Kejadian 4:1-16
4:1 Kemudian manusia itu bersetubuh
dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain;
maka kata perempuan itu: "Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan
pertolongan TUHAN." 4:2 Selanjutnya
dilahirkannyalah Habel, adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing domba,
Kain menjadi petani. 4:3 Setelah beberapa waktu lamanya,
maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai
korban persembahan; 4:4 Habel juga mempersembahkan
korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya;
maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, 4:5
tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain
menjadi sangat panas, dan mukanya muram. 4:6 Firman
TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? 4:7
Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau
tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda
engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." 4:8
Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke padang."
Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu
membunuh dia. 4:9 Firman TUHAN kepada Kain: "Di
mana Habel, adikmu itu?" Jawabnya: "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga
adikku?" 4:10 Firman-Nya: "Apakah yang telah
kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah. 4:11
Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan
mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. 4:12
Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan
hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara
di bumi." 4:13 Kata Kain kepada TUHAN:
"Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung. 4:14
Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku akan tersembunyi dari
hadapan-Mu, seorang pelarian dan pengembara di bumi; maka barangsiapa yang akan
bertemu dengan aku, tentulah akan membunuh aku." 4:15
Firman TUHAN kepadanya: "Sekali-kali tidak! Barangsiapa yang membunuh Kain
akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat." Kemudian TUHAN menaruh tanda
pada Kain, supaya ia jangan dibunuh oleh barangsiapapun yang bertemu dengan
dia. 4:16 Lalu Kain pergi dari hadapan TUHAN dan ia
menetap di tanah Nod, di sebelah timur Eden.
Pendahuluan
Kisah Kain dan Habel merupakan kisah
yang cukup populer di dalam Alkitab. Bahkan anak-anak sejak di Sekolah Minggu
pun sudah berkesempatan untuk mendengar kisah ini.
Meskipun demikian, kisah ini tidak
jarang menimbulkan beberapa pertanyaan yang tidak terlalu mudah untuk dijawab.
Misalnya:
-
|
Apakah Kain dan Habel adalah kisah
yang sungguh terjadi?
|
-
|
Darimana istri Kain?
|
-
|
Mengapa Allah tidak berkenan atas
persembahan Kain?
|
-
|
Jika anak Adam dan Hawa hanya Kain
dan Habel, mengapa Kain takut dibunuh oleh orang lain?
|
-
|
Kapankah orang-orang itu
dilahirkan? Sebelum Kain ataukah sesudah Kain?
|
-
|
Apa arti dari ”dosa sudah
mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus
berkuasa atasnya” ?
|
-
|
Tanda apakah yang di taruh Tuhan
atas Kain agar ia tidak dibunuh?
|
-
|
Apa maksud istilah di sebelah
timur Eden?
|
Mungkin tidak semua dari pertanyaan
tersebut akan terjawab di dalam tulisan ini. Oleh karena itu nantinya pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan saya buatkan jawabannya dalam bentuk artikel tersendiri. Sementara
tulisan ini sendiri akan lebih berfokus untuk membahas ayat demi ayat serta
lebih menitikberatkan pada struktur tulisan serta kaitan-kaitan antar teks di
dalamnya.
Struktur dan tokoh dalam perikop ini:
Di manakah fokus dari perikop ini?
Apabila kita membaca perikop ini
mulai dari ayat 1 hingga ayat 16, maka saya kira kita akan mendapati bahwa Kain
adalah subjek utama dari perikop ini. Ayat 1 menjelaskan tentang kelahiran
Kain, sedang ayat 16 menjelaskan tentang kepergian Kain dari hadapan TUHAN.
Saya
berpendapat bahwa fokus atau titik pusat dari perikop ini adalah pada ayat 8
dan 9. Alasan saya yang pertama
adalah karena ketika kita baca dengan seksama maka terasa sekali bahwa semua
ayat dari 1 sampai ayat ke 7, seakan berpuncak atau mencapai titik kulminasi di
ayat 8 dan 9 ini. Sedangkan semua ayat dari 10 hingga 16 adalah hasil dari
segala sesuatu yang terjadi di ayat 8 dan 9 tersebut.
Alasan saya yang
kedua
adalah karena jika kita baca, ayat 8 dan 9 ini, terasa sekali adanya interaksi
yang intens di antara ketiga tokoh dalam perikop ini, yaitu antara Kain dan
Habel, antara Habel dan TUHAN, serta antara TUHAN dan Kain. Tidak sulit untuk
membayangkan seolah ada segitiga komunikasi di antara mereka semua. Kain
membunuh Habel, Habel (melalui bahasa figuratif darah) berseru kepada TUHAN,
maka TUHAN datang bertanya kepada Kain.
Alasan saya yang
ketiga
adalah karena tema dosa yang diungkapkan dalam ayat 8 dan 9 tersebut. Sehingga
perikop ini terlihat sangat sesuai dari segi tema apabila dibandingkan dengan
tema dari perikop atau pasal sebelumnya. Dalam Pasal 3 kita tahu bahwa tema
utamanya adalah kejatuhan manusia ke dalam dosa. Dalam Pasal 4 ini, kita baca bahwa
dosa Kain, keturunan Adam dan Hawa, mengalami peningkatan di dalam segi
kekejaman dan ketidak perduliannya pada dosa tersebut.
Jika
pada pasal 3 kita baca bahwa dosa Adam dan Hawa adalah tidak taat pada Allah
dalam hubungan dengan makanan. Maka di dalam ayat 8 kita membaca bahwa Kain
telah melakukan pembunuh terhadap seseorang. Dan bukan suatu kebetulan jika
perikop ini menegaskan bahwa orang yang dibunuh tersebut adalah saudaranya
sendiri. Ungkapan berkali-kali tentang hubungan saudara di antara Kain dan
Habel jelas dimaksudkan oleh penulis Kitab ini untuk memperlihatkan suatu
tingkat kekejian yang besar dari peristiwa pembunuhan tersebut.
Jika
pada pasal 3 kita baca bahwa Adam dan Hawa merasa ketakutan kepada TUHAN
setelah mereka melakukan dosa, maka pada pasal 4 ayat 9 kita lihat betapa tidak
takutnya Kain. Ia bahkan terlihat menjawab seenaknya atau sekenanya saja tanpa
ada rasa penyesalan ataupun takut kepada
Tuhan. Kain bahkan menganggap pembunuhan terhadap Habel adiknya itu sebagai
sekedar lelucon saja.
Jika
pada pasal 3 kita lihat bahwa Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa karena dibujuk
oleh si Iblis. Maka pada pasal 4 ini, kita tidak melihat ada siapapun yang
membujuk Kain untuk berbuat dosa. Ia sudah pada dirinya sendiri memiliki unsur
dosa yang disalurkan lewat pembunuhan. Bahkan pada pasal 4 ini, kita melihat
bahwa Allah sendiri sudah mencoba menghentikan Kain melalui nasihat agar ia
tidak berbuat lebih jauh di dalam kejahatan. Tetapi bahkan nasihat Allah ini pun
sama sekali tidak diindahkannya. Kejahatan Kain jelas sekali jauh lebih besar
dari apa yang dilakukan oleh Adam dan Hawa.
Kemiripan kisah
Kain dan Habel dengan kisah Adam dan Hawa
Meskipun
ada beberapa perbedaan antara Pasal 3 dan Pasal 4, namun ada pula beberapa
kemiripan di antara kisah Kain dan Habel dengan kisah Adam dan Hawa.
