan manusia kepada Sang Pencipta, maka bagaimana mungkin persoalan
sebesar ini bisa diselesaikan hanya dengan puasa
(yang kadang-kadang kita lakukan sekedar untuk pamer saja di depan orang lain, dan
itupun suka bolong-bolong juga), atau sedekah
(yang cuma ala kadarnya, sekedar untuk tidak dicap pelit oleh teman-teman
kita), rajin ibadah (yang
kadang-kadang juga suka melamun, tidur atau main hape di tempat ibadah), bicara
baik-baik kepada sesama (padahal dalam hati kita benci sekali sama orang
itu), suka menolong tetangga (supaya
orang lain menilai kita sebagai orang baik), rajin menghafal kitab suci (supaya orang lain mengira kita ini
jagoan di bidang rohani, padahal kita juga tidak ngerti apa yang kita baca), suka memberi uang (supaya orang lain
tahu bahwa kita lebih sukses secara ekonomi daripada orang yang diberi uang), memakai baju-baju keagamaan (supaya
kelihatan seperti orang saleh) dan lain sebagainya?
Bagaimana
mungkin cara-cara kebaikan kita yang sangat hina seperti ini bisa memperbaiki
persoalan kosmik yang sedemikian besar?
Jawabannya,
memang tidak bisa. Yesaya bahkan menganggap semua daftar perbuatan di atas itu tidak
pantas disebut sebagai kebaikan sama sekali. Sambil berseru Yesaya berkata …segala kesalehan kami seperti kain kotor. Kemudian dengan
sedih ia melanjutkan, kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap
oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin ... Tidak seperti
kita, Yesaya dapat memberi penilaian yang akurat terhadap dirinya sendiri dan
berani jujur untuk mengakui hal itu.[2]
Hanya
orang yang tidak memperhatikan ajaran Alkitab saja, yang merasa cukup percaya
diri bahwa suatu hari ia akan datang sendirian, berhadapan muka dengan muka di
depan Sang Pencipta sambil mengira bahwa dirinya sudah cukup pantas untuk hidup
berdampingan dengan Dia Yang Mahasuci lagipula Mahamulia itu.
Jika tanah yang hanya bisa terdiam,
tidak luput dari kutukan Tuhan, mungkinkah manusia akan terluput?
Manusia memang tidak
akan terluput dari kutukan Tuhan. Itulah sebabnya Yesus Kristus harus datang
sebagai Manusia untuk menerima kutukan itu. Ia mati di atas kayu salib dan
dikuburkan. Pada
hari ketiga Ia bangkit dari kematian dan sebelum naik ke sorga, Yesus Kristus
berpesan: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada
segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa
yang tidak percaya akan dihukum.” (Markus 16:15-16)
Karena di dalam Kristus sajalah, seluruh alam semesta ini ditebus dan
dikembalikan kepada sifatnya yang mulia.
Kiranya
Roh Kudus menolong kita untuk percaya, supaya kita tahan berdiri di hadapan Anak Manusia. (Lukas 21:36)
Tuhan
memberkati. (Oleh: Izar Tirta)
Pertanyaan untuk direnungkan:
Mengapa
tanah dikutuk Tuhan?
Apa
dampak kutukan Tuhan terhadap tanah?
Apakah
bumi kita memang telah dikutuk oleh Tuhan? Klik disini
Tanggung jawab orang Kristen terhadap alam semesta . Klik disini
Apakah AKHIR ZAMAN itu sudah dekat? Klik disini
Eksposisi
Kejadian 3:17,18
Penjelasan
2 Petrus 3:10. Klik disini
Penjelasan
Zefanya 1:14
Penjelasan
Roma 8:10
Mengapa
puasa, ibadah & perbuatan baik tidak bisa menyelamatkan? Klik disini
Aspek
kosmis dari dosa manusia.
Apakah
inti persoalan dosa manusia?
Mengapa
Yesus harus mati? Klik disini
Apakah
pesan penting Yesus sebelum naik ke sorga? Klik disini
[1] Di
dalam sejarah, hanya ada seorang Manusia yang dengan penuh kuasa pernah menghardik
alam yang sedang mengamuk dan alam itu pun tunduk terdiam seketika di
hadapan-Nya. Nama Orang itu adalah Yesus.
[2] Dikutip
dari Yesaya 64:6. Saya sudah pernah membahas hal ini dalam tulisan tentang
pertemuan antara Tuhan Yesus dengan pemimpin muda yang kaya raya itu.