Sunday, April 19, 2020

Eksposisi singkat Kejadian 4:8-9: Mengapa orang tega membunuh sesamanya?

Oleh: Izar Tirta
 

Ketika mereka ada di padang tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia (Kej 4:8)

Mengapa orang tega membunuh sesamanya? Sebagai orang-orang yang sehari-harinya menjalankan kehidupan dalam rutinitas yang normal, membunuh orang lain mungkin merupakan tindakan yang sangat tidak umum.

Akan tetapi kita tahu bahwa di dunia ini, banyak sekali orang yang tega membunuh sesamanya, bahkan untuk alasan yang kadang-kadang cukup sepele dan tidak masuk akal. Melihat hal itu, barangkali hati kita ingin bertanya, mengapa orang-orang ini tega membunuh sesamanya seperti itu?
Apakah mereka tidak merasa takut dalam membunuh sesamanya? Apakah alasan atau akar pikiran dari seseorang yang tega membunuh sesamanya itu?
 
Beberapa peristiwa pembunuhan masal di dalam Sejarah
Antara tahun 1941 hingga 1945, secara programatis dan sistematis Nazi telah berhasil melenyapkan sekitar enam juta orang Yahudi. Jumlah tersebut merupakan perwakilan dari sekitar 2/3 populasi orang Yahudi di seluruh daratan Eropa. Peristiwa yang mengerikan ini secara populer dikenal oleh dunia sebagai peristiwa Holocaust.
 
Meskipun Holocaust amat mengerikan, namun peristiwa tersebut bukanlah satu-satunya peristiwa dalam sejarah, di mana umat manusia melakukan serangkaian pembantaian keji terhadap umat manusia yang lain. Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah, Holocaust ternyata juga bukan suatu aksi genocide yang menelan korban paling banyak.
 
Pada kira-kira periode yang sama, tentara Jerman ternyata telah berhasil pula membantai etnis Slavia yang mayoritas terdiri dari orang-orang Polandia, Rusia, Ukraina dan Serbia dengan jumlah keseluruhan korban mencapai antara 9,4 hingga 11,4 juta jiwa, lebih besar dari peristiwa Holocaust yang populer itu.
 
Wilaya Eropa Barat dan Rusia bukanlah satu-satunya wilayah yang banjir darah akibat upaya-upaya “pembersihan” dari kelompok tertentu terhadap sesamanya. Kamboja, Kazakhtan, Irlandia, Armenia, Afrika, Cina bahkan Indonesia adalah negara-negara yang juga sempat menjadi saksi sejarah dari pembantaian atas jutaan manusia yang terjadi di dalam negeri mereka masing-masing.
 
Jutaan nyawa itu harus melayang, karena ada sekelompok orang tertentu yang berpendapat bahwa kelompok orang yang lain tidak layak hidup berdampingan dengan mereka.
 
Sulit dipungkiri, bahwa semenjak Kain membunuh Habel, dunia ini sebetulnya tidak pernah berhenti menyaksikan drama pembantaian yang terjadi di antara sesama manusia. Tanah yang pernah dibasahi oleh darah Habel, agaknya tidak pernah kering dari darah keturunan Adam dan Hawa selanjutnya, yang seakan-akan tidak pernah lelah untuk saling menghabisi satu sama lain.

Dalam tulisan sebelumnya kita telah melihat bagaimana Tuhan memperingatkan Kain akan potensi kejahatan yang lebih buruk, apabila Kain tidak berusaha mengubah sikap hatinya. Kata demi kata telah dilontarkan oleh Tuhan kepada Kain yang pada saat itu sedang dalam keadaan sangat marah.

Apakah jawaban Kain atas berbagai pertanyaan Tuhan tersebut? Tidak ada. Hanya keheningan menakutkan yang hadir di antara mereka berdua.

Kain sudah sangat amat tidak perduli lagi kepada Tuhan, sehingga ketika Tuhan berfirman, Kain sudah tidak lagi mendengar. Bahkan ketika Tuhan mengajukan pertanyaan pun, Kain nampak tidak sudi menjawab Tuhan sama sekali.

Ini tentu berbeda dengan Adam dan Hawa ketika jatuh ke dalam dosa. Ketika Tuhan bertanya, Adam masih menjawab (walaupun jawabannya keliru).