Kisah
Adam dan Hawa diawali dengan nuansa positif yang penuh kebaikan. Kisah Kain dan
Habel pun demikian. Kisah Adam dan Hawa melibatkan unsur Iblis yang mengawasi
mereka. Kisah Kain dan Habel juga memperlihatkan adanya unsur kejahatan yang
mengintip mereka. Kedua kisah tersebut juga mengungkapkan adanya peringatan
pendahuluan dari Allah akan konsekuensi dosa sebelum tindakan berdosa itu
dilakukan. Kisah Adam dan Hawa berpuncak pada dosa, kisah Kain dan Habel pun
demikian. Kisah Adam dan Hawa berakhir dengan hukuman atau kutukan dan
pengusiran mereka dari Taman Eden. Kisah Kain dan Habel pun berakhir dengan
hukuman atau kutukan dan pengusiran atau kepergian Kain dari hadapan TUHAN.
Pembahasan atas ayat
demi ayat:
4:1a Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya,
dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain;
Kata
“kemudian” dalam ayat ini menjelaskan bahwa kisah Kain dan Habel adalah
kelanjutan dari kisah sebelumnya, yaitu kisah orang tua mereka, Adam dan Hawa.
Dan karena kisah ini merupakan kelanjutan, maka sangat dimungkinkan jika kisah
ini memiliki keterkaitan pula dalam hal tema yang dibahas di dalamnya dengan
kisah Adam dan Hawa tersebut.
Jika
keberadaan Adam dan Hawa di dunia ini berasal dari peristiwa-peristiwa yang
tidak lazim (menurut ukuran kita sekarang), dimana Adam dibentuk dari tanah
sedangkan Hawa dibentuk dari tulang rusuk Adam, maka keberadaan Kain dan Habel
diawali dari peristiwa biologis yang (bagi pandangan kita saat ini) merupakan
peristiwa yang sungguh-sungguh natural. Adam bersetubuh dengan Hawa untuk
mendapatkan keturunan, sama seperti semua orang lain yang ada di dunia ini jika
ingin mendapatkan keturunan dari darah daging mereka sendiri.
Persetubuhan
yang terjadi antara Adam dan Hawa ini dapat kita lihat dari dua sisi. Pertama dari sisi fisik atau kedagingan
manusia, Adam dan Hawa dilukiskan sebagai dua orang yang mengalami ketertarikan
atau kebutuhan seks akan satu sama lain. Kedua
dari sisi spiritual, kita tahu bahwa persetubuhan itu adalah suatu cara pula
untuk mereka memenuhi mandat dari Tuhan ketika menciptakan mereka, yaitu agar
mereka beranak cucu di muka bumi ini. Jadi kita lihat di sini bahwa pada
mulanya seks pun diciptakan oleh Allah, untuk tujuan yang baik dan sesuai
dengan rencana-Nya.
Perlu
pula kita perhatikan bahwa manusia pertama yang lahir dari persetubuhan antara
Adam dan Hawa terjadi setelah peristiwa kejatuhan ke dalam dosa, sehingga dapat
dikatakan bahwa seluruh keturunan yang lahir dari Adam dan Hawa ini pun pasti
termasuk ke dalam kelompok manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Sehingga di
dalam diri mereka, yaitu Kain dan Habel, telah ada bibit-bibit atau sifat-sifat
keberdosaan manusia. Alkitab tidak mengindikasikan adanya keturunan Adam dan
Hawa yang dilahirkan selama mereka berada di Taman Eden. Oleh karena itu, dapat
kita simpulkan bahwa Kain inilah manusia pertama yang lahir dari hasil
persetubuhan tersebut. Terlihat jelas disini, bahwa penulis kitab Kejadian
ingin memberi penegasan pada pembacanya bahwa semua manusia pada dasarnya
adalah keturunan dari nenek moyang yang sudah jatuh ke dalam dosa.
4:1b maka kata perempuan itu: "Aku telah mendapat
seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN."
Perhatikan
di sini bahwa Hawa merasa amat bersyukur dengan kehamilan dan kelahiran anak
laki-lakinya tersebut. Meskipun Hawa telah jatuh ke dalam dosa, namun di dalam
anugerah Tuhan, Hawa masih bisa melihat kelahiran tersebut sebagai hadiah atau
pertolongan dari TUHAN.
[Baca juga: Sebuah kisah pembunuhan tragis atas nama agama. Klik disini ]
Selain
itu, perlu kita ingat bahwa pada waktu tersebut Hawa adalah orang pertama yang menjadi
saksi bagaimana proses kelahiran seorang manusia. Bagi kita di zaman sekarang,
hal tersebut tentu merupakan sesuatu yang lumrah sekali, tetapi bagi Hawa hal
tersebut sangat mungkin benar-benar terasa seperti melihat sebuah keajaiban.
Hawa menyadari bahwa tanpa pertolongan dari TUHAN atau Yahweh maka tidak
mungkin dirinya sebagai manusia yang telah jatuh ke dalam dosa itu dapat mengeluarkan
atau menghasilkan atau seolah-olah “menciptakan” manusia yang baru. Ada rasa
takjub di dalam kalimat tersebut dan juga rasa kagum.
Kalimat
dari Hawa ini dapat pula kita pandang sebagai ucapan syukur dari Hawa kepada
Tuhan, yang ia panggil dengan nama pribadi-Nya, karena sekalipun Tuhan sudah
menghukum dia dengan rasa sakit bersalin, namun dia tetap selamat dan bayinya
pun berhasil selamat. Selain itu, ucapan syukur Hawa juga sangat mungkin
berkaitan erat dengan ucapan Tuhan sendiri kepada Hawa yaitu bahwa keturunan
Hawa akan menghancurkan kepala si ular. Di dalam keterbatasannya sebagai
manusia, Hawa mungkin mengira bahwa keturunannya yang pertama inilah yang akan
menjadi penggenap dari janji Tuhan tersebut.
Dalam
bahasa Ibrani perkataan Hawa adalah: קָנִ֥יתִי אִ֖ישׁ אֶת־ יְהוָֽה׃
Dibaca: Qaniti is et Yahweh.
Yang
diterjemahkan: Aku telah mendapatkan seorang laki-laki dari Yahwe.
Tidak
sedikit penafsir yang melihat ketekaitan antara Qaniti dalam kalimat ini dengan nama Kain sendiri, yang dalam
bahasa aslinya tertulis Qayin (קַ֔יִן). Sehingga ada
yang melihat bahwa arti dari nama Kain sendiri adalah “mendapatkan” atau acquire dalam bahasa Inggris. Sementara
Gerhard Von Rad justru melihat bahwa nama Qayin
itu sama artinya dengan tombak atau spear,
sebagaimana tertulis di dalam 2 Sam 21:16 yang berbunyi: “Yisbi-Benob, yang
termasuk keturunan raksasa--berat tombaknya tiga ratus syikal tembaga dan ia
menyandang pedang yang baru--menyangka dapat menewaskan Daud.” Kata tombak
dalam ayat tersebut adalah קֵינוֹ֙ (baca: qenow) yang memiliki kemiripan dengan
nama Kain yang ditulis קַ֔יִן
Namun
terlepas dari apa pendapat Von Rad tersebut, mayoritas penafsir sebenarnya saat
ini masih belum dapat meyakini secara pasti apakah makna di balik nama Kain itu
sendiri. Makna dari nama Kain bukan berasal dari arti nama tersebut, namun berasal
dari ungkapan Hawa atas kelahiran Kain, sebagaimana dapat kita baca di dalam
kalimat di atas.
