Oleh: Izar Tirta
Ketika
mereka ada di padang tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh
dia (Kej 4:8)
Mengapa orang tega membunuh sesamanya? Sebagai orang-orang yang sehari-harinya menjalankan kehidupan dalam rutinitas yang normal, membunuh orang lain mungkin merupakan tindakan yang sangat tidak umum.
Akan tetapi kita tahu bahwa di dunia ini, banyak sekali orang yang tega membunuh sesamanya, bahkan untuk alasan yang kadang-kadang cukup sepele dan tidak masuk akal. Melihat hal itu, barangkali hati kita ingin bertanya, mengapa orang-orang ini tega membunuh sesamanya seperti itu?
Apakah mereka tidak merasa takut dalam membunuh sesamanya? Apakah alasan atau akar pikiran dari seseorang yang tega membunuh sesamanya itu?
Beberapa peristiwa pembunuhan masal di dalam Sejarah
Antara tahun 1941 hingga 1945,
secara programatis dan sistematis Nazi telah berhasil melenyapkan sekitar enam
juta orang Yahudi. Jumlah tersebut merupakan perwakilan dari sekitar 2/3
populasi orang Yahudi di seluruh daratan Eropa. Peristiwa yang mengerikan ini
secara populer dikenal oleh dunia sebagai peristiwa Holocaust.
Meskipun Holocaust amat
mengerikan, namun peristiwa tersebut bukanlah satu-satunya peristiwa dalam sejarah,
di mana umat manusia melakukan serangkaian pembantaian keji terhadap umat
manusia yang lain. Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah, Holocaust ternyata juga
bukan suatu aksi genocide yang menelan korban paling banyak.
Pada kira-kira periode yang sama,
tentara Jerman ternyata telah berhasil pula membantai etnis Slavia yang
mayoritas terdiri dari orang-orang Polandia, Rusia, Ukraina dan Serbia dengan
jumlah keseluruhan korban mencapai antara 9,4 hingga 11,4 juta jiwa, lebih
besar dari peristiwa Holocaust yang populer itu.
Wilaya Eropa Barat dan Rusia
bukanlah satu-satunya wilayah yang banjir darah akibat upaya-upaya
“pembersihan” dari kelompok tertentu terhadap sesamanya. Kamboja, Kazakhtan,
Irlandia, Armenia, Afrika, Cina bahkan Indonesia adalah negara-negara yang juga
sempat menjadi saksi sejarah dari pembantaian atas jutaan manusia yang terjadi
di dalam negeri mereka masing-masing.
Jutaan nyawa itu harus melayang,
karena ada sekelompok orang tertentu yang berpendapat bahwa kelompok orang yang
lain tidak layak hidup berdampingan dengan mereka.
Sulit dipungkiri, bahwa semenjak
Kain membunuh Habel, dunia ini sebetulnya tidak pernah berhenti menyaksikan
drama pembantaian yang terjadi di antara sesama manusia. Tanah yang pernah
dibasahi oleh darah Habel, agaknya tidak pernah kering dari darah keturunan
Adam dan Hawa selanjutnya, yang seakan-akan tidak pernah lelah untuk saling
menghabisi satu sama lain.
Dalam tulisan sebelumnya kita telah melihat
bagaimana Tuhan memperingatkan Kain akan potensi kejahatan yang lebih buruk,
apabila Kain tidak berusaha mengubah sikap hatinya. Kata demi kata telah dilontarkan
oleh Tuhan kepada Kain yang pada saat itu sedang dalam keadaan sangat marah.
Apakah jawaban Kain atas berbagai pertanyaan
Tuhan tersebut? Tidak ada. Hanya keheningan menakutkan yang hadir di
antara mereka berdua.
Kain sudah sangat
amat tidak perduli lagi kepada Tuhan, sehingga ketika Tuhan berfirman, Kain sudah
tidak lagi mendengar. Bahkan ketika Tuhan mengajukan pertanyaan pun, Kain nampak
tidak sudi menjawab Tuhan sama sekali.
Ini tentu berbeda
dengan Adam dan Hawa ketika jatuh ke dalam dosa. Ketika Tuhan bertanya, Adam
masih menjawab (walaupun jawabannya keliru).
Alih-alih
menjawab Tuhan, Kain lebih memilih untuk bicara kepada adiknya, calon korban
yang malang itu. Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke
padang." Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel,
adiknya itu, lalu membunuh dia (Kej 4:8)
Tuhan bertanya
kepada Kain, tetapi Kain berkata kepada Habel. Tidak ada komunikasi sama sekali
antara Kain dengan Tuhan. Begitu dingin, sekaligus begitu panasnya terbakar
oleh amarah.