Alih-alih menjawab Tuhan, Kain lebih memilih untuk bicara kepada adiknya, calon korban yang malang itu. Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke padang." Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia (Kej 4:8)

Tuhan bertanya kepada Kain, tetapi Kain berkata kepada Habel. Tidak ada komunikasi sama sekali antara Kain dengan Tuhan. Begitu dingin, sekaligus begitu panasnya terbakar oleh amarah.

Sesuai dengan nasihat dan peringatan dari Tuhan, Kain membiarkan dosa yang sudah menunggu di depan pintu itu untuk mengambil alih kendali atas dirinya. Kain meluapkan kemarahannya itu kepada adiknya bahkan tanpa peringatan sama sekali.

Habel tidak tahu bahwa ajakan ke padang itu bukanlah dalam rangka meningkatkan quality time dengan kakaknya. Perjalanan itu bukanlah perjalanan persahabatan atau persaudaraan, melainkan perjalanan kematian melalui cara kekerasan. Ini adalah kekerasan yang sungguh biadab, sebab Habel bahkan tidak diajak bertarung secara jantan oleh sang kakak. Penyerangan yang dilakukan Kain begitu tiba-tiba, tanpa peringatan, tanpa peraturan, sehingga Habel pun tidak memiliki persiapan apa-apa dalam menghadapi serangan tersebut. Dan karena itu, matilah ia terbunuh secara menyedihkan.

Firman TUHAN kepada Kain: "Di mana Habel, adikmu itu?" Jawabnya: "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" (Kej 4:9)

Pertanyaan Tuhan kepada Kain kali ini, juga bukan merupakan pertanyaan yang didasarkan pada kebutuhan akan informasi semata. Tuhan bertanya karena Ia ingin memeriksa Kain, sebagaimana seorang Hakim mengajukan pertanyaan dalam rangka penyelidikan suatu perkara.

Dan pada bagian ini, penulis Kitab Kejadian mengungkapkan betapa Kain telah menjadi sedemikian tidak perdulinya pada apa yang dia perbuat. Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka ketakutan lalu bersembunyi dari Tuhan. Ketika Kain melakukan pembunuhan, jangankan merasa takut, ia bahkan menganggap pertanyaan Tuhan itu tidak lebih dari suatu lelucon belaka.

Kain tentu berbohong pada Tuhan ketika ia mengatakan tidak tahu. Bukankah lebih baik jika ia mengaku bersalah saja? Kain bertingkah seolah-olah Tuhan adalah Pribadi yang dapat dibohongi. Lebih dari itu, Kain malah kemudian berani mengejek Tuhan ketika ia balik bertanya “Apakah aku penjaga adikku?” 

Betapa kurang ajarnya sikap Kain terhadap Tuhan. Dengan pertanyaannya itu, seolah Kain ingin melemparkan kesalahannya pada Tuhan. Sebab jika Kain tidak merasa sebagai penjaga adiknya, maka siapa lagikah yang ada di benak Kain sebagai pihak yang paling bertanggungjawab? Bukankah Tuhan yang seharusnya menjaga Habel? Bukankah Tuhan berkenan kepada Habel? Bukankah Tuhan menyukai Habel? Mengapa Tuhan tidak mencegah Habel dari kecelakaan? Ini semua salah Dia sendiri.

UNTUK DIRENUNGKAN
Betapa mengerikannya dampak dari dosa bukan? Manusia bukan saja berani menentang ketetapan Allah tetapi juga bahkan tidak merasa takut sama sekali kepada Allah Yang Mahakuasa. Dosa membuat orang tega membunuh sesamanya. Dan bukan saja tega, (sebagian) mereka juga (malah) tidak merasa takut akan mendapat hukuman dari Tuhan.


Betapa gelapnya keadaan jiwa orang yang telah jatuh ke dalam dosa sehingga tidak mungkin dapat disembuhkan melalui usaha mereka sendiri. Dosa bukanlah sesuatu yang sederhana, kekuatan dosa yang merusak jiwa manusia hanya bisa diselesaikan oleh penebusan darah Kristus.

Yesus Kristus telah mati di kayu salib untuk menebus kita dari dosa-dosa kita. Dan Yesus Kristus telah bangkit kembali dari kematian untuk memberikan kepada kita suatu kehidupan yang kekal bersama dengan Dia.

Beberapa pokok pikiran di dalam tulisan ini:
Mengapa manusia tega membunuh manusia lainnya?
Eksposisi singkat Kejadian 4:8
Siapakah yang lebih kejam dari Hitler?
Pandangan Alkitab tentang membunuh.
Pandangan Alkitab tentang berbohong.
Mengapa manusia suka berbohong?