Hal
lain yang dapat kita perhatikan dari kalimat Hawa tersebut adalah bahwa sebenarnya
istilah yang dipakai adalah “seorang laki-laki” (a man) untuk merujuk kepada Kain bukan memakai istilah “anak
laki-laki” sebagaimana yang digunakan oleh LAI (dalam bahasa Ibrani, anak
laki-laki adalah דיֶלֶ yang dibaca: yeled) . Hal ini mungkin sekali karena
Hawa melihat bayi itu bukan terutama dalam kondisinya sebagai bayi, tetapi
terutama dalam statusnya sebagai wakil dari umat manusia yang telah menjadi
pengharapan baru, setelah kejatuhan Adam dan Hawa sendiri.
4:2 Selanjutnya dilahirkannyalah Habel, adik Kain; dan Habel
menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani.
Berbeda
dengan Kain yang kelahirannya dituturkan secara lebih lengkap dengan memasukkan
informasi mengenai betapa bersyukurnya orang tua Kain atas pertolongan Tuhan,
kelahiran Habel dituturkan dengan sangat singkat. Tidak ada penjelasan tambahan
selain bahwa ia disebut sebagai adik Kain. Hal ini semakin menguatkan dugaan
kita bahwa tokoh sentral dari perikop ini memang adalah Kain, bukan Habel.
Adapun
penyebutan “adik Kain” dalam kalimat tersebut, dapat dilihat sebagai suatu
penegasan atau kontras atau dapat pula berupa ironi untuk menjelaskan betapa
buruknya pembunuhan yang dilakukan Kain kepada adiknya itu.
Nama
Habel atau הָ֑בֶל (dibaca Hebel, bukan Habel) sendiri
di dalam bahasa Ibrani memiliki arti yang kurang menarik yaitu “tindakan yang
kosong” (to act emptily) atau “sia-sia”
(vain). Tidak ada penjelasan yang
rinci mengenai mengapa Hawa memberi nama adik Kain dengan nama yang memiliki
arti sedemikian menyedihkan. Ada penafsir yang menduga bahwa nama Habel di
berikan karena kisah hidupnya yang memang seolah-olah menyedihkan. Habel mati
dengan cara yang mengerikan yaitu dibunuh oleh saudaranya sendiri. Selain itu, Habel
juga tidak pernah disebutkan sebagai memiliki keturunan sebelum ia mati
dibunuh. Akan tetapi bagi saya dugaan ini kurang tepat sebab bagaimana sang
orang tua bisa mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi dimasa mendatang?
Tentu saja bayi diberi nama pada saat ia lahir. Jika nama Habel diberikan
karena melihat segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, maka bukankah
seolah-olah nama itu diberi setelah yang bersangkutan sendiri meninggal? Tentu
saja hal ini akan aneh sekali. Atau hal ini akan menimbulkan dugaan bahwa Habel
bukanlah tokoh yang benar-benar hidup melainkan seorang tokoh rekayasa dari
penulis Kitab Kejadian saja.
Saya
sendiri berpendapat bahwa Habel bukanlah tokoh rekaan seorang penulis melainkan
nama dari seorang manusia yang benar-benar pernah hidup di dunia. Nama tersebut
adalah memang merupakan nama yang diberikan oleh orang tuanya ketika ia lahir.
Adapun dugaan tentang mengapa ia diberi nama Habel, yaitu bahwa mungkin sekali
orang tua Habel telah merasa putus asa setelah melihat tingkah pola Kain
kakaknya yang ternyata tidak seperti yang diharapkan semula. Mungkin dalam
kondisi perasaan negatif semacam itulah, Adam atau Hawa memberi nama bayi
mereka yang kedua. Namun hal inipun sebenarnya hanya sebatas dugaan saja dan
belum dapat dipastikan kebenarannya. Satu hal yang dapat kita tarik kesimpulan
dari hal ini setidaknya adalah bahwa penulis kitab Kejadian tidak menganggap
hal tersebut penting untuk diketahui. Apa yang terjadi pada Habel itulah yang
barangkali jauh lebih penting untuk disimak oleh para pembacanya.
Terlihat
jelas bahwa penulis Kitab Kejadian lebih mengarahkan pembacanya untuk melihat
pekerjaan dari Kain dan Habel, sebab pertama,
pekerjaan tersebut memiliki kaitan dengan kisah sebelumnya, yaitu kisah Penciptaan.
Kedua, melalui pekerjaan itulah Kain
dan Habel mengalami interaksi dengan Tuhan.
Habel
dilukiskan sebagai gembala kambing sedangkan Kain menjadi petani. Jika kita baca
kembali kisah Penciptaan, kita akan melihat bahwa kedua pekerjaan tersebut sebenarnya
juga merupakan wujud nyata dari perintah Tuhan kepada Adam dan Hawa yaitu untuk
mengelola bumi ciptaan Tuhan ini dan untuk berkuasa atas binatang-binatang
ciptaan Tuhan.
[
Baca juga: Arti penting pekerjaan manusia di hadapan Tuhan. Klik disini]
Saya
yakin bahwa disini penulis Kitab Kejadian tidak bermaksud untuk membeda-bedakan
mana pekerjaan yang lebih penting dan mana pekerjaan yang kurang penting. Kedua
pekerjaan tersebut adalah sama-sama merupakan mandat dari Tuhan dalam mengelola
ciptaan-Nya. Dan melalui kedua pekerjaan tersebut Kain dan Habel memiliki
kesempatan yang sama untuk memuliakan Tuhan. Singkatnya, menjadi gembala
kambing ataupun menjadi petani, hal itu sama spiritualnya.
4:3 Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain
mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban
persembahan;
Penulis
Kitab Kejadian tidak merinci tentang berapa lama waktu yang dimaksudkan
tersebut. Agaknya hal tersebut bukan fokus yang ingin disampaikan oleh penulis
kepada pembacanya. Fokus penulis di sini adalah apa yang Kain akan lakukan.
Yang pasti, periode waktu tersebut berakhir di masa ketika Kain sudah siap
mempersembahkan hasil dari tanahnya, yang dapat pula berarti terjadi pada akhir
masa panen.
Sebagai
seorang petani, tentu Kain memperoleh hasil dari tanah yang ia kelola tersebut.
Dan di sini kita lihat Kain mempersembahkan hasil yang ia peroleh tersebut
kepada Tuhan. Sangat mungkin sekali praktik penyembahan semacam ini diajarkan
oleh orang tua Kain, yaitu Adam dan Hawa. Kita tidak membaca praktik semacam
ini dilakukan pada pasal-pasal sebelum Pasal 4, tetapi kita dapat menduga bahwa
Kain belajar hal tersebut dari orang tuanya dan sangat mungkin bahwa Tuhan
sendirilah yang mula-mula mengajarkan hal tersebut kepada Adam dan Hawa.
Dalam
bahasa aslinya tertulis demikian:
וָֽיָּבֵ֨א קַ֜יִןוַ מִפְּרִ֧י הָֽאֲדָמָ֛ה מִנְחָ֖ה לַֽיהוָֽה׃
Yang
dibaca: Wayyabe Qayin miperi ha adamah
minechah leYahweh
Diterjemahkan
menjadi: Dan Kain membawa buah dari tanah persembahan kepada Yahwe.
Dari
kalimat ini saja, kita mungkin tidak akan mendapatkan adanya permasalahan di
dalam diri Kain. Bahkan dari tinjauan sementara, kita dapat memperoleh
kesimpulan bahwa Kain adalah orang yang melakukan pula ritual persembahan
kepada Yahwe sebagai bentuk hubungan dia dengan sosok yang Ilahi. Mungkin dari
sini kita dapat melihat bagaimana profil keluarga yang pertama ada di bumi
dalam menjalankan ibadahnya kepada Tuhan.