Sesuai dengan
nasihat dan peringatan dari Tuhan, Kain membiarkan dosa yang sudah menunggu di
depan pintu itu untuk mengambil alih kendali atas dirinya. Kain meluapkan
kemarahannya itu kepada adiknya bahkan tanpa peringatan sama sekali.
Habel tidak tahu
bahwa ajakan ke padang itu bukanlah dalam rangka meningkatkan quality time
dengan kakaknya. Perjalanan itu bukanlah perjalanan persahabatan atau
persaudaraan, melainkan perjalanan kematian melalui cara kekerasan. Ini adalah
kekerasan yang sungguh biadab, sebab Habel bahkan tidak diajak bertarung secara
jantan oleh sang kakak. Penyerangan yang dilakukan Kain begitu tiba-tiba, tanpa
peringatan, tanpa peraturan, sehingga Habel pun tidak memiliki persiapan
apa-apa dalam menghadapi serangan tersebut. Dan karena itu, matilah ia terbunuh
secara menyedihkan.
Firman TUHAN
kepada Kain: "Di mana Habel, adikmu itu?" Jawabnya: "Aku tidak
tahu! Apakah aku penjaga adikku?" (Kej 4:9)
Pertanyaan Tuhan kepada Kain kali ini, juga
bukan merupakan pertanyaan yang didasarkan pada kebutuhan akan informasi
semata. Tuhan bertanya karena Ia ingin memeriksa Kain, sebagaimana seorang
Hakim mengajukan pertanyaan dalam rangka penyelidikan suatu perkara.
Dan pada bagian ini, penulis Kitab Kejadian
mengungkapkan betapa Kain telah menjadi sedemikian tidak perdulinya pada apa
yang dia perbuat. Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka ketakutan
lalu bersembunyi dari Tuhan. Ketika Kain melakukan pembunuhan, jangankan
merasa takut, ia bahkan menganggap pertanyaan Tuhan itu tidak lebih dari suatu
lelucon belaka.
Kain tentu berbohong pada Tuhan ketika ia
mengatakan tidak tahu. Bukankah lebih baik jika ia mengaku bersalah saja? Kain
bertingkah seolah-olah Tuhan adalah Pribadi yang dapat dibohongi. Lebih dari
itu, Kain malah kemudian berani mengejek Tuhan ketika ia balik bertanya “Apakah
aku penjaga adikku?”
Betapa kurang ajarnya sikap Kain terhadap
Tuhan. Dengan pertanyaannya itu, seolah Kain ingin melemparkan kesalahannya
pada Tuhan. Sebab jika Kain tidak merasa sebagai penjaga adiknya, maka siapa
lagikah yang ada di benak Kain sebagai pihak yang paling bertanggungjawab?
Bukankah Tuhan yang seharusnya menjaga Habel? Bukankah Tuhan berkenan kepada
Habel? Bukankah Tuhan menyukai Habel? Mengapa Tuhan tidak mencegah Habel dari
kecelakaan? Ini semua salah Dia sendiri.
UNTUK DIRENUNGKAN
Betapa mengerikannya dampak dari dosa bukan?
Manusia bukan saja berani menentang ketetapan Allah tetapi juga bahkan tidak
merasa takut sama sekali kepada Allah Yang Mahakuasa. Dosa membuat orang tega membunuh sesamanya. Dan bukan saja tega, (sebagian) mereka juga (malah) tidak merasa takut akan mendapat hukuman dari Tuhan.
Betapa gelapnya keadaan jiwa orang yang telah
jatuh ke dalam dosa sehingga tidak mungkin dapat disembuhkan melalui usaha
mereka sendiri. Dosa bukanlah sesuatu yang sederhana, kekuatan dosa yang
merusak jiwa manusia hanya bisa diselesaikan oleh penebusan darah Kristus.
Yesus Kristus telah mati di kayu salib untuk menebus kita dari dosa-dosa kita. Dan Yesus Kristus telah bangkit kembali dari kematian untuk memberikan kepada kita suatu kehidupan yang kekal bersama dengan Dia.
Mengapa manusia tega membunuh manusia lainnya?
Eksposisi singkat Kejadian 4:8
Siapakah yang lebih kejam dari Hitler?
Pandangan Alkitab tentang membunuh.
Pandangan Alkitab tentang berbohong.
Mengapa manusia suka berbohong?