4:4 Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak
sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel
dan korban persembahannya itu,
Pada
saat yang (diperkirakan) bersamaan dengan persembahan yang diberikan oleh Kain,
Habel pun memberikan persembahannya kepada Tuhan. Namun berbeda dengan
persembahan Kain, persembahan Habel berasal dari binatang, bukan dari tanah.
Hal ini tentu saja wajar, mengingat Habel sendiri adalah seorang gembala
kambing.
Bukan
dari jenisnya saja persembahan Habel dan Kain berbeda, Alkitab melukiskan bahwa
persembahan Habel adalah anak sulung kambing dan lemak-lemaknya. Sedangkan
persembahan Kain hanya disebutkan buah dari tanah saja. Ada penjelasan yang
lebih banyak terhadap persembahan Habel ini dibandingkan dengan persembahan
dari Kain. Persembahan Habel diberi penjelasan yang mengindikasi bahwa
persembahan tersebut memiliki nilai kualitatif yang lebih tinggi dibandingkan
persembahan Kain.
Ini
berbanding terbalik dengan penjelasan atas kelahiran mereka. Pada waktu mereka
dilahirkan, Kain dijelaskan secara lebih banyak dari Habel. Tetapi pada saat
mereka mempersembahkan sesuatu, persembahan Habel dijelaskan lebih banyak dari
persembahan Kain.
Mengapa
perbedaan ini menjadi penting? Hal ini menjadi penting, karena selain adanya
penjelasan atas jenis dan kualitas dari persembahan Habel tersebut, ada pula
penjelasan mengenai respon Allah terhadap persembahan tersebut. Dan respon yang
diberikan oleh Allah, dalam hal ini disebut dengan nama-Nya yaitu Yahwe, adalah
positif. Yahwe mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu. Ini suatu
kalimat yang sangat penting yang ingin disampaikan oleh penulis kitab Kejadian
kepada pembacanya. [Baca juga: Mengapa Tuhan menerima persembahan Habel tetapi menolak persembahan Kain? Klik disini]
Penulis
kitab Kejadian ingin agar pembaca mengetahui bahwa Habel, yang namanya berarti
sia-sia itu, yang kelahirannya mungkin tidak dianggap penting itu, ternyata
diperkenan oleh Yahwe sendiri atas dasar persembahan yang ia berikan. Secara
langsung atau tidak langsung, sang penulis ingin menyampaikan pula bahwa cara
manusia memandang seseorang bisa sangat berbeda dengan cara Tuhan memandang.
Apa yang manusia anggap penting, dapat saja tidak penting bagi Tuhan, demikian
pula sebaliknya.
4:5 tetapi Kain dan korban persembahannya tidak
diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.
Bagaimana Habel dan Kain dapat
mengetahui persembahan siapa yang diindahkan dan persembahan siapa yang tidak
diindahkan, tidak ada suatu keterangan yang diberikan oleh penulis Kitab
Kejadian. Namun ada seorang Yahudi bernama Theodotion yang tinggal di Efesus
pada sekitar tahun 150 M. Ia menguasai budaya Helenisme dan turut menterjemahkan
Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani dan dalam penerjemahannya terhadap
Kejadian 4:4 dan 5 ini, Theodotion menerjemahkan kata diindahkan dengan istilah
epurisen yang
berarti ”He burnt” atau “Ia membakar.” Dari sini kita dapat memperkirakan atau
membuat dugaan yang mungkin lebih mendekati kebenaran yaitu bahwa Habel dan
Kain dapat mengetahui perkenanan Allah atas persembahan mereka melalui terbakar
atau tidak terbakarnya persembahan tersebut.
Berbeda dengan Habel, Kain justru
tidak mendapat perhatian dari Yahwe, baik dirinya maupun persembahannya. Banyak
penafsir yang mengatakan hal ini disebabkan karena persembahan Habel lebih
dianggap sebagai pengorbanan sejati dimana seekor binatang harus dikorbankan
dan mati mengalirkan darah. Sementara persembahan Kain tidak berupa sesuatu
yang mengalirkan darah. Saya pribadi
tidak setuju dengan hal ini. Kain seorang petani, hasil dari pekerjaannya
memang berupa hasil tanaman, bagaimana mungkin kita berharap akan ada darah
yang keluar dari tanaman tersebut? Jika kita berpandangan soal ada atau tidak
adanya darah sebagai dasar perkenanan Tuhan, maka tanpa sadar kita ingin mengatakan
bahwa pekerjaan Kain sudah salah sejak semula. Padahal berdasarkan teks-teks
yang kita baca sejak Kejadian Pasal 1 hingga Pasal 3, Allah tidak pernah mempermasalahkan
soal pekerjaan sebagai pengelola tanah tersebut. Komentar Allah tentang
pekerjaan yang berhubungan dengan tanah adalah bahwa semenjak manusia jatuh ke
dalam dosa maka tanah itu kini tidak akan mudah lagi untuk dikelola karena semak
dan duri akan turut keluar dari tanaman yang manusia usahakan.
Jika bukan karena faktor darah, lalu
karena apa?
Berdasarkan teks yang disampaikan
oleh penulis Kitab Kejadian, kita dapat menyimpulkan bahwa kualitas persembahan
Habel lebih baik daripada kualitas persembahan Kain. Sementara Kain
mempersembahkan buah dari tanah, yang tidak diberi keterangan apa-apa oleh
penulis Kitab, Habel justru memberikan persembahan yang terbaik untuk Tuhan,
yang dijelaskan oleh penulis Kitab dengan ungkapan “anak sulung kambing domba
yaitu lemak-lemaknya.” (Sebetulnya lebih tepat jika diterjemahkan “anak sulung
kambing domba beserta lemaknya”)
Dalam bahasa aslinya tertulis
demikian:
וְהֶ֨בֶל הֵבִ֥יא גַם־ה֛וּא מִבְּכֹרֹ֥ות צֹאנֹ֖ו וּמֵֽחֶלְבֵהֶ֑ן
Di Baca: WaHebel hebe gam-hu mibekorot zonow umechelebehen
Yang diterjemahkan menjadi: Dan
Habel membawa pula yang sulung dari ternaknya dan lemaknya (dapat pula
diterjemahkan: yang sulung dari ternaknya dan yang tambun/gemuk)
Persembahan Kain tidak diindahkan
Tuhan karena Kain tidak memberi yang terbaik, sedangkan persembahan Habel
diindahkan Tuhan karena Habel telah memberikan yang terbaik untuk Tuhan. Inilah pesan yang ingin disampaikan oleh
penulis Kitab Kejadian pada bagian ini.
Secara khusus, penulis Kitab
Kejadian menggambarkan bagaimana suasana hati Kain, yaitu menjadi sangat panas
dan mukanya menjadi muram. [Baca juga: Mengapa Kain menjadi marah kepada Habel? Klik disini]
Bahasa aslinya adalah:
וַיִּ֤חַר לְקַ֙יִן֙ מְאֹ֔ד
Dibaca: Wayihar leQayin meod
Yang berarti: Dan Kain menjadi
sangat marah
Atau dapat pula diterjemahkan: Dan
Kain menjadi sangat terbakar (oleh amarah)
Ditinjau dari sudut pandang kita
sebagai manusia, rasanya kita bisa berkata bahwa hal ini wajar. Bagaimana
mungkin seseorang dapat merasa gembira ketika melihat orang lain memperoleh
pengakuan yang baik sementara diri kita sendiri tidak diakui bukan? Apalagi
pengakuan tersebut datang dari Allah sendiri.
Tetapi disini, kita diajak melihat
bahwa kemarahan hati Kain yang tidak merasa dihargai oleh Tuhan itu sebetulnya
berawal dari diri Kain sendiri yang lebih dulu tidak menghargai Tuhan.
Penulis Kitab Kejadian ingin
melukiskan pada kita sebuah gambaran dari seorang manusia, atau keturunan
manusia, yang telah jatuh ke dalam dosa. Kain tidak menghargai Tuhan, lalu
menjadi marah kepada Tuhan karena Tuhan menghargai Habel yang dari perbuatannya
terbukti telah menghargai Tuhan. Bukankah hal itu cukup mengerikan apabila kita
renungkan?
Bahwa Kain tidak menghargai Tuhan
saja sudah merupakan suatu kesalahan, kini lebih lagi ketika Kain merasa marah
kepada orang yang menghargai Tuhan lebih daripada dirinya, bukankah itu berarti
kesalahannya justru menjadi bertambah? Alih-alih ia merasa malu atau menyesal
atau bahkan bertobat, Kain justru menjadi marah. Dan bukankah lebih baik jika
Kain marah kepada dirinya sendiri atas keteledoran tersebut? Sebentar lagi kita
akan tahu bahwa ia bukan marah pada dirinya sendiri, melainkan justru marah
kepada adiknya, dan sangat mungkin bahwa sebenarnya ia juga marah kepada Tuhan.
Penulis Kitab Kejadian ingin kita
mengerti, bahwa orang yang sudah jatuh ke dalam dosa bukan saja gagal melihat
siapa sebenarnya Tuhan, tetapi mereka juga bahkan gagal dalam melihat siapa
sebenarnya dirinya sendiri.
4:6 Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan
mukamu muram?
Inilah
pertama kali akhirnya Tuhan membuka suara untuk berbicara kepada Kain. Penulis
Kejadian tidak merincikan dengan cara apa Tuhan berbicara, apakah secara
langsung? Apakah melalui nasihat orang tuanya? Melalui mimpi? Ataukah melalui
suara hati dari Kain sendiri?
Saya
sendiri berpendapat bahwa dalam bagian ini, Tuhan berbicara secara langsung
kepada Kain. Alasan saya yang pertama
adalah karena Tuhan sudah pernah melakukan pembicaraan secara langsung
kepada Adam dan Hawa. Mengapa sulit untuk membayangkan bahwa Tuhan juga akan
berbicara langsung kepada Kain.
Alasan saya yang
kedua adalah
karena sejak kisah ini bergulir, Adam dan Hawa sama sekali tidak muncul ke
dalam kisah. Penulis Kejadian tidak menghadirkan mereka secara langsung sama
sekali. Hanya jejak-jejak mereka saja yang terlihat misalnya dari bagaimana
mereka berespon atas kelahiran bayi, bagaimana mereka menamai anak-anak mereka
dan bagaimana mereka (mungkin sekali) mengajarkan cara beribadah kepada Tuhan.
Namun dari semua jejak-jejak orang tua di dalam diri pribadi anak-anak ini,
penulis Kejadian telah menunjukkan bahwa mereka telah gagal membentuk salah
seorang anak mereka itu. Sehingga rasanya agak kurang cocok jika pada bagian
ini kita berpikir bahwa mereka memberi nasihat kepada anak mereka.
Alasan ketiga
adalah
cara penulis menyampaikan pertanyaan Tuhan kepada Kain pun cukup unik dan tidak
bisa dilepaskan dari cara penulis menggambarkan tokoh-tokoh sebelumnya dalam
hal mengajukan pertanyaan. Dalam Pasal 3 misalnya, kita melihat Iblis bertanya
kepada Hawa melalui media ular dengan tujuan untuk menjatuhkan Hawa ke dalam
dosa. Maka dalam pasal 4 ini sebagai kontrasnya, kita melihat Allah bertanya
kepada Kain tanpa media makhluk lain untuk tujuan menghentikan (mencegah) Kain
dari perbuatan yang lebih buruk lagi.
Memperlihatkan
kontras antara satu bagian dengan bagian lain dari Alkitab adalah hal yang
cukup sering terjadi di Alkitab, apalagi di Perjanjian Lama. Jika Iblis
berbicara secara tidak langsung kepada Hawa, maka sangat mungkin di bagian ini
Allah berbicara secara langsung kepada Kain. Jika Iblis ingin menjatuhkan Hawa,
maka pada bagian ini Allah ingin mencegah Kain dari kejatuhan yang lebih dalam.
Kontras bukan? [Baca juga: Apa yang Tuhan katakan kepada Kain sebelum pembunuhan itu terjadi? Dan mengapa? Klik disini]
Sangat
menarik jika kita memperhatikan pula isi dari pertanyaan Tuhan kepada Kain.
Pertanyaan tersebut tentu bukan pertanyaan yang timbul akibat ketidaktahuan.
Allah Mahatahu, Ia tidak bertanya sesuatu karena Ia tidak tahu. Pertanyaan
Tuhan kepada Kain lebih merupakan nasihat kepada Kain untuk introspeksi diri.
Hal ini mengingatkan kita pada pertanyaan Tuhan kepada Adam “Dimanakah engkau
Adam?” Pertanyaan yang pada dasarnya juga merupakan pertanyaan introspeksi
untuk Adam.
Isi
dari pertanyaan itu dalam bahasa aslinya adalah:
לָ֚מָּה חָ֣רָה לָ֔ךְ וְלָ֖מָּה נָפְל֥וּ פָנֶֽיךָ׃
Dibaca:
Lammah charah lak. Walammah naphelu
paneka
Yang
diterjemahkan: Mengapa engkau terbakar (oleh amarah)? Dan mengapa wajahmu
jatuh?
Istilah
“wajah jatuh “memang bukan istilah yang kita kenal sehari-hari. Dalam bahasa
Indonesia istilah ini diterjemahkan menjadi wajah yang muram. Tetapi istilah
jatuh yang dipakai disini sengaja saya tampilkan untuk memperlihatkan semacam
hubungan timbal balik dalam kata-kata. Karena amarah naik, maka wajah turun
(jatuh). Mungkin nuansa dari kalimat ini akan lebih jelas jika kita baca
kelanjutan dari kalimat Tuhan kepada Kain.
4:7a Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat
baik?
Dalam
bahasa aslinya:
הֲל֤וֹא אִם־טִיתֵּיב֙ שְׂאֵ֔ת
Dibaca:
Halow im-teytiv seet
Diterjemahkan:
Tidakkah engkau, jika engkau melakukan yang baik, akan naik? (wajahnya)
Jadi
saya sengaja menerjemahkan secara agak harafiah dari kata-kata tersebut agar
nuansa kata-katanya lebih terlihat. Jika engkau naik dalam amarah, wajahmu
jatuh (turun). Jika engkau berbuat baik, wajahmu naik. Memang terdengar agak
aneh jika dibaca menurut pengertian kita orang Indonesia, tetapi itulah yang
coba disampaikan oleh penulis yaitu bahwa kebahagiaan Kain terletak dari
perbuatannya sendiri. Ia tidak bahagia, karena hatinya sedang marah. Padahal
jika ia berbuat baik maka tentu ia akan merasa bahagia.
Saya
mencoba mencari tahu bagaimana seorang Yahudi sendiri memahami kalimat ini. Dan
rupanya di dalam Kitab Targum (semacam kitab kamus yang berisi penjelasan atas
bahasa Ibrani Alkitab ke dalam bahasa Aramaik sehari-hari) ada penjelasan
mengenai kalimat tersebut yaitu demikian: “Tidakkah jika engkau memperbaiki
kelakuanmu, engkau akan diampuni?”
Jadi
kita sekarang sudah memiliki dua macam terjemahan yaitu terjemahan harafiah
yang memperlihatkan semacam pertukaran kata-kata (wajah jatuh dan wajah naik).
Dan terjemahan ke dalam bahasa pengertian orang Yahudi sehari-hari. Semoga
kedua terjemahan tersebut dapat memperkaya pengertian kita.
4:7b Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah
mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa
atasnya."
“Tetapi
jika engkau tidak berbuat baik,” dalam bahasa aslinya:
וְאִם֙ לֹ֣א תֵיטִ֔יב
Dibaca:
Weim lo tetiv
Diterjemahkan:
Dan/tetapi jika tidak engkau melakukan yang baik
Atau
jika menurut Targum: Dan jika engkau tidak memperbaiki kelakuanmu.
“Dosa
sudah mengintip di depan pintu,” dalam bahasa aslinya:
לַפֶּ֖תַח חַטָּ֣את רֹבֵ֑ץ
Dibaca:
Lapetah chattat rove
Diterjemahkan:
Di pintu masuk dosa sedang berjongkok (berbaring).
Menurut
Targum: Di pintu masuk liang kubur dosa sedang berbaring.
“Ia
sangat menggoda engkau,” dalam bahasa aslinya:
וְאֵלֶ֙יךָ֙ תְּשׁ֣וּקָת֔וֹ
Dibaca:
Wa eleika tesuqatow
Diterjemahkan:
Dan terhadap keinginannya
Targum
menerjemahkan sama seperti di atas, dengan tambahan keterangan: keinginan dosa
yang bersifat konstan adalah agar engkau terjatuh.
“tetapi
engkau harus berkuasa atasnya” dalam bahasa aslinya:
וְאַתָּ֖ה תִּמְשָׁל־ בּֽוֹ׃
Dibaca:
Weatah timshal-bow
Diterjemahkan:
sama seperti Alkitab LAI kita.
Bagian
ini terus terang memang agak sulit kita pahami karena mengandung
perkataan-perkataan yang rasanya sangat tidak umum bagi kita. Itu sebabnya saya
berusaha menjelaskan dan menterjemahkan secara satu frasa demi satu frasa. Dan
apabila kita baca kembali kalimat di atas maka barangkali secara bahasa
sehari-hari kalimat tersebut dapat saya coba terjemahkan menjadi: “Mengapa engkau terbakar oleh amarah dan
merasa tidak bahagia? Jika engkau memperbaiki kelakuanmu tentu engkau akan
merasa bahagia. Tetapi jika engkau tidak memperbaiki kelakuanmu, maka ketahuilah
bahwa dosa senantiasa menunggu engkau di depan pintu kuburmu dan ia sangat
menginginkan engkau jatuh, dan engkau bertanggungjawab untuk mengalahkan
keinginannya itu.”
Dari
bagian ini kita belajar bahwa Allah menasihati Kain tentang:
-
Kegusarannya
yang amat sangat itu adalah akibat ulahnya sendiri, bukan karena ulah adiknya,
bukan pula karena Tuhan.
-
Jika
ia tidak segera memperbaiki sikap, maka ia akan terjerat dosa yang lebih besar
lagi.
-
Dan
apakah dirinya akan terjerat dosa atau tidak terjerat, semua itu adalah
tanggung jawab pribadinya sendiri.
4:8 Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita
pergi ke padang." Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul
Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia.
Dari kalimat ini penulis Kitab
Kejadian ingin menunjukkan betapa mengerikannya kondisi spiritual seorang yang
telah jatuh ke dalam dosa. Dalam ayat sebelumnya kita lihat bagaimana Allah
mengajukan pertanyaan lalu setelah itu berpanjang-panjang lebar pula menasihati
dan memperingatkan Kain. Dan apakah jawaban Kain atas nasihat tersebut? Tidak
ada jawaban apa-apa sama sekali.
Kain sudah sangat amat tidak perduli
lagi kepada Tuhan, sehingga ketika Tuhan berfirman pun Kain tidak mendengar.
Bahkan ketika Tuhan mengajukan pertanyaan pun, Kain tidak menjawab sama sekali.
Ini tentu berbeda dengan Adam dan Hawa ketika jatuh ke dalam dosa. Ketika Tuhan
bertanya, Adam menjawab (walaupun jawabannya keliru). [Baca juga: Janganlah hendaknya kita mempersalahkan Tuhan. Klik disini]
Tuhan berfirman kepada Kain.
Kain berkata kepada Habel.
Tidak ada komunikasi sama sekali
antara Kain dengan Tuhan. Begitu dingin. Sekaligus begitu panasnya terbakar
oleh amarah.
Sesuai dengan nasihat dan peringatan
dari Tuhan, Kain membiarkan dosa yang sudah menunggu di depan pintu itu untuk
mengambil alih kendali atas dirinya. Kain meluapkan kemarahannya itu kepada
adiknya bahkan tanpa peringatan sama sekali.
Habel tidak tahu bahwa ajakan ke
padang itu bukanlah dalam rangka meningkatkan quality time dengan kakaknya. Perjalanan itu bukanlah perjalanan
persahabatan atau persaudaraan, melainkan perjalanan kematian melalui cara
kekerasan. Ini adalah kekerasan yang sungguh biadab, sebab Habel bahkan tidak
diajak bertarung secara jantan oleh sang kakak. Penyerangan yang dilakukan Kain
begitu tiba-tiba, tanpa peringatan, tanpa peraturan, sehingga Habel pun tidak
memiliki persiapan apa-apa dalam menghadapi serangan tersebut. Dan karena itu,
matilah ia terbunuh secara menyedihkan.
Inilah
puncak dari kisah Kain dan Habel di mana dosa yang pertama dimulai oleh Adam
dan Hawa, sudah berubah menjadi sangat ganas dalam kurun waktu yang berbeda
satu generasi saja. Inilah kondisi kematian yang Tuhan katakan kepada Adam
sebelum ia memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat itu.
Ketika manusia ingin memutuskan sendiri apa yang baik dan apa yang jahat bagi
dirinya, manusia akan mendapati bahwa keputusan mereka pada dasarnya memiliki
kecenderungan yang jahat semata-mata. Mereka tidak berkuasa melawan dosa yang
menarik mereka ke dalam perbuatan yang lebih jahat. Dan karena mereka tidak
berkuasa, maka mereka disebut sebagai telah mati bagi diri sendiri dan hidup di
bawah kuasa dosa.
4:9 Firman TUHAN kepada Kain: "Di mana Habel, adikmu
itu?" Jawabnya: "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?"
Tuhan
tidak menyerah walaupun telah dianggap sepi oleh Kain sebelumnya. Tuhan kembali
membuka pembicaraan. Saya melihat sebuah pesan di sini, yaitu bahwa penulis
Kitab Kejadian ingin pembacanya mengerti bahwa Tuhan adalah Pribadi yang
berkomunikasi. Dia tidak diam, sekalipun manusia mendiamkan dan tidak
memperdulikan Dia. Dia terus menyapa, menegur, menasihati dan mencoba berkomunikasi
dengan manusia yang berdosa.
Pertanyaan
Tuhan kepada Kain juga bukan merupakan pertanyaan yang didasarkan pada kekurangpengetahuan. Tuhan ingin menguji Kain.
Dan disini, penulis Kitab Kejadian mengungkapkan betapa Kain telah menjadi
sedemikian tidak perdulinya pada apa yang dia perbuat. Ketika Adam jatuh ke
dalam dosa, Adam dan Hawa merasa takut sehingga bersembunyi dari Tuhan. Ketika
Kain melakukan pembunuhan, dia menganggap hal itu sebagai lelucon saja.
Kain
tentu berbohong pada Tuhan ketika ia mengatakan tidak tahu. Bukankah lebih baik
jika ia mengaku bersalah saja? Kain bertingkah seolah-olah Tuhan adalah Pribadi
yang dapat dibohongi. Agaknya bukan saja hati Kain yang telah menjadi gelap,
melainkan pikirannya pun telah menjadi gelap gulita. [Baca juga: Hukuman Allah terhadap Kain. Klik disini]
Lebih
dari itu, Kain malah kemudian mengejek Tuhan ketika ia balik bertanya “Apakah
aku penjaga adikku?” Tentu sudah selayaknya Kain sebagai kakak juga bertindak
sebagai penjaga. Namun dalam hal ini ia tidak menjaga sang adik, melainkan
justru menjagalnya.
Penulis
Kitab Kejadian telah berhasil membawa pembacanya melihat bagaimana dosa
mula-mula yang barangkali “terlihat sederhana” kini telah berkembang sedemikian
mengerikan dalam kurun waktu yang tidak lama (satu generasi kemudian).
4:10 Firman-Nya: "Apakah yang telah kauperbuat ini?
Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah.
Pertanyaan
Tuhan kepada Kain, persis dengan pertanyaan Tuhan kepada Hawa ketika ia jatuh
ke dalam dosa. Dan pertanyaan ini juga bukan merupakan pertanyaan yang meminta
informasi dari yang ditanya. Pertanyaan ini lebih merupakan sebuah penyesalan
atau kekecewaan yang mendalam atas buruknya keadaan pada waktu itu. Dan sang
penanya meminta sang pelaku untuk merenungkan konsekuensi buruk yang akan
segera datang akibat perbuatannya tersebut.
Darah
yang berteriak dalam kalimat ini tentu saja merupakan bahasa figuratif untuk
menggambarkan bahwa orang yang mati terbunuh itu keberadaanya tidak begitu saja
hilang tanpa jejak. Orang tersebut masih ada dalam wujud yang tidak terlihat
dan orang tersebut bahkan bisa datang kepada Allah untuk meminta bantuan-Nya.
Sekaligus ungkapan “darah” di sini adalah untuk mengajarkan sebuah analogi
bahwa jiwa dari makhluk hidup (bersifat spiritual) ada di dalam darahnya
(bersifat fisikal).
Kata
berteriak di sini adalah untuk melukiskan betapa kerasnya atau betapa urgent-nya permohonan akan pertolongan
tersebut. Sang korban bukan berbisik malu-malu pada Allah melainkan berteriak
karena sadar bahwa ia telah diperlakukan secara tidak adil dan ia yakin bahwa
Allah adalah sumber segala keadilan yang pasti akan melakukan tindakan yang
sewajarnya sebagai Allah yang adil. Dan Allah Yang Mahaadil tidak mungkin tidak
mendengar atau gagal dalam memperhatikan permohonan tersebut.
Jadi
walaupun sang korban sudah tiada di dunia ini, bukan berarti ketidakadilan yang
ia terima akan sama sekali sirna atau tak terperhatikan dari dunia. Walaupun
nama Habel berarti sia-sia, walaupun hidup Habel terlihat seperti sia-sia,
tetapi di hadapan Allah seruan keadilan Habel tidak akan sia-sia.
4:11 Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari
tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu.
Dosa
selalu membawa konsekuensi kutukan. Kain dibuang jauh dari tempat ia tinggal,
dari tempat ia bekerja dan sekaligus dari tempat di mana ia membunuh adiknya.
Kain
adalah orang pertama yang dikutuk oleh Allah. Dalam peristiwa kejatuhan Adam
dan Hawa ke dalam dosa, yang mendapat kutukan adalah ular dan juga tanah,
tetapi tidak kepada Adam dan Hawa sendiri. [Baca juga: Siapakah yang akan membunuh Kain sehingga ia begitu takut? Klik disini]
“Terbuang
jauh dari tanah” di sini dapat dipahami secara dua arti, secara fisik, bagi Kain tidak akan tempat tinggal yang tetap yang
akan menerima dia sebagai bagian dari tempat itu. Secara spiritual, bagi Kain tidak akan ada tempat berisitirahat.
Jiwanya adalah jiwa yang tertolak, hilang, tidak terlindungi dan tidak mungkin
beristirahat dengan tenang lagi.
Hal
ini tentu saja berbeda dengan Habel, suara teriakannya diterima oleh Allah
sekaligus menunjukkan bahwa Allah sendiri yang menjadi pembela bagi Habel, dan
tanah tempat ia dibunuh pun menerima dia. Sekali lagi disini kita lihat sebuah
bahasa figuratif untuk menunjukkan bahwa bagi Habel ada tempat peristirahatan
yang tenang.
4:12 Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu
tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang
pelarian dan pengembara di bumi."
Pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa,
Adam diusir dari Taman Eden untuk mengusahakan tanah. Jadi setidaknya masih ada
sebuah tempat yang menerima dia, yang menjadi tempat perlindungan dan tempat ia
beristirahat. (Sekaligus penegasan bahwa pertanian bukanlah pekerjaan yang
dibenci Tuhan.)
Kini pada saat Kain jatuh ke dalam
dosa, Kain bahkan diusir dari tanah tempat ia bekerja. Ia harus lari dan
mengembara di bumi ini. Sehingga kita dapat lihat bahwa bukan saja kadar dosa
yang mengalami peningkatan di dalam Pasal 4 ini, melainkan kadar hukuman pun
mengalami peningkatan.
4:13 Kata Kain kepada TUHAN: "Hukumanku itu lebih besar
dari pada yang dapat kutanggung.
Akhirnya Kain menyampaikan sesuatu
kepada Tuhan yang mungkin dapat dikatakan mendekati kebenaran. Sebelumnya Kain
berkata-kata kepada Tuhan dengan sikap yang congkak dan sesuka hatinya saja.
Kini setelah menyadari hukuman yang harus ia tanggung, barulah Kain dapat
menyampaikan isi hatinya yang sebenarnya.
Hukuman atas dosa memang amat besar
jika dipandang dari sudut pandang manusia itu sendiri. Tetapi sesungguhnya,
dengan ukuran apakah kita menetapkan mana yang lebih besar dan mana yang
sesuai? Sebagai manusia Kain tidak menyadari bahwa dosa yang ia lakukan adalah
dosa yang sangat besar sehingga hukuman yang harus ia tanggung pun terlihat
amat besar.
Perlu dicatat disini bahwa di dalam
kalimat ini pun Kain sama sekali tidak menyampaikan rasa penyesalan atau
memohon pengampunan. Ia hanya mengeluh karena hukuman yang dianggap terlalu
berat sekaligus barangkali hal itu merupakan kritikan kepada sikap Tuhan yang
dipandangnya telah berlaku kurang adil kepadanya.
4:14 Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku
akan tersembunyi dari hadapan-Mu, seorang pelarian dan pengembara di bumi; maka
barangsiapa yang akan bertemu dengan aku, tentulah akan membunuh aku."
Kain mengulang hukuman kepada
dirinya sesuai dengan yang dikatakan oleh Tuhan kepadanya, sambil menambahkan
sebuah frasa tentang semacam ketakutannya akan orang lain yang ia temui yang
diyakininya akan membunuh dia.
Ini kalimat yang cukup sering jadi
pertanyaan, karena apabila kita baca kisah ini dari Kejadian 1 hingga Kejadian
4, maka terkesan bahwa pada saat itu belum ada orang lain selain Kain, Adam dan
Hawa. Jika demikian, lalu siapakah yang akan membunuh Kain?
Kemungkinan yang paling besar adalah
Adam atau Hawa sendiri yang membalas kematian anak mereka itu. Kemungkinan yang
lain adalah bahwa kisah ini memang tidak ditulis dalam time frame yang dapat dengan mudah kita ukur. Penulis Kitab
Kejadian tidak merincikan berapa tahunnya kejadian pembunuhan ini terjadi sejak
Adam dan Hawa memiliki anak pertama mereka? Mungkin saja sementara kisah ini
bergulir dan menjadi fokus utama sang penulis Kitab, Adam dan Hawa sudah
memiliki anak-anak lain yang tidak dikisahkan secara khusus. Sehingga
saudara-saudara Kain yang lain itulah yang akan turut membalaskan kematian
Habel.
Kemungkinan yang lain lagi adalah
bahwa Kain melihat potensi di masa depan, yaitu ketika keturunan Adam sudah
menjadi semakin banyak. Dalam perasaan berdosa yang coba ditutup erat-erat,
agaknya Kain tidak bisa menghindar dari perasaan takut terhadap hukuman yang
akan menimpa dia, sekalipun hal itu belum dan belum tentu terjadi.
4:15 Firman TUHAN kepadanya: "Sekali-kali tidak!
Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali
lipat." Kemudian TUHAN menaruh tanda pada Kain, supaya ia jangan dibunuh
oleh barangsiapapun yang bertemu dengan dia.
Sulit untuk membayangkan kalimat ini
sambil melupakan adanya anugerah Tuhan bahkan kepada orang yang telah terhukum.
Bagaimana kita menafsirkan kalimat
ini sambil melepaskan unsur anugerah Tuhan? Kain yang adalah seorang pendosa
yang dihukum oleh Tuhan pun, ternyata masih memperoleh anugerah dari Tuhan.
Ketakutan Kain bahwa kejahatannya akan dibalas dengan pembunuhan pula kini
ditepis oleh janji Allah bahwa Kain tidak akan dibunuh oleh barangsiapa yang
bertemu dengan dia.
Walaupun Kain menganggap nyawa Habel
adiknya itu begitu murah sehingga dengan mudah dilengapkan, namun disini kita
lihat bahwa nyawa Kain pun disini tetap dianggap sebagai sesuatu yang berharga
oleh Tuhan. Hal itu terlihat dari ungkapan bahwa orang yang membunuh Kain akan
dibalas hingga tujuh kali lipat. [Baca juga: Apa artinya Kain pergi dan menertap di tanah Nod? Klik disini]
Kita tidak pernah tahu tanda apa
yang ditaruh Tuhan pada Kain, dan agaknya penulis kitab Kejadian pun tidak
merasa hal itu penting untuk diketahui oleh pembacanya. Istilah “tanda” yang
dipakai dalam kalimat tersebut, sama dengan istilah yang dipakai untuk matahari
sebagai tanda dari siang, bulan sebagai tanda dari malam. Istilah tersebut juga
muncul pada saat Musa memperlihatkan berbagai mukjizat kepada Firaun sebagai
suatu tanda penyertaan Allah. Singkatnya, apapun tanda yang diberikan kepada
Kain, tanda itu dapat dengan mudah dikenali oleh orang yang melihatnya.
Cukuplah bagi kita para pembaca
mengetahui bahwa melalui tanda itu Tuhan tetap memberi dia perlindungan selama
masih hidup di dunia ini. Penyakit mungkin akan membunuh Kain, atau proses
penuaan secara alami, tetapi tidak dengan pembunuhan. Itulah janji Tuhan.
4:16 Lalu Kain pergi dari hadapan TUHAN dan ia menetap di
tanah Nod, di sebelah timur Eden.
Kisah Kain dan Habel berakhir dengan
nuansa yang sedih, yaitu ketika Kain pergi dari hadapan Tuhan. Siapakah yang
dapat hidup tanpa Tuhan? Dan jika kita memahami Tuhan sebagai Dia yang Mahaada,
bagaimanakah seseorang dapat pergi dari hadapan-Nya?
Tentulah ini merupakan bahasa
figuratif untuk menjelaskan bahwa sekalipun Tuhan itu Mahaada dan Mahatahu,
hubungan antara Tuhan dan Kain secara relasi pribadi sudah tidak ada lagi. Kain
tidak akan pernah lagi pergi ke hadirat Tuhan, pun Tuhan tidak akan lagi
menegur Kain dengan Firman-Nya ataupun kehadiran-Nya. Masing-masing seolah
berjalan sendiri-sendiri tanpa relasi apapun.
Kain pergi ke sebuah daerah bernama
Nod (נֹ֖וד) yang dalam bahasa Ibrani berarti
mengembara, suatu gambaran jiwa seseorang yang pergi dari hubungan pribadi
dengan Tuhan.
“Menetap di tanah Nod,” dalam bahasa
aslinya adalah:
וַיֵּ֥שֶׁב בְּאֶֽרֶץ נ֖וֹד
Dibaca: Wayesef beerez nod
Diterjemahkan menjadi: Dan menetap
di tanah mengembara (atau nama tempat Nod)
Yang cukup menarik bagi saya disini
adalah perpaduan antara kata “menetap” dan kata “Nod” atau “mengembara” itu
sendiri. Bukankah jika seseorang mengembara maka ia tidak bisa menetap? Atau
seorang yang menetap pada dasarnya sudah tidak mengembara lagi?
Saya melihat “seni pengaturan
kata-kata” di sini sengaja dilakukan oleh penulis Kitab Kejadian untuk
menjelaskan bahwa kondisi ke-pengembara-an Kain bersifat menetap atau permanen.
Kain dilukiskan akan mengembara selamanya tanpa tempat untuk menetap, mengadu
atau bahkan sekedar beristirahat.
Penutup
Secara singkat dapat dikatakan bahwa
kisah Kain dan Habel mengajarkan kita tentang:
-
Keberdosaan manusia dapat meningkat
secara singkat dan drastis.
-
Kain adalah keturunan dari ular yang
kelak akan menjadi musuh dari keturunan si perempuan.
-
Tuhan menghukum setiap dosa.
-
Tuhan adalah Allah yang
berkomunikasi sekalipun kepada orang yang berdosa.
-
Di dalam penghukuman pun, Tuhan
masih dapat menunjukkan anugerah yang bersifat umum.
Kisah Kain adalah gambaran dari jiwa
seorang manusia yang berdosa. Betapa mengerikannya dosa itu bagi jiwa manusia
karena melalui dosa manusia terpisah dari sesamanya dan bahkan dari Tuhannya. Tanpa
anugerah dari Yesus Kristus, tidak mungkin seorang manusia dapat mengalahkan
dosanya sendiri.
Semoga tulisan ini
dapat membantu dalam memperkaya sudut pandang kita selama ini terhadap kisah
Kain dan Habel yang cukup populer tersebut, serta semakin mengingatkan kita tentang
perlunya seorang Juruselamat bagi umat manusia. Tuhan memberkati.
Baca juga:
Mengapa manusia begitu haus akan pengakuan sehingga, seperti Kain, mereka dapat melakukan perbuatan keji untuk alasan-alasan yang terbilang sepele? Mari membaca renungannya disini.
Kain tidak hidup di dalam kesulitan selamanya. Siapa bilang orang yang dikutuk Tuhan hidupya di dunia langsung bangkrut? Alkitab menjelaskan bahwa setelah pergi dari hadapan Tuhan, kehidupan Kain justru menjadi makmur dan memiliki keturunan yang berhasil. Mengapa bisa demikian? Apa yang dapat kita pelajari dari hal tersebut? Mari membaca renungannya disini.
Ketika manusia mulai mengenal Allah secara pribadi. Klik disini.
Apakah yang lebih penting daripada kekayaan? Klik disini
Download Gratis Eskposisi Kisah Kain dan Habel